BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

IHSG 2013 vs 2015; Perlukah Emiten Buyback Saham?

19 Agustus 2015
Tags:
IHSG 2013 vs 2015; Perlukah Emiten Buyback Saham?
Petugas beraktivitas di sekitar monitor yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (18/6). IHSG ditutup melemah 0,25 point atau 0,01 persen menjadi 4.945,49 pada perdagangan bursa saham awal ramadan. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

IHSG sudah turun 14 persen sejak awal tahun

Bareksa.com - Indeks harga saham gabungan (IHSG) kemarin (Selasa, 18 Agustus 2015) ditutup di level 4.510,48, dan menorehkan penurunan 13,71 persen sepanjang tahun ini. Kondisi global dan domestik ikut mendorong pelemahan pada saham-saham publik nasional, hingga regulator didesak segera mengambil tindakan untuk menjaga kestabilan pasar.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebenarnya sudah memperbolehkan emiten membeli kembali saham yang sudah beredar di pasar, atau dikenal dengan istilah buyback saham bila harga saham tidak mencerminkan kinerja perusahaan. Dalam keadaan normal, aksi tersebut hanya boleh dilakukan bila mendapat persetujuan pemegang saham.

Akan tetapi, khusus di saat pasar volatil, OJK tengah mempertimbangkan emiten boleh melakukan buyback saham tanpa perlu meminta persetujuan pemegang saham melalui RUPS. Hal itu sempat terjadi pada 2013 ketika OJK mengizinkan buyback tanpa RUPS dalam Peraturan OJK nomor 02/POJK.04/2013.

Promo Terbaru di Bareksa

Dibandingkan dengan kondisi pada 2013, apakah keadaan saat ini setara sehingga perlu dilakukan buyback tanpa adanya RUPS?

Pada 2013, faktor yang menyebabkan pergerakan IHSG volatil datang dari dalam dan luar negeri. Dari domestik, pelaku pasar mengkhawatirkan defisit neraca perdagangan Indonesia yang terus membengkak. Dari sisi eksternal, Federal Reserve berencana memangkas nilai stimulus ekonomi AS sehingga banyak investor asing enggan menaruh dana di emerging market termasuk Indonesia. Hal tersebut juga menekan nilai tukar rupiah.

IHSG pada 2013 sempat menyentuh titik tertinggi 5.214,98 pada 20 Mei. Akan tetapi, IHSG tidak dapat bertahan dan terus turun hingga pada 27 Agustus menyentuh 3.967,84, level terendah pada 2013. Jika dilihat dari titik tertinggi, penurunan sudah mencapai 24 persen. Oleh sebab itu, OJK pun memperbolehkan emiten melakukan buyback saham tanpa RUPS.

Tabel Perbandingan Kondisi IHSG 2013 vs 2015

Illustration

Sumber: Bareksa.com

Sementara pada tahun ini, kondisi ekonomi tengah mengalami perlambatan menjadi 4,7 persen sepanjang semester pertama 2015. Angka pertumbuhan itu jauh lebih rendah dibanding kondisi pada 2013 yang masih sekitar 5,8 persen.

Seiring dengan perlambatan ekonomi, kinerja emiten yang tercatat di bursa pun ikut menurun. Dampaknya, harga saham juga tertekan. IHSG sudah turun 18,9 persen menjadi 4.479,49 pada 12 Agustus lalu dari level tertingginya 5.226,95 pada 7 April. Sepanjang tahun hingga 18 Agustus, IHSG sudah turun 13,71 persen.

Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo menjelaskan bahwa kondisi saat ini berbeda dengan 2013, yang pada saat itu ekonomi masih lebih baik. "Sekarang ada masalah perlambatan pertumbuhan ekonomi, devaluasi yuan, dan rencana The Fed menaikkan suku bunga. Jadi lebih banyak ketidakpastian," katanya ketika dihubungi Bareksa.

Menurut dia, aksi buyback saham bisa dilakukan emiten bila memang mereka memiliki uang dalam aliran kasnya (cashflow). Namun, bila dalam kondisi sulit seperti sekarang ini, emiten akan sulit melakukan investasi dalam sahamnya sendiri jika cashflow pun terganggu.

Selain itu, Satrio menjelaskan, emiten yang melakukan buyback harus yakin bahwa kinerja ke depan akan lebih baik. Akan tetapi, belum ada sinyal pemulihan ekonomi dari pemerintah yang dapat meyakinkan emiten bahwa kondisi ke depan akan lebih baik.

"Kita belum sampai titik di mana nothing can go any worse. Jadi kita hanya bisa menunggu data ekonomi membaik, laporan kinerja emiten kuartal tiga, dan keputusan The Fed untuk menurunkan suku bunga," ujarnya.

Melihat valuasi IHSG yang kelihatannya sudah murah karena sudah turun dalam, Satrio mengingatkan bahwa investor harus hati-hati. Pasalnya, meskipun harga terlihat murah, kinerja emiten juga menurun karena perlambatan ekonomi.

Valuasi IHSG pada 2013 juga dinilai sudah cukup murah yang terlihat dari Price Earning Ratio (PE Ratio) sebesar 12,49 kali pada 27 Agustus 2013. Namun, pada saat ini, PE Ratio IHSG berada di 10,94 kali per 18 Agustus 2015.

Grafik Valuasi IHSG

Illustration

Sumber: Bareksa.com

Untuk saat ini, Satrio menilai buyback bisa saja dilakukan dan dapat pengaruh terhadap harga saham. Walaupun ada penurunan, koreksinya tidak besar. "Minimal floor price dapat tercipta."

Sejumlah saham yang sudah mengalami kejatuhan cukup dalam, menurut dua, sudah melakukan buyback. Namun, aksi tersebut masih sporadis sehingga tidak dapat menjaga IHSG dari tekanan jual saat pasar di regional ikut memerah.

Oleh sebab itu, katanya, investor sebaiknya menunggu saat kita dapat berkata "Keadaan tidak dapat lebih buruk lagi di masa depan."

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Capital Fixed Income Fund

1.772,8

Up0,69%
Up3,37%
Up0,02%
Up6,89%
Up17,20%
Up44,73%

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.319,73

Up0,31%
Up3,73%
Up0,03%
Up5,42%
Up18,20%
-

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.751,39

Down- 0,79%
Up2,71%
Up0,01%
Up3,87%
Up18,29%
Up46,73%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.040,91

Up0,13%
Up2,19%
Up0,02%
Up2,70%
Down- 2,15%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

Produk baru

1.036,7

Up0,62%
Up3,61%
Up0,03%
---
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua