BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Manulife AM: Tantangan Ekonomi Global 2023, Ini Saran Atur Portofolio Investasi

Hanum Kusuma Dewi26 Desember 2022
Tags:
Manulife AM: Tantangan Ekonomi Global 2023, Ini Saran Atur Portofolio Investasi
Katarian Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI). (Bareksa/Hanum)

Manulife AM memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat mencapai level 8040

Bareksa.com - Pertumbuhan ekonomi dunia terus direvisi turun sepanjang 2022 dibayangi berbagai dinamika pasar global. PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) memiliki pandangan sendiri mengenai ekonomi global dan potensinya untuk portofolio investasi.

Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist MAMI dalam keterangan tertulis menjelaskan bahwa kondisi di 2023 masih akan dipengaruhi oleh dinamika dari tahun 2022.

"Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2023 diperkirakan melemah sebagai dampak pengetatan likuiditas global secara agresif di 2022, karena terdapat dampak tertunda dari kenaikan suku bunga terhadap ekonomi," ujar Katarina dalam Ulasan Pasar - Seeking Alpha Desember 2022.

Promo Terbaru di Bareksa

Selain itu, kawasan negara maju akan merasakan dampak pelemahan yang lebih besar karena kenaikan suku bunga yang lebih agresif dan inflasi tinggi di 2022. Oleh karena itu kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan berada pada level sangat rendah di 2023 dan juga terdapat risiko resesi ekonomi di kawasan negara maju.

Positifnya, kawasan Asia diperkirakan menjadi penyeimbang. Alasannya, risiko resesi negara-negara di kawasan Asia lebih rendah karena kenaikan suku bunga yang lebih kecil di 2022 dan inflasi yang relatif lebih terkendali.

Kawasan Asia tidak terpapar masalah energi seberat di Eropa atau inflasi sektor tenaga kerja di AS. Selain itu ekonomi Asia juga ditopang oleh ekspektasi pulihnya ekonomi China seiring dengan pelonggaran kebijakan Zero Covid.

Kebijakan Suku Bunga Global

Inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga yang agresif dipandang sebagai faktor utama yang menyebabkan melemahnya pertumbuhan ekonomi. Manulife AM melihat arah kebijakan suku bunga global di 2023 akan terpengaruh tekanan inflasi yang melandai.

Katarina menyampaikan, kenaikan suku bunga yang tinggi dan juga pengetatan kuantitatif yang dilakukan bank sentral Amerika dan Eropa akan mulai berdampak pada tingkat permintaan dan membantu menahan laju inflasi. Selain itu dari sisi suplai juga sudah terlihat adanya perbaikan rantai pasokan serta turunnya harga pangan dan komoditas yang akan mengurangi tekanan inflasi.

Walau demikian, tingkat inflasi 2023 akan tetap relatif lebih tinggi dibandingkan rata-rata historis, dipengaruhi faktor non-regular seperti konflik Rusia-Ukraina dan inflasi sektor jasa yang relatif sticky karena beralihnya permintaan dari barang menuju jasa pasca pandemic.

"Seiring dengan tekanan inflasi yang mereda dan pertumbuhan ekonomi yang melemah, kami melihat siklus kenaikan suku bunga bank sentral sudah mendekati puncaknya. Fokus berbagai bank sentral dunia ke depannya akan beralih menjadi lebih holistik dengan mempertimbangkan pengendalian inflasi dan kondisi ekonomi secara keseluruhan. Kami memperkirakan puncak dari kenaikan suku bunga The Fed akan terjadi di paruh pertama 2023 dan bertahan hingga akhir tahun."

Baca juga : Bareksa Insight: PPKM Akan Berakhir, Reksadana Ini Bisa Kena Imbas Positif

Rencanakan Investasimu di Reksadana, Klik di Sini

Potensi Ekonomi Asia

Lebih lanjut mengenai ekonomi Asia, Katarina menjelaskan kawasan ini menjadi penyeimbang bagi ekonomi global di tengah risiko resesi ekonomi di kawasan negara maju. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa ekonomi Asia diuntungkan dalam kondisi kebijakan moneter Amerika Serikat pada level stabil atau akomodatif, serta ekonomi China yang kuat.

Kebijakan suku bunga Amerika yang stabil cenderung positif bagi arus dana ke Asia, sementara ekonomi China yang kuat akan berdampak positif pada perdagangan dan ekonomi Asia karena China merupakan partner dagang utama bagi kebanyakan negara Asia. Di 2022, kedua faktor ini tidak suportif bagi Asia, karena ada kenaikan suku bunga Amerika yang agresif dan ekonomi China yang melemah.

"Pada 2023 kami melihat kedua faktor ini dapat menjadi lebih suportif, di mana suku bunga AS diperkirakan sudah memuncak dan lebih stabil, serta ekonomi China dapat membaik seiring pembukaan kembali ekonomi. Oleh karena itu kami melihat masih terdapat peluang di kawasan Asia di tengah risiko resesi ekonomi di kawasan negara maju."

Outlook Ekonomi Indonesia

Mengenai ekonomi Indonesia, di tengah pelemahan ekonomi global, Manulife AM memandang hal ini disebabkan sejumlah faktor. Pertumbuhan PDB 2023 diperkirakan sedikit lebih rendah dibandingkan 2022, terdampak kenaikan suku bunga, normalisasi harga komoditas dan perlambatan ekonomi global yang menekan ekspor.

Meskipun demikian, pertumbuhan Indonesia masih relatif stabil dan cukup jauh dari kemungkinan resesi yang diperkirakan terjadi di kawasan negara maju. Ekonomi Indonesia masih tertopang oleh konsumsi domestik yang terjaga, di mana konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50 persen terhadap pertumbuhan ekonomi.

"Kenaikan UMR yang tinggi untuk 2023 menjadi salah satu faktor yang dapat mendukung daya beli konsumen di tahun depan. Secara keseluruhan kami memperkirakan pertumbuhan PDB 2023 di kisaran 4,5% - 5,0%," terang Katarina.

Suku Bunga BI

Berkaitan dengan suku bunga acuan, Bank Indonesia menaikkan suku bunga secara agresif di 2022. Namun, Manulife AM melihat tren kenaikan suku bunga ini akan berbeda di 2023.

Katarina memandang Bank Indonesia sudah mendekati puncak dari siklus kenaikan suku bunganya. Dari sisi inflasi tingkat inflasi berpotensi menjinak di 2023 karena efek dari normalisasi harga pangan dan minyak dunia, serta redanya dampak kenaikan harga BBM.

"Selain itu ekspektasi kenaikan suku bunga Amerika yang lebih terbatas akan mengurangi tekanan bagi BI untuk menaikkan suku bunga. Oleh karena itu kami melihat Bank Indonesia akan mencapai puncak suku bunganya di paruh pertama 2023, di kisaran 5,50% - 5,75%, dan kemudian bertahan di level tersebut hingga akhir tahun," jelasnya.

Baca juga Bareksa Flash: Bunga Acuan BI Naik ke 5,5%, Ini Rekomendasi Investasi Reksadana

Investasi Reksadana di Sini

Tahun Pemilu

Tahun 2023 merupakan tahun Pemilu menjelang pagelaran Pilpres di Februari 2024. Manulife AM memandang terdapat data menarik di mana secara historis perputaran uang di masa-masa pemilu cenderung meningkat dan penjualan ritel naik dua kuartal menjelang pemilu.

"Jadi kami melihat periode Pemilu dapat berdampak positif pada konsumsi rumah tangga. Tentunya ini menjadi hal positif bagi ekonomi Indonesia yang memang bergantung pada konsumsi domestiknya. Terlebih, di tahun 2024 mendatang pemilu presiden dan legislatif dilakukan serentak, membuat belanja pemilu dapat lebih tinggi dari biasanya dan memberikan dampak positif lebih besar bagi konsumsi."

Potensi Obligasi dan Saham Indonesia 2023

Sepanjang 2022, kinerja pasar obligasi tertekan oleh tren kenaikan suku bunga. Akan tetapi pada 2023, masih ada potensi pasar obligasi dan saham Indonesia.

Katarina menjelaskan kurva imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia mengalami kenaikan di semua tenor, memberikan tantangan bagi kelas aset obligasi. Sebagai catatan, yield berbanding terbalik dengan harga sehingga kenaikan yield menekan harga obligasi.

"Untuk 2023, kami melihat ada potensi perbaikan iklim pasar obligasi didukung tekanan kenaikan suku global yang sudah berkurang. Kami juga melihat potensi kembalinya investor asing ke pasar obligasi Indonesia di 2023 seiring dengan pulihnya selera investasi setelah tekanan kenaikan suku bunga dan penguatan USD mereda," jelas Katarina.

Di akhir tahun 2022 sudah terlihat investor asing kembali masuk ke pasar obligasi Indonesia, setelah sepanjang tahun terus mencatat jual bersih. Pada tahun 2023, Manulife AM memperkirakan imbal hasil obligasi pemerintah 10-tahun di kisaran 6,50% - 6,75%.

Pasar saham Indonesia mencatat kinerja yang baik di 2022, mengungguli kinerja pasar saham global dan regional, didukung stabilitas kondisi makroekonomi domestik.

"Untuk 2023 kami memandang stabilitas makroekonomi Indonesia masih akan menjadi faktor pendukung bagi pasar saham. Terutama apabila kita bandingkan secara relatif dengan berbagai negara lain yang pertumbuhan ekonominya dapat tertekan," katanya.

Selain itu potensi perbaikan selera investasi terhadap pasar Asia juga dapat berimbas positif bagi pasar saham Indonesia yang juga akan mendapat inflow dana asing. Pada akhir tahun 2023, Manulife AM memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat mencapai level 8040.

Strategi Investasi 2023

Memasuki tahun 2023, Manulife AM juga membagikan strategi investasi portofolio investor, mengingat masih terdapat tantangan bagi investor di 2023.

Volatilitas pasar diperkirakan tetap tinggi karena pasar masih akan terus memperhatikan arah kebijakan suku bunga dan juga seberapa dalam pelemahan ekonomi yang dapat terjadi di 2023.

"Oleh karena itu kami menyarankan investor untuk melakukan diversifikasi investasi dengan memiliki eksposur di aset yang dapat menawarkan potensi pertumbuhan tinggi seperti saham dan juga aset yang menawarkan stabilitas seperti obligasi," jelas Katarina.

Terakhir, dia berpesan bahwa diversifikasi menurunkan risiko volatilitas dan memberi fleksibilitas bagi investor untuk tetap berinvestasi di pasar namun tetap dapat memanfaatkan peluang ketika terjadi volatilitas pasar.

Baca juga Bareksa Insight : Pekan Terakhir Window Dressing 2022, Ini Potensi Cuan Investasi Emas dan Reksadana

Segera Investasi di Reksadana Sekarang, Klik di Sini

(hm)

***

Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store​
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS

DISCLAIMER

Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.


Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.311,31

Down- 0,02%
Up3,54%
Up0,02%
Up5,67%
Up18,13%
-

Capital Fixed Income Fund

1.766,74

Up0,56%
Up3,41%
Up0,02%
Up7,34%
Up17,26%
Up43,41%

STAR Stable Income Fund

1.917,73

Up0,52%
Up2,95%
Up0,02%
Up6,35%
Up30,73%
Up60,39%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.750,18

Down- 0,68%
Up3,54%
Up0,01%
Up4,21%
Up18,57%
Up46,98%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.034,18

Down- 0,40%
Up1,62%
Up0,01%
Up2,52%
Down- 2,29%
-

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua