BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Menteri Sofyan Djalil, Peter Sondakh dan Akuisisi BWPT Oleh Raksasa CPO Malaysia

16 Juni 2015
Tags:
Menteri Sofyan Djalil, Peter Sondakh dan Akuisisi BWPT Oleh Raksasa CPO Malaysia
CEO Rajawali Group Peter Sondakh (kanan) bersama dengan Duta Besar Malaysia Datuk Seri Zahrain Mohamed Hashim (tengah) dan Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil. (Hanum K. Dewi/Bareksa)

FGV mengakuisisi 37% BWPT dari Rajawali senilai $680 juta atau 1,7 kali premium harga pasar.

Bareksa.com - Sebuah sedan hitam mewah berhenti di depan hotel The Ritz-Carlton, kawasan Mega Kuningan, Jakarta pada Jumat sore, 12 Juni 2015. Dari mobil tersebut Peter Sondakh, taipan pemilik konglomerasi Rajawali Corpora turun dan memasuki lobi hotel berbintang lima tersebut. Tak lama berselang, Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil masuk ke lobi hotel yang sama.

Peter Sondakh, orang terkaya Indonesia nomor sembilan versi Majalah Forbes dengan kekayaan $2,3 miliar per tahun 2014, jarang muncul di depan publik meskipun salah satu bisnisnya juga bergerak di bidang media penyiaran, RTV. Namun, kali ini taipan berusia 62 tahun tersebut menyempatkan hadir langsung dalam seremoni penandatanganan kerja sama antara produsen kelapa sawit miliknya, PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT), dengan perusahaan asal Malaysia. Seremoni istimewa tersebut juga dihadiri oleh Menteri Sofyan.

Sofyan, bekas Menteri BUMN itu, bergegas memasuki ruangan seremoni yang sudah disiapkan untuk penandatanganan kerja sama strategis antara Rajawali Corpora dan Felda Global Ventures (FGV), perusahaan perkebunan asal Malaysia.

Promo Terbaru di Bareksa

Jarum jam menunjukkan pukul 17.00 WIB, para petinggi dan tuan rumah pun masuk. Peter berkemeja batik biru ungu duduk di deretan paling depan dekat panggung. Di sebelah kanannya duduk Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Seri Zahrain Mohamed Hashim.

Illustration

Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil (keempat dari kanan) dan Menteri Perdagangan Antarbangsa dan Industri Malaysia Dato Sri Mustapa Mohamed (kelima kanan) bersama Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Seri Zahrain Mohamed Hashim (keempat kiri), jajaran direksi Rajawali Corpora dan FGV. (Hanum K. Dewi/Bareksa)

Menteri Sofyan didaulat memberi sambutan. Sofyan berpidato tentang pentingnya kemitraan antara dua perusahaan yang mewakili dua negara yang bertetangga. Menteri Perdagangan Antarbangsa dan Industri Malaysia Dato Sri Mustapa Mohamed juga mengucapkan sambutan..

Kemitraan Rajawali dan FGC cukup mahal. Seperti tertulis dalam siaran yang dibagikan kepada wartawan, nilainya mencapai $680 juta atau sekitar Rp9 triliun untuk pembelian 37 persen saham PT Eagle High Plantation Tbk, emiten perkebunan sawit tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan kode BWPT. Rajawali akan menjual sebagian dari 65,5 persen kepemilikannya di BWPT kepada FGV dengan uang tunai dan tukar guling saham. Meskipun kepemilikannya berkurang, Grup Rajawali akan tetap memegang kendali atas manajemen BWPT.

Transaksi tersebut terbilang tinggi bila dibandingkan dengan harga saham BWPT pada penutupan perdagangan di bursa efek pada akhir pekan lalu Rp450 per saham. Perusahaan Malaysia tersebut berniat membayar sekitar Rp765 per saham atau premium 1,7 kali dibanding harga pasarnya. Bersamaan dengan itu, FGV juga akan mengakuisisi 95 persen proyek gula milik Rajawali senilai $67 juta.

FGV berdalih bahwa transaksi tersebut merupakan yang terendah bila dibanding tiga transaksi terakhir dalam tiga tahun terakhir di kawasan regional. Hal itu dilihat dari biaya campuran (blended cost) BWPT senilai $17.400 per hektare lahan tertanam, lebih rendah dibanding tiga transaksi FGV sebelumnya. (Baca juga: Felda Tawar BWPT Rp765 per saham)

Produsen sawit terbesar ketiga dunia itu juga berharap dari profil perkebunan BWPT yang masih muda. Sebagai informasi, rata-rata umur tanaman FGV sekitar 15 tahun, sedangkan BWPT hanya 8 tahun. "Ini akan meningkatkan yield dalam jangka dekat dan mengurangi biaya capex yang diperlukan untuk penanaman kembali," kata Dato' Mohd Emir Mavani Abdullah.

Memang, BWPT memiliki lahan luas sebesar 425.000 hektare, yang sebagian besar berada di Kalimantan. Dari angka tersebut, 152.000 hektare sudah ditanami dengan 24 persen belum matang dan 76 persen sudah menghasilkan.

Rajawali pun sependapat tentang mutualisme kemitraan itu karena akan meningkatkan kemampuan teknis dan menciptakan proses transfer pengetahuan seperti bidang teknologi dan pengembangan. "Rajawali memiliki land bank yang luas dan nanti akan dikembangkan oleh FGV," kata Darjoto Setyawan, Managing Director Rajawali Corpora dalam acara penandatanganan perjanjian akuisisi tersebut.

Namun, ternyata pasar tidak setuju dengan pernyataan manajemen perusahaan Malaysia tersebut. Saham FGV di bursa Kuala Lumpur pada penutupan Senin 15 Juni pun anjlok 9,7 persen ke level terendah setelah pengumuman transaksi itu. Bahkan, perusahaan broker Credit Suisse Group AG memangkas rating saham itu menjadi underperform dan CIMB Group Holdings Bhd menilai transaksi itu akan mengikis pendapatan dan meningkatkan utang. Pasalnya, biaya akuisisi tersebut dibiayai oleh utang.

Pasar saham dalam negeri pun bereaksi negatif yang terlihat dari anjloknya saham BWPT kemarin. Emiten yang baru diakuisisi Rajawali melalui backdoor listing tahun lalu tersebut mencatatkan penurunan 13,11 persen menjadi Rp391 per saham.

Sebenarnya, bila dihitung menggunakan valuasi Enterprise Value per hektare (EV/ha), harga saham BWPT Rp440 di pasar pun sudah tergolong mahal dibandingkan dengan emiten sejenis--bahkan jika dibandingkan dengan anak usaha Astra, yaitu PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI). (Baca juga: Wajarkah Harga Penawaran Felda Global Terhadap Saham BWPT Milik Rajawali?)

Sebagai informasi, FGV ini merupakan anak usaha dari Federal Land Development Authority (FELDA) atau Lembaga Kemuajuan Tanah Persekutuan milik pemerintah Malaysia. Artinya, FGV bisa dibilang sebuah BUMN Malaysia yang juga tercatat di bursa saham.

A. Kadir Jasin, jurnalis Malaysia yang pernah memimpin redaksi News Straits Times mengatakan dalam blognya, bahwa pembelian FGV tersebut sebenarnya tidak sejalan dengan arahan pemerintah untuk mengurangi aliran modal ke luar negeri.

Sejumlah kabar mengatakan Peter Sondakh memang akrab dengan Perdana Menteri Mohd Najib Abdul Razak, yang merupakan mentor Grup Felda. Bahkan, kabarnya, Komisaris Utama FGV, yaitu YB Tan Sri Haji Mohd Isa Dato' Haji Abdul Samad, adalah tunjukan langsung sang PM.

PM Najib Razak sendiri sempat terseret kasus penggelapan dana di Malaysia, yang membuat pemerintah harus menanggung utang 1MDB, lembaga investasi negara, senilai RM41,9 miliar atau Rp148 triliun. (Baca juga: Skandal Keuangan Rp148 Triliun Guncang Malaysia, PM Najib Terseret)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

autodebet

1.203,47

Up0,44%
Up5,47%
Up9,71%
Up9,85%
Up18,69%
Up8,66%

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.182,49

Up0,46%
Up5,00%
Up8,81%
Up9,05%
--

Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A

1.152,86

Up0,42%
Up4,45%
Up9,61%
Up9,90%
--

Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A

1.045,26

Up1,03%
-----
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua