BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Jokowi Andalkan NIA untuk Genjot Ekspor. Ini Latar Belakangnya

15 September 2015
Tags:
Jokowi Andalkan NIA untuk Genjot Ekspor. Ini Latar Belakangnya
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan saat peresmian Gerakan Peningkatan Ekspor Tiga Kali Lipat di Terminal Peti Kemas Pelabuhan Soekarno Hatta, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (3/8). Presiden Joko Widodo melepas 27 komoditas ekspor Sulawesi Selatan yang akan dikirim ke-24 negara senilai Rp1,2 triliun. ANTARA FOTO/Sahrul Manda Tikupadang

Salah satu contoh transaksi dengan skema NIA dapat ditemukan di Thailand

Bareksa.com - Jangan terkecoh melihat Neraca Perdagangan Indonesia (NPI). Neraca perdagangan Juli 2015 memang surplus US$1,33 miliar. Bila melihat sepintas, seolah-olah pencapaian neraca perdagangan periode tersebut bagus, padahal tidak sama sekali. (lihat grafis)

Illustration

sumber: www.tradingeconomics.com

Promo Terbaru di Bareksa

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor selama Juli 2015 mencapai US$11,41 miliar, turun 15,53 persen dibanding Juni 2015 (month to month /mtm) dan turun 19,23% dibanding Juli 2014 (year on year /yoy). Sementara, impor pada periode yang sama hanya mencapai US$10,08 miliar, turun 22,36% dibanding Juni 2015 (mtm) dan turun 28,44% dibanding Juli 2014 (yoy). Artinya, surplus neraca perdagangan Juli 2015 bukan prestasi karena lebih cepatnya penurunan impor dibanding ekspor.

Faktanya, seiring lesunya perekonomian global, kinerja ekspor Indonesia selama 12 bulan terakhir juga menunjukkan tren kurang menggembirakan. Sepanjang Agustus 2014 – Juli 2015, rata-rata ekspor Indonesia turun 1,7 persen per tahun, dengan penurunan tertinggi pada Juli 2015 sebesar 15,53 persen. (lihat grafis di bawah ini)

Illustration

sumber: www.tradingeconomics.com

Pemerintah sudah menyadari penurunan kinerja ekspor tersebut. Untuk menggenjot ekspor, pemerintah berupaya mencari terobosan, salah satunya dengan program penguatan pembiayaan ekspor melalui National Interest Account (NIA).

NIA tercantum dalam paket kebijakan ekonomi tahap I yang diluncurkan Presiden Joko Widodo Rabu, 9 September lalu. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)-Indonesian Eximbank yang akan melaksanakan program NIA tersebut.

Pembiayaan Ekspor
Salah satu aspek dalam perdagangan internasional yang perlu mendapat perhatian adalah aspek trade finance berupa pembiayaan, penjaminan dan asuransi ekspor. Bank-bank BUMN, bank swasta nasional, bank swasta asing dan lembaga asuransi dan penjaminan sebenarnya sudah melayani aspek trade finance tersebut.

Namun, ada kalanya eksportir, terutama Usaha Kecil, Mikro dan Menengah (UMKM) memiliki produk layak ekspor (feasible), tetapi tidak layak dibiayai perbankan (unbankable). Walhasil, perbankan atau asuransi tidak bisa mendanai atau memfasilitasi ekspornya.

Agar ekspor tetap bisa berjalan, LPEI-Eximbank-lah yang akan memfasilitasi eksportir seperti itu. Bahkan LPEI-Eximbank bisa saja memfasilitasi eksportir yang tidak layak didanai bank (unbankable) dan juga tidak layak (not feasible), tapi secara dampak makro ekonomi ekspornya dianggap penting oleh pemerintah. LPEI bisa melakukan hal itu karena punya dasar hukum yang diatur Undang-Undang No.2 Tahun 2009.

Lalu apakah NIA itu? Bagaimana mekanismenya?
NIA adalah proses pembiayaan, penjaminan, dan asuransi yang dananya disiapkan pemerintah dan dilaksanakan oleh LPEI-Eximbank. Penugasan kepada LPEI untuk melaksanakan NIA sudah digagas sejak kuartal ketiga 2013. Saat itu, neraca perdagangan Indonesia negatif US$3,7 miliar. Namun, NIA belum terealisasi.

Padahal, NIA penting karena bukan saja bisa mendanai ekspor langsung, tetapi program NIA oleh LPEI bisa juga untuk membiayai proyek-proyek pengembangan kapasitas ekspor, seperti pembangunan pabrik baru, pembangunan infrastruktur transportasi.

Salah satu contoh transaksi dengan skema NIA dapat ditemukan di Thailand. Thai Eximbank membiayai program pemerintah yang dinamakan “Kitchen of the World.” Pemerintah Thailand, melalui Thai Eximbank memberi pembiayaan kepada para wirausahawan Thailand di luar negeri yang ingin membuka restoran Thailand di negara domisilinya. Setiap kredit macet (Non Performing Loan/NPL) yang muncul dari pembiayaan dalam kerangka program NIA dibebankan kepada pemerintah Thailand.

Demi berjalannya program NIA, pemerintahan Presiden Joko Widodo akan segera menderegulasi sejumlah aturan. “Deregulasinya penerbitan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) mengenai pembentukan komite penugasan khusus ekspor,” kata Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution saat membacakan paket kebijakan ekonomi tahap I.

Komite yang anggotanya berasal dari beberapa kementerian/lembaga ini akan bertugas memastikan pelaksanaan NIA berjalan efektif. “Proyek yang terpilih harus memenuhi sejumlah kriteria,” ujar Darmin.

Beberapa kriteria yang lazim digunakan antara lain : tidak dapat dibiayai secara komersil oleh perbankan (high risk), mempunyai prospek pengembangan ekspor jangka panjang; mendorong peningkatan value added dan daya saing produk Indonesia, ditetapkan secara spesifik dan terukur (clear define), serta dilaksanakan dalam suatu periode waktu tertentu (terbatas).

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

autodebet

1.203,47

Up0,44%
Up5,47%
Up9,71%
Up9,85%
Up18,69%
Up8,66%

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.182,49

Up0,46%
Up5,00%
Up8,81%
Up9,05%
--

Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A

1.152,86

Up0,42%
Up4,45%
Up9,61%
Up9,90%
--

Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A

1.045,26

Up1,03%
-----
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua