BeritaArrow iconPasar ModalArrow iconArtikel

MARKET FLASH: Saham di Wall Street Anjlok; Harga Minyak Naik 8,8%

Bareksa01 September 2015
Tags:
MARKET FLASH: Saham di Wall Street Anjlok; Harga Minyak Naik 8,8%
An NYSE official gestures after the resumption of trading following a several hour long stoppage on the floor of the New York Stock Exchange, July 8, 2015. REUTERS/Lucas Jackson

TELE gandeng produsen posel Taiwan; Bank Mandiri kaji buyback

Bareksa.com - Berikut sejumlah berita korporasi dan pasar modal yang dirangkum dari surat kabar nasional:

Wall Street

Bursa saham di Wall Street mencatatkan kinerja terburuk dalam sebulan sejak 2012 akibat komentar pejabat The Federal Reserve yang menambah kekhawatiran investor akan ada potensi penaikan suku bunga pada September. Dow Jones turun 0,69 persen dan ditutup di 16.528,03, sementara S&P 500 merosot 0,84 persen ke 1.972,18. Indeks Nasdaq turun 1,07 persen menjadi 4776,51.

Promo Terbaru di Bareksa

Harga minyak mentah melonjak setelah data mengindikasikan produksi minyak AS terpangkas dan OPEC mengatakan siap berdiskusi dengan produsen minyak lain mengenai penurunan harga akhir-akhir ini. Harga minyak sudah naik lebih dari 10$ per barel dalam tiga hari dan menghapus penurunan sebelumnya. Harga minyak mentah AS CLc1 naik 8,8 persen menjadi US$49,2 per barel, sehingga menutup kenaikan tiga hari menjadi 27,5 persen.

PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE)

TELE menggandeng produsen ponsel asal Taiwan Arima Communications Corp membentuk perusahaan patungan dengan nilai investasi sebesar US$50juta. Perusahaan joint venture (JV) PT Adi Reka Mandiri berencana membangun pabrik smartphone di Cikarang, Jawa Barat seluas 7.000 meter persegi dengan kapasitas produksi 300.000 unit per bulan. Direktur Utama TELE Lily Salim mengungkapkan pendanaan usaha patungan itu berasal dari internal perusahaan dengan komposisi 55 persen (Tiphone) dan 45 persen Arima.

Lily mengatakan hal itu seusai penandatanganan MoU pembentukan usaha patungan yang dihadiri Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani dan Deputi Minister of Economic Taiwan Cho Shin Chao, Senin (31/8). Dia menambahkan pada tahap pertama dana yang akan digelontorkan sekitar US$1,5 – 6 juta.

PT Ciputra Development Tbk (CTRA)

Sepanjang tujuh bulan pertama tahun ini, CTRA telah memperoleh pendapatan prapenjualan (marketing sales) senilai Rp4,5 triliun. Jumlah tersebut setara dengan realisasi 41,2 persen dari target yang dipatok perseroan pada tahun ini yang mencapai Rp10,9 triliun. Direktur dan Corporate Secretary CTRA Tulus Santoso mengatakan dalam waktu dekat ini perseroan belum berencana untuk meluncurkan proyek baru.

Sebelumnya, emiten properti grup Ciputra ini mempersiapkan 11 proyek baru tersebar di berbagai lokasi. Perseroan menargetkan bisa mengantongi Rp2,74 triliun dari proyek yang baru diluncurkan tahun ini.

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI )

BMRI sedang mengkaji aksi pembelian kem bali (buyback) saham milik perseroan. Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin mengatakan jika pun aksi tersebut terealisasi, perseroan akan mengutamakan saham tersebut menjadi saham bonus bagi karyawan karena ada batasan 40 persen bagi publik untuk mendapat pengurangan pajak. Jadi kalaupun buyback, BMRI akan lakukan sebagai saham bonus untuk karyawan.

Hingga kini, Budi menyebutkan perseroan masih mengkaji besaran anggaran yang bakal digelontorkan perseroan jika akan mengeksekusi rencana buyback tersebut. Namun, Budi memastikan pembelian kembali saham ini tak akan berpengaruh ke besaran rasio kecukupan modal perseroan. Dari laporan keuangan bank plat merah ini, hingga Juni 2015, sebanyak 60 persen saham perseroan dimiliki Pemerintah Republik Indonesia. Sementara itu, capital adequacy ratio (CAR) bank dengan modal inti senilai Rp85,52 triliun ini tercatat sebesar 17,63 persen atau naik 59 basis poin (bps) dari 16,04 persen pada Juni 2014.

PT Timah Tbk (TINS)

Hingga semester I 2015, TINS hanya meraup laba bersih Rp 5miliar. Jumlah itu anjlok 98 persen year on year (yoy) daripada laba setahun lalu Rp 334,6 miliar. Selain dipicu koreksi harga timah, ongkos produksi TINS meningkat, sehingga harus menanggung kenaikan beban. Bahkan kenaikan pendapatan TINS tak mampu menahan penurunan margin laba bersih. Sebenarnya, TINS berhasil mencetak pertumbuhan pendapatan 16,96 persen (yoy) menjadi Rp 3,22 triliun. Namun apa daya, beban pokok pendapatan TINS melonjak 40,8 persen menjadi Rp 2,9 triliun. Sehingga laba kotor TINS yang pada semester I-2014 bisa mencapai Rp 652,2 miliar, menyusut menjadi Rp 262,7 miliar per akhir Juni 2015. TINS juga mencetak selisih rugi kurs Rp 18,58 miliar.

Agung Nugroho, Sekretaris Perusahaan TINS, mengatakan, harga pokok usaha (HPU) menurun 19,34 persen menjadi US$ 13.810. Laba TINS terkikis karena turunnya harga jual rata-rata sebesar 26,37 persen (yoy) menjadi US$ 17.076 per metrik ton pada semester I-2015. Meski harga turun, produksi bijih timah TINS masih naik 0,21 persen menjadi 14.383 ton, dibanding semester I-2014 sebesar 14.352 ton. Adapun produksi logam timah naik 31,95 persen menjadi 14.261 metrik ton dan penjualannya tumbuh 45,88 persen menjadi 14.096 metrik ton pada medio pertama tahun ini.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.311,79

Up0,68%
Up3,10%
Up0,02%
Up6,29%
Up20,00%
-

Capital Fixed Income Fund

1.757,84

Up0,53%
Up3,44%
Up0,02%
Up7,40%
Up18,25%
Up43,13%

STAR Stable Income Fund

1.908,88

Up0,50%
Up2,87%
Up0,01%
Up6,27%
Up31,65%
Up59,98%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.762,89

Up0,50%
Up2,81%
Up0,01%
Up5,44%
Up20,06%
Up48,78%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.038,34

Up0,52%
Up2,03%
Up0,02%
Up2,02%
Down- 2,73%
-

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua