BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

BI Tahan Suku Bunga 7,5%; Daya Beli Akan Terganggu

15 April 2015
Tags:
BI Tahan Suku Bunga 7,5%; Daya Beli Akan Terganggu
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowadojo (kedua kanan) didampingi Deputi Gubernur BI mengumumkan suku bunga acuan - (Antarafoto/Puspa Perwitasari)

Selama kuartal pertama 2015, tidak hanya daya beli melemah, penjualan semen dan otomotif juga turun.

Bareksa.com - Bank Indonesia kembali menahan suku bunga acuan di level 7,5 persen dengan lending facility di level 8,00 persen dan deposit facility level 5,50 persen. Kebijakan tersebut dianggap tidak mendukung pertumbuhan ekonomi di saat daya beli masyarakat masih rendah.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan saat ini suku bunga acuan masih terbilang tinggi sehingga daya beli ritel pun ikut terpengaruh.

"Selama kuartal pertama tahun ini daya beli hancur. Penyebabnya apa? Karena suku bunga ditahan terus tinggi," katanya ketika dihubungi Bareksa.com.

Promo Terbaru di Bareksa

Menurutnya, suku bunga yang tinggi menghambat pertumbuhan ekonomi terutama bagi usaha kecil dan menengah, golongan yang harus membayar bunga besar untuk meminjam ke bank. Padahal pemerintah masih ingin menjaga pertumbuhan pada tahun ini.

Berdasarkan rapat dewan gubernur Bank Indonesia pada 14 April 2015, keputusan menahan suku bunga acuan tersebut sejalan dengan upaya mencapai target inflasi 4 persen plus minus 1 persen pada 2015 dan 2016, serta mengarahkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat di kisaran 2,5 hingga 3 persen terhadap PDB dalam jangka menengah.

Sejak Agus Martowardojo diangkat menjadi Gubernur Bank Indonesia pada 23 Mei 2013, suku bunga acuan tetap tinggi dibandingkan dengan kondisi saat Darmin Nasution masih menjabat 2010 hingga 2013.

Grafik Pergerakan Suku Bunga Acuan (BI Rate)

Illustration
Sumber: Bareksa

Di sisi lain, Tutum mengatakan kebijakan bunga tinggi malah berdampak negatif bagi konsumsi dalam negeri yang akhirnya menghambat pertumbuhan. Menurutnya, suku bunga di Indonesia termasuk tinggi bila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.

"Saya perkirakan daya beli secara year-on-year akan turun sekitar 10 persen. Bagaimana hal ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi?" tandasnya.

Perlambatan ekonomi tidak hanya terllihat dari melemahnya daya beli masyarakat, tetapi juga dari penjualan semen dan otomotif yang menurun. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan penjualan mobil domestik di kuartal pertama 2015 turun 14 persen menjadi 282.569 unit dibandingkan 338.500 unit pada periode sama tahun lalu.

Di saat yang sama, penjualan semen domestik juga tercatat turun 3,2 persen dibandingkan perolehan pada periode tiga bulan pertama tahun 2014. Program pembangunan infrastruktur pemerintah ternyata belum mampu mengangkat penjualan di sektor ini.

Tutum dari Aprindo pun mengharapkan pemerintah, termasuk bank sentral dapat menerbitkan kebijakan yang dapat mendorong perekonomian secara nyata, termasuk penurunan suku bunga yang dianggap langkah paling mudah di bidang finansial.

"Kami harap pemerintah dapat membuat kebijakan yang menggerakkan daya beli, dan mendorong ekonomi secara keseluruhan," tutupnya. (qs)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

autodebet

1.203,01

Up0,38%
Up5,34%
Up9,67%
Up9,80%
Up18,64%
Up8,72%

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.182,67

Up0,46%
Up5,00%
Up8,82%
Up9,04%
--

Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A

1.153,01

Up0,41%
Up4,45%
Up9,63%
Up9,89%
--

Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A

1.044,45

Up1,10%
-----
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua