Pengelolaan Gas Bumi Secara Optimal Jamin Ketahanan Energi Nasional
Gas dapat dikelola optimal dengan ketersediaan pasokan dari hulu, infrastruktur gas yang memadai dan pasar yang kuat

Gas dapat dikelola optimal dengan ketersediaan pasokan dari hulu, infrastruktur gas yang memadai dan pasar yang kuat
Bareksa.com – Ketahanan energi nasional demi mencapai bauran energi ideal menjadi salah satu fokus pemerintahan Jokowi-JK. Dalam hal ini, gas bumi menjadi salah satu opsi sumber energi yang sesuai karena pasokan yang terjangkau dan ramah lingkungan bila dapat dikelola dengan baik.
Indonesia yang diberkahi dengan cadangan gas besar seyogyanya bisa memanfaatkan sumber energi ini dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan masyarakat. Dengan cadangan gas mencapai 170 TSCF, Indonesia merupakan salah satu negara dengan cadangan gas terbesar di Asia.
Selain itu, Indonesia juga memiliki potensi pasar yang besar untuk sumber energi ini. Dewan Energi Nasional memproyeksikan permintaan gas pada 2025 mencapai 20 persen dari bauran energi nasional atau sekitar dua kali lipat dari tahun 2014.
Promo Terbaru di Bareksa
Pengelolaan gas yang optimal melalui ketersediaan pasokan dari hulu, infrastruktur gas yang memadai dan pasar yang kuat diharapkan mampu memaksimalkan pemanfaatan sumber energi ini bagi generasi selanjutnya. Namun demikian, tidak semua mata rantai gas bumi lancar jika menilik kondisi saat ini.
Dari ketiga hal diatas, ketersediaan pasokan dari hulu merupakan hal yang krusial. Produksi gas bumi nasional cenderung terus menurun dalam enam tahun terakhir. Di tahun 2010, produksi gas bumi mencapai 8.857 MMSCFD, tetapi nilai ini kemudian menurun sehingga dalam empat tahun terakhir produksi tahunan gas nasional stabil di kisaran 8.100 – 8.200 MMSCFD.
Eksplorasi sumber-sumber gas yang potensial perlu diefektifkan demi menjaga keberlangsungan pasokan gas. Impor gas sendiri diperkirakan belum feasible dikarenakan biaya distribusi yang cukup mahal. Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi dalam wawancaranya dengan Bareksa pernah menyebutkan harga gas di luar negeri seperti di Amerika Serikat cukup murah sekitar $2/MMBTU tetapi akan menjadi mahal di Indonesia karena jalur distribusi yang jauh.
Grafik: Produksi Gas Bumi Nasional (MMSCFD)

Sumber: Kementerian ESDM
Di tengah menurunnya produksi gas, total permintaan gas baik untuk ekspor maupun penggunaan domestik cenderung turun meski tidak signifikan. Namun, yang menarik di sini adalah kebutuhan domestik akan gas bumi meningkat dalam beberapa tahun terakhir yang mengindikasikan perluasan penggunaan gas bumi domestik.
Grafik: Kebutuhan Gas Bumi Nasional (BBTUD)

Sumber: SKK Migas
Pengamat Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan produksi gas Indonesia memang terus bertumbuh setiap tahunnya. Namun jika berbicara mengenai pasokan hasilnya tentu lain. “Kalau produksi di dalam negeri itu memang naik, tetapi pasokannya belum tentu,” katanya kepada Bareksa 31 Oktober 2016.
Ia melanjutkan, mengenai pasokan yang disalurkan ada sangkut pautnya dengan infrastruktur pipa gas. Walaupun produksi di satu daerah naik, bila tidak ada infrastrukturnya itu tidak akan berarti apa-apa.
Namun, Pri mengatakan, saat ini pemerintah sudah berjalan di arah yang benar dengan melakukan pembangunan infrastruktur pipa gas. Ia mengatakan saat ini juga sedang dilakukan pembangunan terminal-terminal gas.
Dari sisi pembangunan infrastruktur gas nasional, pemerintah tengah memfokuskan pada pemerataan jalur distribusi gas. Salah satu perusahaan BUMN yang memiliki jaringan infrastruktur gas terbesar yaitu PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN – memiliki 78 persen infrastruktur gas bumi nasional – menargetkan akan membangun 1.680 km pipa gas hingga 2019. Saat ini, panjang pipa gas PGN termasuk distribusi dan transmisi sudah lebih dari 7.200 km.
PGN cukup aktif dan berkomitmen membangun jaringan pipa gas nasional. Berdasarkan data PGN, penambahan panjang pipa distribusi terus meningkat tiap tahunnya. Pada 2015, panjang pipa distribusi PGN bertambah 14 persen menjadi 7.026 km dari 6.161 km di tahun 2014. Kenaikan ini cukup tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang hanya di bawah 5 persen.
"Komitmen PGN dalam pembangunan infrastruktur gas nasional dapat dilihat dari terus bertambahnya jaringan pipa gas bumi PGN di berbagai daerah," kata Sekretaris Perusahaan Gas Negara PGN, Heri Yusup, di Jakarta Kamis, 27 Oktober 2016.
Grafik: Panjang Jaringan Pipa PGN

Sumber: PGN
Padahal pembangunan pipa gas juga dapat dikatakan tidak murah. Menurut kementerian ESDM total investasi yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur gas bumi hingga 2030, mencapai US$24,3 miliar atau setara Rp316 triliun dengan asumsi nilai tukar Rp13.000/US$.
Maka dari itu, pembangunan pipa gas sebagai infrastruktur perlu didukung oleh pemerintah karena industri secara umum sangat membutuhkan keberadaan gas. Infrastruktur gas jangan hanya bergantung pada PGN sebagai badan usaha milik negara (BUMN) saja, tetapi perlu dianggarkan dalam pengeluaran negara agar tidak membebani investasi yang akhirnya mendongkrak harga gas yang harus dibayar oleh para pengguna.
Hal terakhir yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan gas adalah kepastian pasar gas domestik. Gas bumi memiliki sifat yang unik karena tidak bisa disimpan terlalu lama setelah keluar dari perut bumi dan biaya pengangkutannya pun cukup mahal. Oleh sebab itu, bila ada sumber gas biasanya industri di sekitar gas tersebut bisa tumbuh seiring dengan adanya pasokan energi tersebut.
Saat ini, penggunaan gas terbesar PGN adalah pembangkit listrik (power plant) dan industri yang berkontribusi 97,15 persen dari total volume sementara UKM dan rumah tangga masing-masing hanya sebesar 2,59 persen dan 0,27 persen.
Ke depannya ada beberapa sektor lagi yang bisa menjadi potensi dari pengguna gas domestik. Pemerintah juga menargetkan percepatan pembangunan infrastruktur konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) 720.000 liter setara premium (lsp) per hari pada 2019, termasuk sektor transportasi.
Pri menggarisbawahi pemerintah perlu hati-hati dalam mengelola gas agar dapat efisien dan diterima merata oleh seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan infrastruktur, seiring dengan adanya permintaan pasar, bisa memastikan pengembangan gas di Indonesia. Salah satu contoh wilayah sumber gas yang berpotensi untuk dikembangkan adalah Kalimantan.
"Contohnya, cadangan gas di Kalimantan merupakan yang terbesar di Indonesia. Bila ada infrastruktur yang cukup untuk menyalurkannya, dan permintaan industri yang sesuai, masyarakat Indonesia bisa sangat menikmati hasil sumber daya alam tersebut,” katanya. (hm)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
| Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
|---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Obligasi Nusantara autodebet | 1.203,01 | ||||||
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.182,67 | - | - | ||||
Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A | 1.153,01 | - | - | ||||
Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A | 1.044,45 | - | - | - | - | - |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.