Penyaluran Pendanaan Fintech Ditarget Rp44 Triliun Tahun Ini
AFPI juga membentuk posko pengaduan online untuk melindungi konsumen

AFPI juga membentuk posko pengaduan online untuk melindungi konsumen
Bareksa.com - Asosiasi Pendanaan Fintech Bersama Indonesia (AFPI), organisasi yang mewadahi pelaku usaha Fintech Peer to Peer (P2P) Lending atau Fintech Pendanaan Online di Indonesia, menargetkan pertumbuhan penyaluran pendanaan dua kali lipat pada 2019 dibandingkan kinerja tahun lalu. Sejumlah strategi dan penambahan pemain baru diharapkan bisa mendorong pertumbuhan industri ini.
AFPI, yang ditunjuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai asosiasi resmi penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi di Indonesia, menargetkan penyaluran pendanaan tahun ini sebesar Rp44 triliun. Nilai tersebut meningkat dua kali lipat dibandingkan perolehan pada 2018 yang mencapai Rp22 triliun.
Ketua Harian AFPI Kuseryansyah menjelaskan, untuk mencapai target tersebut, pelaku industri akan melakukan berbagai strategi. Pertama, pelaku industri akan memperdalam penetrasi fintech peer to peer lending yang sudah terdaftar, dan penambahan dari pemain-pemain baru.
Promo Terbaru di Bareksa
"Optimisme itu juga muncul dikarenakan kolaborasi antar fintech yang baik dengan lembaga keuangan lainnya," kata dia kepada Bareksa.com seperti dikutip Selasa, 19 Maret 2019.
Selain itu, AFPI yang per Februari 2019 telah beranggotakan 99 penyelenggara fintech P2P, juga akan meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat mengenai industri yang baru seumur jagung tersebut. Wakil Ketua Umum AFPI, Sunu Widyatmoko menambahkan AFPI memandang perlindungan konsumen fintech pendanaan online sebagai hal yang sangat serius, sehingga perlu mendapat informasi secara langsung dari pihak-pihak terkait secara lugas dan transparan. Dengan demikian asosiasi dapat mengambil tindakan administratif secara tegas, apabila terbukti telah terjadi pelanggaran.
Sunu menambahkan secara preventif, AFPI telah membentuk komite etik yang akan mengawasi pelaksanaan kode etik operasional atau code of conduct (CoC) peer to peer lending sehingga konsumen bisa terlindungi. Sejumlah kode etik yang dilakukan seperti larangan mengakses kontak, dan penetapan biaya pinjaman maksimal pinjaman. Dalam kode etik tersebut, AFPI menetapkan total biaya pinjaman tidak boleh lebih dari 0,8 persen per hari dengan penagihan maksimal 90 hari.
Selain itu, AFPI juga tengah mengembangkan pusat data fintech, terutama untuk mengindikasi peminjam nakal. Jika peminjam tidak melunasi utang dalam 90 hari, maka akan tercatat pada pusat data fintech sebagai peminjam bermasalah.
Tak hanya itu, untuk memitigasi peredaran pinjaman online ilegal, Asosiasi Fintech akan menerapkan sertifikat lembaga penagihan. Di dalamnya diatur pelarangan penyalahgunaan data nasabah dan kewajiban melaporkan prosedur penagihan.
“Keberadaan komite etik dan langkah-langkah perlindungan ini sekaligus menegaskan komitmen pelaku usaha dalam menerapkan standar praktik bisnis yang bertanggung jawab untuk melindungi nasabah maupun penyelenggara. Munculnya peraturan tersebut menjadi bukti bahwa para pelaku usaha fintech P2P lending ingin membangun industri fintech dalam negeri lebih baik ke depannya.
Kuseryansyah menambahkan AFPI juga telah menyiapkan perangkat untuk melindungi pelanggan pendanaan online dengan menyediakan Posko Pengaduan Layanan Pendanaan Online yang dapat diakses melalui call center maupun email.
“Sebagai bukti AFPI ingin melindungi pelanggan dan ingin memajukan industri Fintech Pendanaan Online, asosiasi berinisiatif menyediakan Posko Pengaduan Layanan Pendanaan Online. Diharapkan dengan upaya-upaya ini dapat memberikan perlindungan kepada nasabah maupun penyelenggara fintech,” kata Kuseryansyah.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat saat ini sudah ada 99 perusahaan fintech pendanaan yang terdaftar, dan telah melakukan layanan lebih dari 9 juta transaksi pada lebih dari 3 juta masyarakat di seluruh Indonesia.
Masyarakat yang diberi pendanaan mayoritas mereka yang belum dapat mengakses layanan keuangan seperti bank, multifinance, yakni berasal dari kelompok pekerja, petani, nelayan, pengrajin, UMKM. Selain itu, pelaku usaha mikro kelompok wanita, mahasiswa dan milenial yang membutuhkan pendanaan untuk kebutuhan pendidikan, dan kelompok masyarakat lain yang membutuhkan pendanaan kesehatan dan kepemilikan properti. (hm)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
| Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
|---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Obligasi Nusantara autodebet | 1.203,57 | ||||||
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.182,86 | - | - | ||||
Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A | 1.153,16 | - | - | ||||
Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A | 1.044,96 | - | - | - | - | - |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.