Kena PPH Badan 25%, Emiten Properti Pikir Ulang Terbitkan DIRE?
Pajak 25 persen dihitung dari selisih nilai buku dan nilai aset saat ingin menerbitkan DIRE.

Pajak 25 persen dihitung dari selisih nilai buku dan nilai aset saat ingin menerbitkan DIRE.
Bareksa.com - Perusahaan-perusahaan properti tampaknya tertarik lagi untuk menerbitkan KIK Dana Investasi Real Estate (DIRE). Penyebabnya, pemerintah masih mengenakan pajak untuk capital gain sebesar 25 persen untuk aset yang akan dijual di DIRE.
Sekadar informasi, perusahaan yang ingin mengeluarkan DIRE harus membuat Special Purpose Company (SPC) terlebih dulu. Nantinya SPC inilah yang akan menjual DIRE perusahaan kepada masyarakat atau investor. (baca juga: Ada Kejanggalan Dalam PMK DIRE yang Dikeluarkan Menteri Keuangan?)
KIK sendiri merupakan kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian untuk mengelola dana nasabah ke investasi properti. Sementara dalam aturan Badan Pertanahan Nasional, kepemilikan atas tanah dan bangunan harus berbadan hukum, sehingga produk KIK DIRE tidak bisa langsung melakukan pembelian atas suatu aset properti melainkan melalui SPC. SPC ini 99,9 persen sahamnya akan dimiliki oleh KIK DIRE ini yang modalnya bersumber dari dana masyarakat pemodal.
Promo Terbaru di Bareksa
Selama ini semua transaksi baik oleh perusahaan atau SPC dikenakan pajak berganda. Hal ini membuat para investor enggan menyerap DIRE. (baca juga: Penerbitan DIRE : Siapa Emiten Paling Tinggi Recurring EBITDA Marjinnya?)
Saat pengumuman paket kebijakan ekonomi tahap V, pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 200 Tahun 2015 mengeliminasi seluruh pajak berganda (double tax) yang ada di SPC. Dengan demikian, SPC hanya harus membayar pajak BPTHB sebesar 5 persen dari sebelumnya mencapai 20 persen secara keseluruhan. Meskipun pajak berganda hilang dan SPC hanya membayar pajak BPHTB 5 persen, transaksi jual beli aset di DIRE dikenai pajak capital gain untuk PPh Badan senilai 25 persen.
Tabel Perubahan Pajak Dalam PMK 200

Sumber: Kemenkeu
Dalam riset CIMB, PT Summarecon Agung Tbk, menilai pemerintah masih setengah hati mempromosikan kebijakan DIRE ini dengan adanya capital gain tax. Hal ini membuat opsi DIRE tidak feasible bagi Summarecon untuk melakukan spin off anak usahanya.
Oleh karena itu SMRA sepertinya akan kembali ke rencana awal yakni melakukan IPO anak usaha mereka.
Sekretaris Perusahaan SMRA, Adrianto P Adhi, kepada Bareksa.com mengungkapkan sebelumnya perusahaan memang ingin melakukan IPO anak usahanya, yakni PT Summarecon Investment Property. Namun IPO ini ditunda karena pemerintah menerbitkan aturan mengenai KIK DIRE.
"Saat ini kami masih mendalami aturan baru tersebut dan masih belum memutuskan apakah akan ikut KIK DIRE atau tidak," katanya.
Grafik Porsi Recurring Income

Sumber : Perusahaan, Bareksa
((pba))
Sekretaris Perusahaan PT Ciputra Development Tbk, Tulus Santoso mengungkapkan, dalam sosialisasi, pajak 25 persen ini tidak disinggung oleh pemerintah.
"Itu dia, saya bingung karena sewaktu sosialisasi tidak kena pajak, tapi sekarang malah kena pajak capital gain. Saya kira malah kurang menarik kalau seperti ini," katanya.
Ia melanjutkan, saat sosialisasi yang dikenakan pajak adalah pajak final persewaan dan juga BPHTB yang dibayarkan ke Pemerintah Daerah.
Dengan adanya penjualan kepada SPC ini dipastikan nilai asetnya akan meningkat pesat. Apalagi aset-aset yang dibangun cukup lama seperti Citraland Grogol dan juga Citraland Semarang.
"Kedua contoh aset itu nilai bukunya sangat kecil karena dibangun sewaktu harga masih murah. Kalau aset yang baru kami bangun sekarang mungkin harganya tidak jauh berbeda," katanya.
Tulus mengatakan, PPh Badan ini membuat DIRE menjadi tidak menarik lagi bagi perusahaan properti. Pasalnya di negara-negara lain seperti Singapura, Jepang dan Australia tidak memberlakukan pajak seperti ini.
Menurut dia, transaksi yang dilakukan antara perusahaan dengan SPC tidak bersifat transaksional. Ia menilai lebih baik perusahaan melakukan go public daripada harus menerbitkan DIRE.
((pba))
Senada dengan CTRA dan juga SMRA, PT Intiland Development Tbk, Theresia Rustandi, kepada Bareksa.com mengatakan perusahaan punya antusiasme tinggi saat pengumuman DIRE oleh pemerintah.
"Berminat pasti berminat, sewaktu diumumkan oleh pemerintah itu seluruh pengembang sangat bersemangat," katanya.
Namun, adanya capital gain tax, menurut dia, menurunkan minat seluruh perusahaan properti. Pasalnya pajak sebesar 25 persen tersebut membuat kebijakan ini tidak lagi menarik bagi pengembang.
Pemerintah, kata dia, sebaiknya meninjau kembali pajak dalam kebijakan KIK DIRE ini. Jika tidak, insentif DIRE ini akan membuat kebijakan ini kembali mati suri seperti sebelumnya.
"DIRE ini bukan barang baru tetapi kebijakan lama yang keluar tetapi tidak berjalan," katanya.
Untuk itulah, Indonesia harusnya belajar kepada negara tetangga yang DIRE nya sudah berjalan. Jika tidak maka perusahaan properti menerbitkan DIRE karena insentif yang diberikan setengah hati.
Selain itu, Theresia juga menilai pemerintah juga harus melihat dari kacamata pengusaha. Cost of fund di Indonesia saat ini masih sangat tinggi, sedangkan hasil dari penyewaan gedung masih di bawah 10 persen.
Dengan demikian, pengembang yang melakukan penyewaan gedung seperti Intiland harus memberi sesuatu yang menarik kepada konsumen agar mau menaruh uangnya di investasi DIRE.
Berbeda dengan Singapura. Di Singapura cost of fund di bawah lima persen, sedangkan penyewaan gedung bisa menarik keuntungan hingga tujuh persen. Dengan demikian ada selisih keuntungan dua persen sehingga membuat retailer tertarik.
"Inilah yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah. Sudah cost of fund tinggi malah diberikan pajak lagi. Kalau begini bagaimana kita mau membuat DIRE itu menarik untuk calon pembeli," katanya.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
| Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
|---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Obligasi Nusantara autodebet | 1.201,44 | ||||||
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.181,6 | - | - | ||||
Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A | 1.152,06 | - | - | ||||
Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A | 1.047,01 | - | - | - | - | - |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.