BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Kondisi Pasar Saham dan Obligasi Masih akan Bergejolak, Ini Beberapa Faktornya

Bareksa19 Oktober 2018
Tags:
Kondisi Pasar Saham dan Obligasi Masih akan Bergejolak, Ini Beberapa Faktornya
Pelajar melihat monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (13/9). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Stabilitas nilai tukar adalah salah satu faktor utama yang menjadi pertimbangan investor asing

Bareksa.com - Volatilitas atau gejolak di pasar saham dan obligasi pada kuartal IV ini masih akan terjadi dalam jangka pendek. Beberapa faktor dari dalam dan luar negeri menjadi penyebabnya.

Seperti yang disampaikan Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Freddy Tedja, Jumat, 19 Oktober 2018. Freddy menyampaikan, dari sisi global akan ada beberapa event yang dapat membuat pasar masih cenderung volatile.

“Fed Rate diperkirakan masih naik satu kali lagi. Kemudian berita-berita mengenai konflik perdagangan masih akan ada sampai akhir tahun nanti. Harga minyak yang akhir-akhir ini terlihat cenderung meningkat,” katanya.

Promo Terbaru di Bareksa

Baru-baru ini, Amerika Serikat kembali mengimplementasikan tarif impor terbaru untuk Tiongkok. Setelah di bulan Juli pengenaan tarif sebesar US$34 miliar, di Agustus US$16 miliar, di bulan September kemarin, AS mengimplementasikan tarif kembali untuk Tiongkok US$200 miliar.

Sejauh ini yang terbesar, yang kemudian dibalas kembali oleh China dengan pengenaan tarif US$60 miliar yang juga terbesar. Bahkan Trump masih “mengancam” ke depan ada potensi tarif ditambah lagi US$267 miliar. Freddy menuturkan, yang menarik adalah pada September, reaksi pasar itu biasa-biasa saja.

“Pasar cenderung semakin kebal dengan berita mengenai trade conflict ini. Terlihat indeks MSCI Asia Pacific yang merupakan gambaran pasar saham Asia, volatilitasnya dari bulan Januari sampai September sudah menurun setengahnya,” ujar dia.

Dari mata uang, kita lihat JP Morgan EM Currency Index di bulan September menunjukkan stabilisasi. Sementara dari sisi domestik, rupiah masih melemah, defisit neraca berjalan sepanjang 2018 sekitar level 3 persen.

Freddy juga menyebut, pelaku pasar masih menunggu laporan laba perusahaan di kuartal ketiga seperti apa. Pelemahan nilai tukar rupiah didorong oleh berbagai faktor global dan domestik.

Penguatan dolar AS secara global, kenaikan agresif suku bunga AS, masalah trade war atau konflik perdagangan, keluarnya dana asing dari pasar finansial Indonesia, melebarnya defisit neraca berjalan dan sebagainya.

“Walaupun memang saat ini rupiah di level Rp15.000-an per dolar AS, kita tidak bisa hanya membandingkan angka absolutnya saja, kita harus melihat tahun 1998,” terang Freddy.

- 1998 : Rupiah melemah dari level Rp6.000 ke Rp17.000an per dolar AS (pelemahan 180 persen).

- 2008 : Rupiah melemah dari level Rp9.000an ke Rp12.700an per dolar AS (melemah 40 persen).

- 2018: Rupiah melemah dari level Rp13.300an ke level Rp15.000an per dolar AS (melemah 12 persen).

“Jadi angkanya sama ke level Rp15.000, tapi persentase atau laju pelemahannya jauh berbeda,” terang Freddy.

Yang lebih penting adalah walaupun defisit neraca berjalan melebar,tetapi indikator makro ekonomi utama Indonesia saat ini tidak berada dalam kondisi economic overheating, terlihat :

- Komposisi impor Indonesia >90 persen untuk barang modal dan bahan baku penolong.

- Inflasi masih sangat terkendali.

- Rasio kredit perbankan terhadap PDB ± 34 persen, sangat sehat bahkan salah satu yang terkecil di negara-negara kawasan.

Stabilitas Nilai Tukar

Terlepas dari faktor yang ada, kunci utama adalah stabilitas nilai tukar rupiah. Karena stabilitas nilai tukar adalah salah satu faktor utama yang menjadi pertimbangan investor asing mengambil keputusan untuk berinvestasi di Indonesia.

“Yang melegakan adalah baik pemerintah maupun Bank Indonesia terlihat sangat berupaya membuat rupiah kembali stabil dengan berbagai kebijakan, seperti kebijakan B20, kebijakan bio diesel untuk mengurangi impor,” tambah Freddy.

Selain itu,skala prioritas proyek infrastruktur, yang bisa ditunda, tidak terlalu penting agar ditunda dulu, kemudian pengenaan tarif impor untuk 1.150 produk yang dianggap ada substitusinya di dalam negeri, dan terakhir kebijakan mengenai konversi devisa hasil ekspor.

Dengan beragam upaya dari pemerintah, Freddy berharap semua akan ada hasilnya terhadap stabilitas rupiah, tetapi tidak secara instan, dan pada saat rupiah sudah stabil, kita berharap pasar finansial Indonesia akan kembali membaik.

“Apalagi dari sisi global dan domestik untuk tahun depan akan lebih banyak kepastian dibandingkan tahun ini. Dan kuncinya balik lagi stabilitas nilai tukar rupiah dan kepastian yang ada di pasar,” jelasnya.

(AM)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.311,21

Down- 0,04%
Up3,59%
Up0,02%
Up5,46%
Up18,25%
-

Capital Fixed Income Fund

1.767,05

Up0,56%
Up3,40%
Up0,02%
Up6,86%
Up17,17%
Up43,56%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.748,46

Down- 0,79%
Up3,43%
Up0,01%
Up3,97%
Up18,39%
Up46,82%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.033,61

Down- 0,45%
Up1,56%
Up0,01%
Up2,14%
Down- 2,42%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

Produk baru

1.033,61

Up0,53%
-
Up0,03%
---

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua