Prospek Pasar Obligasi Kuartal Ketiga, Surat Utang Indonesia Masih Menarik
Syailendra Capital melihat ada risiko supply-demand imbalance pada obligasi pemerintah hingga tahun depan
Syailendra Capital melihat ada risiko supply-demand imbalance pada obligasi pemerintah hingga tahun depan
Bareksa.com - Tidak terasa tahun 2020 sudah masuk ke kuartal ketiga, sementara ekonomi global masih terdampak pandemi virus corona Covid-19. Meski banyak perkembangan ekonomi yang berpengaruh pada pergerakan pasar modal dan investasi, pasar obligasi negara Indonesia dipandang masih cukup menarik.
Syailendra Capital dalam monthly bulletin September 2020 menyebutkan beberapa hal yang berpengaruh pada perkembangan pasar obligasi Indonesia, seperti penerbitan surat utang negara (SUN) dan kebutuhan pembiayaan anggaran, imbal hasil (yield) dibandingkan negara tetangga, kepemilikan Surat Berharga Negara, dan suku bunga acuan.
Pertama, berkaitan dengan target penerbitan Surat Berharga Negara oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Syailendra menilai penerbitan SBN masih sesuai rencana tetapi realisasi belanja masih jauh dari target.
Promo Terbaru di Bareksa
Penerbitan obligasi negara masih berada sesuai dengan target defisit fiskal pada level 6,2 persen tahun ini. Realisasi penerbitan SBN per akhir Agustus 2020 masih setara dengan rata-rata penerbitan dalam beberapa tahun terakhir.
Grafik Perbandingan Penerbitan SBN terhadap Target Tahunan
Catatan: WO adalah skenario bila BI tidak membeli di pasar perdana
Sumber: DJPPR, Syailendra Research
"Namun, realisasi belanja pemerintah masih jauh dari target, per bulan Juli 2020 belanja negara baru menyentuh 31,8 persen dari target. Pemerintah sudah berencana mempercepat belanja negara pada semester kedua 2020 terutama untuk belanja sosial," tulis Syailendra Capital Monthly Bulletin September 2020 yang telah dibagikan kepada investor.
Kedua, imbal hasil bersih (real yield) obligasi negara Indonesia menurut Syailendra lebih menarik dibandingkan dengan obligasi serupa di negara berkembang lain (peers). Hal ini bisa dilihat dengan membandingkan yield to maturity (YTM) obligasi negara bertenor 10 tahun Indonesia dengan Peers.
Tabel Perbandingan Yield Obligasi Indonesia vs Peers
Sumber: Bloomberg, Syailendra Research
Seperti terlihat di dalam tabel, YTM obligasi Indonesia 10 tahun sebesar 7 persen, sementara inflasi sebesar 1,3 persen, sehingga real yield Indonesia 5,6 persen. Angka 5,6 persen ini menarik dibandingkan negara berkembang lainnya terutama di Asia Tenggara.
Sebagai perbandingan, negara lain dengan real yield yang relatif tinggi adalah Afrika Selatan (5,9 persen), Brasil (4,9 persen) dan Malaysia (3,9 persen). Catatan, real yield Malaysia terlihat tinggi karena di negara tersebut terjadi deflasi, bukannya inflasi.
Ketiga, target penerbitan SBN dalam rancangan anggaran penerimaan dan belanja negara 2021 (RAPBN 2021), sebesar Rp1.496 triliun yang tidak berbeda jauh dibandingkan tahun 2020 yang sebesar Rp1.533 triliun.
Pemerintah menargetkan defisit fiskal pada level 5,5 persen untuk tahun 2021, lebih rendah dibandingkan perkiraan tahun ini di 6,3 persen. Sementara itu, pemerintah menyatakan tetap akan mengikutsertakan Bank Indonesia sebagai standby buyer penerbitan SBN di pasar perdana hingga tahun 2022.
Keempat, bila dilihat dari porsi kepemilikan SBN saat ini, perbankan terus membeli SBN semakin banyak dan Bank Indonesia juga terus memberikan dukungan. Perbankan kembali menambah porsi kepemilikan baru di bulan Agustus 2020 sebesar Rp212 triliun dan BI menambah Rp269 triliun.
Investor asing juga membeli tetapi hanya bertambah sekitar Rp20 triliun per Agustus 2020 bila dibandingkan dengan Maret 2020. Sedangkan pada pasar Surat Berharga Syariah Negara, investor lokal perbankan dan reksadana masih melakukan akumulasi pembelian pada bulan Agustus 2020.
Kelima, data suku bunga JIBOR dan Operasi Pasar BI menunjukkan suku bunga yang rendah mendorong perbankan memilih obligasi negara. Suku bunga JIBOR masih berada dalam tren penurunan, dan lebih rendah dari posisi Maret 2020.
Nominal Open Market Operation Bank Indonesia yang dimenangkan cenderung menurun. "Demi menjaga level imbal hasil, hal ini mendorong perbankan untuk menempatkan dana investasi mereka di instrumen lain, antara lain di SBN tenor pendek," tulis Syailendra.
Terakhir, satu indikator yang juga dicermati oleh Syailendra adalah kurva obligasi negara Amerika Serikat (US Treasury) setelah resesi. Berdasarkan data historis, selisih yield obligasi pemerintah AS tenor 2-10 tahun mengalami kenaikan selama dan sesudah terjadinya resesi. Fenomena ini disebut yield curve steepening.
Yang terjadi pada periode-periode sebelumnya adalah imbal hasil obligasi tenor rendah mengalami penurunan atau cenderung lebih stabil dibandingkan dengan obligasi tenor panjang.
Maka dari itu, Syailendra memberikan pandangan outlook pasar obligasi dengan risiko pasokan dan permintaan yang tidak seimbang (supply-demand imbalance). Permintaan signifikan dari investor asing belum terlihat. Imbal hasil (yield) diperkirakan masih memiliki ruang untuk turun.
Level kepemilikan asing masih dalam tren penurunan dan berada di sekitar 28 persen, bahkan ketika USDIDR sudah menyentuh level Rp14.700 per dolar AS dan imbal hasil obligasi 10 tahun di 6,9 persen.
Grafik Pergerakan Yield, Kepemilikan Asing dan Kurs Rupiah/Dolar
Sumber: Bloomberg, Syailendra Research
"Kami melihat ada risiko supply-demand imbalance pada obligasi pemerintah hingga tahun depan. Hal ini berpotensi menyebabkan kenaikan level imbal hasil dalam jangka waktu pendek-menengah," tulis Syailendra.
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berkebalikan dengan harga obligasi di pasar. Bila yield obligasi menurun mengindikasikan harga naik di pasar seiring dengan banyaknya permintaan.
***
Ingin berinvestasi sekaligus bantu negara?
Pemesanan SR013 secara online di Bareksa hanya bisa dilakukan pada masa penawaran 28 Agustus - 23 September 2020. Belum memiliki akun Bareksa tetapi ingin berinvestasi SBN? Segera daftar melalui aplikasi Bareksa sekarang, gratis hanya dengan menyiapkan KTP dan NPWP (opsional).
Bagi yang sudah punya akun Bareksa untuk reksadana, lengkapi data berupa rekening bank untuk mulai membeli SBN di Bareksa. Bagi yang sudah pernah membeli SBR, ORI atau Sukuk di Bareksa sebelumnya, Anda bisa menggunakan akun di Bareksa untuk memesan SR013.
PT Bareksa Portal Investasi atau bareksa.com adalah mitra distribusi resmi Kementerian Keuangan untuk penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ritel secara online. Selain proses registrasi dan transaksi sangat cepat dan mudah, Anda juga dapat memantau investasi Anda dari mana saja dan kapan saja.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah | 1.365,39 | 0,78% | 3,86% | 6,20% | 7,90% | 18,56% | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.830,22 | 1,10% | 3,97% | 5,83% | 7,51% | 17,35% | 41,91% |
STAR Stable Amanah Sukuk | 1.069,4 | 0,78% | 3,81% | 6,07% | - | - | - |
Insight Renewable Energy Fund | 2.244,77 | 0,70% | 3,52% | 5,34% | 6,93% | 19,53% | 35,46% |
Reksa Dana Syariah Syailendra Tunai Likuid Syariah | 1.157,86 | 0,30% | 2,45% | 3,83% | 4,99% | 14,18% | - |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.