Trump Pangkas Tarif untuk RI Jadi 19% dan BI Rate Turun Jadi 5,25%, Ini Rekomendasi Investasinya
Investor bisa mencermati saham emiten terkait tarif AS dan sensitif suku bunga BI, serta beberapa produk reksadana indeks

Investor bisa mencermati saham emiten terkait tarif AS dan sensitif suku bunga BI, serta beberapa produk reksadana indeks
Bareksa.com - Pasar modal Tanah Air dibayangi 2 sentimen besar hari ini. Pertama, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Selasa malam WIB (15/7), mengumumkan telah mencapai kesepakatan perdagangan dengan Indonesia, yakni barang-barang Indonesia yang masuk ke AS terkena tarif 19%. Namun, sebaliknya Indonesia tidak diperbolehkan memberlakukan tarif apa pun pada produk impor dari AS. Indonesia juga berkomitmen membeli produk energi AS senilai US$15 miliar, produk pertanian US$4,5 miliar, dan 50 pesawat jet Boeing.
Kedua, Bank Indonesia (16/7) kembali memutuskan pemangkasan suku bunga acuan 25 basis poin (0,25%) menjadi 5,25%. Ini merupakan pemangkasan kedua, setelah pada Mei lalu, BI menurunkan bunga acuan 0,25% jadi 5,5%.
Menurut riset Ciptadana Sekuritas Asia (16/7), tarif 19%, yang lebih rendah dari yang awalnya diusulkan sebesar 32%, diperkirakan akan meredakan kekhawatiran investor dan menghasilkan sentimen pasar yang positif. Namun, surplus perdagangan Indonesia dengan AS mungkin akan mengalami penyempitan. Karena itu, sangat penting bagi Indonesia untuk mendiversifikasi tujuan ekspornya agar dapat mempertahankan surplus neraca perdagangan secara keseluruhan.
Promo Terbaru di Bareksa
Kesepakatan perdagangan terbaru antara Indonesia dan AS disebut sebagai “kesepakatan berat” oleh Trump, dan dinilai sangat menguntungkan pihak AS. Menurut Harry Su, Managing Director Research & Digital Production PT Samuel Sekuritas Indonesia, Indonesia membuka penuh akses pasarnya, sementara keuntungan ekspor RI ke AS tidak banyak berubah karena tarif tetap dibayar oleh konsumen AS.
“Masalah utama terletak pada potensi masuknya produk AS dengan tarif nol persen. Jika produk seperti ayam dan jagung AS bebas masuk, hal ini bisa mematikan industri lokal karena pelaku usaha unggas dan petani RI tidak mampu bersaing dari sisi biaya,” dia mengungkapkan.
Selain itu, ada juga risiko hubungan dengan Tiongkok sebagai mitra dagang dan investor terbesar Indonesia.
Emiten Eksportir dan Importir
Dengan kombinasi sentimen pemangkasan tarif Trump dan BI Rate, apa dampak ke pasar modal dan bagaimana strategi investasi yang harus diterapkan investor?
Menurut Tim Analis Bareksa, tarif ekspor AS yang lebih rendah dari sebelumnya 32% menjadi 19%, berpotensi menjadi sentimen positif bagi beberapa emiten RI yang berorientasi ekspor ke Negara Paman Sam. Beberapa emiten tersebut seperti perusahaan manufaktur ban PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) dan perusahaan pengolahan udang PT Panca Mitra Multiperdana Tbk (PMMP).
Pada kuartal I 2025, ekspor ke AS menyumbang 42% dari total ekspor GJTL atau sekitar Rp403,5 miliar, turun dari 53% tahun lalu. Total ekspor GJTL mencapai Rp980 miliar (22% dari total penjualan), sedangkan pasar domestik mendominasi dengan kontribusi 78% atau Rp3,42 triliun. Secara keseluruhan, penjualan GJTL mencapai Rp4,4 triliun.
Grafik: Distribusi Penjualan GJTL
Grafik: Segmen Pasar Ban GJTL
Sumber: materi PE GJTL
Adapun PMMP belum menyampaikan laporan keuangan terbarunya. Hingga September 2024, perusahaan terafiliasi Kaesang ini mengekspor udang beku ke AS senilai US$42,33 juta, atau menyumbang 66,8% dari total penjualan US$63,37 juta.
Emiten lain yang juga berorientasi ekspor ke AS ialah perusahaan furnitur PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD). Pada 2024,segmen penjualan ekspor ke AS mencapai Rp2,52 triliun, atau berkontribusi 90,27% terhadap total penjualan WOOD yang senilai Rp2,79 triliun.
Segmen Pasar Penjualan WOOD
Sumber: AR WOOD
Tim Analis Bareksa menilai dengan tarif nol persen untuk produk-produk dari AS, maka beberapa emiten yang berpotensi impor ialah perusahaan pakan ternak PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) dan PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) untuk komoditas jagung. Perusahaan makanan olahan seperti PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) berpeluang impor gandum, serta PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) dan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) berpotensi impor gadget elektronik.
Saham-saham Sensitif BI Rate
Kombinasi penurunan tarif trump dan BI Rate disambut antusias pelaku pasar. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau menghijau sejak pembukaan perdagangan Rabu (16/7). Hingga pukul 15.47 WIB, IHSG naik 0,9% atau bertambah 64 poin menjadi 7.204,86, atau sudah menembus level 7.200-an.
Menurut Tim Analis Bareksa, saham-saham yang sensitif terhadap suku bunga seperti perbankan dan properti mencatat kenaikan. Contohnya saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang naik di atas 1% hingga Rabu siang. Kemudian saham PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) dan PT Ciputra Development Tbk (CTRA) pada hari sebelumnya juga menguat hingga 5% dan 4,8%. Sehingga, investor saham juga bisa mencermati saham-saham di sektor tersebut.
Prospek Reksadana Indeks
Kemudian, menurut Tim Analis Bareksa, investor dengan profil risiko agresif juga perlu mencermati beberapa produk reksadana indeks yang memiliki porsi cukup besar di saham perbankan dan saham kapitalisasi besar seperti:
- Maybank Financial Infobank15 Index Fund Kelas N
- Avrist IDX30
- Syailendra MSCI Indonesia Value Index Fund Kelas A
Rekomendasi ini mempertimbangkan, saham Big Banks dan Big Caps yang masih tergolong undervalued dibandingkan IHSG. Dari sisi teknikal, level resistance terdekat IHSG berada di 7.250. Jika kuat menembus level ini diiringi dengan nilai transaksi yang tinggi, maka ada potensi melanjutkan penguatan ke level 7.500 atau upside sekitar 4% dari level saat ini di 7.200.
Grafik: Perbandingan IHSG dan Indeks Saham
Sumber: Investing.com, diolah Tim Analis Bareksa
Tercatat, sejak bulan Juni, IHSG mulai naik lebih tinggi dibandingkan indeks saham lainnya seperti indeks sektor keuangan (IDX Finance), indeks Sri Kehati, ataupun MSCI Indonesia. Artinya, saham bank besar, serta saham berkapitalisasi besar lainnya masih punya ruang lebih besar untuk mengejar ketertinggalan kinerja.
Apalagi, jika investor asing mulai kembali masuk di saham-saham tersebut, maka akan semakin mendorong kinerja atau berpotensi mendorong saham Big Caps rebound.
Namun Tim Analis Bareksa mengingatkan agar investor tetap mencermati kinerja fundamental emiten dari saham-saham tersebut dan selalu berinvestasi sesuai profil risiko dan target keuangannya. Sebab, kinerja fundamental emiten yang baik biasanya menghasilkan kenaikan saham yang lebih sustain.
Investasi Saham di Bareksa
Super app investasi, Bareksa telah meluncurkan fitur Bareksa Saham bekerja sama dengan PT Ciptadana Sekuritas Asia pada Kamis (9/11/2023), di Jakarta. Fitur investasi saham ini melengkapi pilihan produk investasi di Bareksa sebelumnya, yakni reksadana, Surat Berhaga Negara hingga emas. Peluncuran fitur saham seiring target Bareksa mewujudkan misi menjadi satu aplikasi untuk semua investasi.
Dengan begitu, nasabah atau investor Bareksa bisa berinvestasi di beragam instrumen investasi dalam satu genggaman tangan di layar ponsel melalui aplikasi Bareksa. Pengguna bisa berinvestasi sesuai kebutuhan dan profil risikonya guna mencapai target keuangan atau kemerdekaan finansialnya.
(Sigma Kinasih CTA, CFP/Christian Halim/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di saham dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli saham klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi Bareksa di App Store
- Download aplikasi Bareksa di Google Playstore
- Belajar investasi, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Bareksa membuat informasi ini dari materi dan sumber-sumber terpercaya, serta tidak dipengaruhi pihak manapun. Informasi ini bukan merupakan ajakan, ataupun paksaan untuk melakukan transaksi dan Bareksa tidak memberikan jaminan atas transaksi yang dilakukan.
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
| Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
|---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Obligasi Nusantara autodebet | 1.199,47 | ||||||
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.180,11 | - | - | ||||
Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A | 1.150,79 | - | - | ||||
Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A | 1.033,05 | - | - | - | - | - |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.