BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Ditengah Merosotnya Rupiah, Akankah Janji Jokowi Ekonomi Tumbuh 8% Hanya Mimpi?

11 Maret 2015
Tags:
Ditengah Merosotnya Rupiah, Akankah Janji Jokowi Ekonomi Tumbuh 8% Hanya Mimpi?
Seorang pedagang jasa penukaran valuta asing menunggu warga yang ingin menukarkan dolar di Kawasan Kwitang, Jakarta, Senin (9/3). Bank Indonesia mematok kurs tengah rupiah ditransaksikan pada level Rp13.047 per dolar AS atau melemah 0,49 persen. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Kerja ekstra dalam peningkatan infrastruktur dan pendalaman pasar finansial jadi syarat utama pertumbuhan ekonomi 8%

Bareksa.com - Pelemahan mata uang rupiah dalam beberapa hari terakhir ini menimbulkan banyak tanda tanya apakah target-target yang dicanangkan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada waktu kampanye dapat terwujud, salah satunya adalah pertumbuhan ekonomi 7 sampai 8 persen di tahun 2019.

Dalam diskusi antara tiga ekonom di Megawati Institute yakni Ekonom Bank BTN sekaligus Dekan Universitas Atmajaya, A. Prasetyantoko, Komisaris Bank Permata, Tony Prasetyantono dan Ekonom dari IPB, Imam Sugema menyebut Pemerintah perlu bekerja ekstra karena selain masalah internal, Indonesia juga sedang menghadapi masalah global.

Bahkan Imam menyebut pertumbuhan ekonomi delapan persen hanya merupakan mimpi. Pasalnya pertumbuhan ekonomi China dan India yang merupakan tujuan ekspor utama Indonesia melambat.

Promo Terbaru di Bareksa

Selain itu Imam menilai kebijakan Bank Indonesia tidak bisa membuat nilai tukar menjadi stabil. Cadangan devisa Indonesia terus mengalami peningkatan ditengah merosotnya nilai tukar yang menunjukan BI tidak banyak melakukan intervensi ke pasar. (baca juga: Rupiah Malah Ambrol Ke Rp13.000/USD Setelah Jokowi Jadi Presiden, Kenapa?)

Berdasarkan data Bareksa, cadangan devisa bulan Januari 2015 naik menjadi $114,2 miliar dibanding akhir Desember 2014 $111,9 miliar.

Grafik Cadangan Devisa (Dlm $ Juta) Periode 2007-2015

Illustration

Sumber: Bareksa.com

Imam juga melihat pemerintah tidak siap untuk menjaga inflasi. "Harga beras yang melonjak juga menunjukan tanda ketidaksiapan pemerintah menghadapi musim kering," katanya.

Sementara itu Prasetyantoko menyebut Pemerintah harus meningkatkan produktifitas dari manufaktur untuk memindahkan ketergantungan ekspor komoditas. Di sektor keuangan perlu adanya pendalaman pasar finansial untuk menjaga likuiditas agar pergerakan rupiah tidak berfluktuatif. Ini juga berguna untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemodal asing.

"Kita bisa tumbuh delapan persen di 2019, tetapi dibutuhkan reformasi struktural yang progresif di sektor riil & keuangan," kata Prasetyantoko.

Sementara itu ekonom, Tony Prasetyantono, mengatakan pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,7 persen yang dicanangkan dalam APBN juga sulit tercapai.

"Mungkin di 5,5 persen didorong beberapa engine diantaranya penghapusan subsidi dan pembangunan infrastruktur," kata Tony. (np)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

autodebet

1.203,01

Up0,38%
Up5,34%
Up9,67%
Up9,80%
Up18,64%
Up8,72%

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.182,67

Up0,46%
Up5,00%
Up8,82%
Up9,04%
--

Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A

1.153,01

Up0,41%
Up4,45%
Up9,63%
Up9,89%
--

Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A

1.044,45

Up1,10%
-----
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua