Dampak Devaluasi Yuan Terhadap Emiten Kecil, Kenapa?
IHSG melemah lebih disebabkan ekonomi yang tidak pasti
IHSG melemah lebih disebabkan ekonomi yang tidak pasti
Bareksa.com - Bank Sentral China (PBoC) memutuskan melemahkan nilai tukar (devaluasi) mata uangnya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hampir 2 persen untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Pada saat yang bersamaan, dolar AS pun menjadi semakin kuat dan akibatnya rupiah terdepresiasi.
Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo menjelaskan devaluasi yuan memang berdampak bagi sejumlah emiten, termasuk perusahaan yang memiliki utang dalam dolar tetapi berpendapatan rupiah.
"Biasanya hal ini berdampak pada emiten yang miliki obligasi dolar, bahan baku impor tetapi pendapatan utamanya dalam rupiah," ujarnya kepada Bareksa.com (11/8/2015).
Promo Terbaru di Bareksa
Dia menyebutkan emiten yang menjual barang impor termasuk PT Mitra Adi Perkasa Tbk (MAPI). Selain itu, emiten yang mengimpor bahan baku termasuk pakan ternak, yaitu PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA). Di sisi lain, emiten yang berpendapatan rupiah tetapi memiliki utang dolar, termasuk PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) dan PT Indosat TBk (ISAT).
Namun, Satrio melanjutkan, dampak devaluasi yuan tersebut tidak terlalu signifikan bagi Indonesia. Pasalnya, perdagangan Indonesia dengan China sudah mulai menurun, sehingga impor dari Negeri Panda itu kecil. Ekspor batu bara dari Indonesia ke China pun semakin berkurang karena permintaan yang terbatas.
Sebagai salah satu contoh, produsen batu bara nasional PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mencatat memang China merupakan pelanggan ekspor terbesar perseroan dengan porsi 21 persen dari penjualan. Namun, dalam presentasinya ADRO menjelaskan bahwa rata-rata perjanjian jual beli batu bara perseroan adalah lima tahun dan 70 persennya berdasarkan negosiasi. Maka dari itu, devaluasi yuan ini tidak berpengaruh signifikan dalam jangka pendek.
Grafik Porsi Pelanggan ADRO Kuartal I-2015

Sumber: Presentasi ADRO Juni 2015
Sementara itu, devaluasi yuan memang membawa nilai tukar rupiah terdepresiasi lebih dalam terhadap dolar AS. Pada perdagangan hari ini (Selasa, 11 Agustus 2015) pun, nilai tukar sempat mencapai Rp13.570 per dolar AS.
Penurunan IHSG
Seiring dengan pelemahan rupiah, indeks harga saham gabungan (IHSG) juga meluncur turun 2,15 persen ke level 4.646,95, level terendah dalam 1,5 tahun pada perdagangan sesi pertama hari ini. Bahkan, pelemahan IHSG merupakan yang terbesar dibanding indeks saham regional. Baca juga: Devaluasi Yuan Sebabkan IHSG Tersungkur 2,15 persen di Sesi I
Satrio menjelaskan bahwa penurunan IHSG lebih disebabkan oleh faktor ekonomi Indonesia yang melambat dan ketidakpastian global. Ekonomi Indonesia yang terlihat dari pertumbuhan PDB pun melambat menjadi 4,6 persen pada kuartal kedua, lebih lambat dibanding kuartal pertama 4,71 persen.
Dia menjelaskan bahwa tekanan jual asing sudah terjadi sejak pekan lalu. Berdasarkan data, sudah terjadi outflow sebesar Rp10,09 triliun sejak awal tahun hingga 10 Agustus 2015.
Grafik Aliran Investasi Asing Dalam Ekuitas

Sumber: Bareksa.com
Kemarin, salah satu pejabat The Fed memberi sinyal akan kembali menunda kenaikan suku bunga acuan di negeri adidaya itu. Dengan tertundanya kenaikan ini, ekonomi Indonesia semakin tidak pasti.
"Ekonomi kita semakin tidak pasti. Apalagi Bank Indonesia, Menko (Ekonomi) juga mengatakan menunggu kenaikan suku bunga AS. Kalau menunggu negara lain, kapan ekonomi kita mau tumbuh?"
Dia juga memberi pandangan pesimis bagi prospek IHSG tahun ini karena belum tahu sejauh mana titik terendah penurunan indeks ini. Secara teknikal, support IHSG berada di kisaran 4.550 - 4.650, meski bukan memastikan bottom dari penurunan kali ini.
Masalah perlambatan ekonomi ini akan memberi dampak ke semua sektor. Akan tetapi, menurut Satrio, sektor yang akan mengalami pemulihan lebih dulu adalah yang paling terpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu perbankan dan konsumer. "Selain itu, pemerintah juga mendorong infrastruktur sehingga sektor ini akan rebound paling cepat setelah ekonomi kembali tumbuh."
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
| Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
|---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Obligasi Nusantara autodebet | 1.203,47 | ||||||
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.182,49 | - | - | ||||
Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A | 1.152,86 | - | - | ||||
Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A | 1.045,26 | - | - | - | - | - |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.