Bank Bukopin, Kesawan, dan Laju Investasi Grup Kalla di Pasar Modal
Bosowa sejak Juni 2013 membeli Bukopin. Selain itu ada Bank Kesawan, Bukaka, dan Mitra Energi.
Bosowa sejak Juni 2013 membeli Bukopin. Selain itu ada Bank Kesawan, Bukaka, dan Mitra Energi.
Bareksa.com - Sebagai seorang pebisnis tangguh, Wakil Presiden Jusuf Kalla terkenal dengan sikap skeptisnya pada dinamika pasar modal. Pada penutupan perdagangan 2014 di Bursa Efek Indonesia pada 30 Desember lalu, dia bahkan dengan gamblang menyatakan, "Pasar modal penting. Tapi lebih penting lagi Pasar Senen, Pasar Tanah Abang, atau Pasar Klewer."
Armada bisnis yang didirikannya, Kalla Group, bergerak di banyak sektor, mulai dari otomotif, konstruksi, energi, keuangan, properti, dan transportasi yang mayoritas bisnisnya terletak di daerah Sulawesi. Dan yang menarik, Kalla Group bukan tak punya kaki sama sekali di lantai bursa. Mereka sebenarnya juga mulai masuk ke sejumlah perusahaan terbuka yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
Pada 13 Juni 2013 lalu, Kalla Group melalui PT Bosowa Corporindo tercatat membeli saham PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) dalam jumlah signifikan. Yakni dari Yayasan Bina Sejahtera Warga Bulog (Yabinstra) sebanyak 749 juta saham dan Koperasi Pegawai Bulog Seluruh Indonesia (Kopelindo) 367 juta saham. Sejak itu, Bosowa memiliki 14 persen saham Bank Bukopin dan menjadi pemegang saham terbesar kedua setelah Kopelindo.
Promo Terbaru di Bareksa
Bosowa terafiliasi sangat dekat dengan Grup Kalla. Sebagaimana tertera pada situs perusahaan, perusahaan ini digagas pendiriannya dan dimiliki oleh Aksa Mahmud yang merupakan adik ipar Jusuf Kalla.
Dalam transaksi pembelian Bank Bukopin itu, Bosowa harus merogoh kocek hingga Rp1,16 triliun dengan nilai saham BBKP sebesar Rp1.050 per saham. Nilai itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga pasar pada tanggal 13 Juni 2013 yang masih berada di level Rp800 per saham. Akan tetapi jika dilihat dari valuasinya, harga pembelian itu tergolong wajar karena berada pada posisi price to earning ratio (PER) 2013 sebesar 10 kali. Ini lebih rendah bila dibandingkan dengan PER industri perbankan yang saat itu sudah berkisar di angka 11,5 kali.
Sayangnya kondisi pasar saham di semester kedua 2013 diterpa permasalahan 'defisit kembar', defisit neraca berjalan dan fiskal, yang membuat nilai tukar rupiah tersungkur ke level Rp11.200 per dolar Amerika. Harga saham BBKP pun ikut merosot tajam menjadi Rp620 per saham. Padahal, dilihat dari kinerja perusahaan, di tahun 2013 laba BBKP naik sekitar 12 persen menjadi Rp930 miliar.
Grafik: Pergerakan Harga Saham BBKP, 2013
Sumber: Bareksa.com
Walaupun harga sahamnya merosot tajam, Bosowa terus menambah kepemilikan saham mereka di BBKP melalui skema rights issue. Pada tanggal 12 Desember 2013, pemegang saham menyetujui aksi penambahan saham yang bertujuan untuk meningkatkan rasio modal (capital adequacy ratio, CAR) guna mendorong pembiayaan kredit dan meningkatkan laba perusahaan.
Saat itu satu right dapat ditukar satu lembar saham BBKP di harga Rp660. Bosowa, selain mengeksekusi right milik mereka, juga membeli 200 juta right milik Kopelindo. Kepemilikan saham mereka di BBKP pun melonjak. Berdasarkan daftar pemegang saham per 28 Februari 2014, Bosowa menguasai 18,57 persen atau 1,69 miliar saham BBKP.
Transaksi pembelian saham antara Bosowa dengan Kopelindo sebetulnya dapat terus berlanjut, berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Saham (PPJBS). Isinya menyebutkan Bosowa akan membeli 1,45 miliar saham BBKP milik Kopelindo atau sebagian dengan batas minimum 1,03 miliar. Jika Bosowa melakukan pembelian minimum sebesar 1,03 miliar saham itu, maka Bosowo berhak menjadi pengendali di BBKP karena kepemilikannya telah mencapai 30 persen. Jangka waktu pembelian saham dalam perjanjian tersebut ditetapkan sampai 30 Oktober 2014.
Belakangan, yang dieksekusi Bosowa hanyalah 350 juta saham atau hanya 3,85 persen. Yang menarik, transaksi itu dilakukan pada tanggal 20 Oktober 2014, persis di hari ketika Jusuf Kalla dilantik sebagai Wakil Presiden RI -- demikian tertera pada laporan keterbukaan informasi BEI tanggal 22 Oktober 2014.
Hingga artikel ini diunggah, Bosowa tercatat memiliki 2,03 miliar saham BBKP (22,42 persen). Sejak pertengahan 2014, harga saham BBKP terus menanjak. Bahkan, dua hari setelah JK dilantik, harga BBKP melonjak 4,1 persen menjadi Rp760 per saham.
Sumber: Bareksa.com
Bank Bukopin bukan satu-satunya investasi Kalla Group di bursa saham.
Sebelumnya, Bosowa juga memiliki 20,12 persen saham PT Bank QNB Kesawan Tbk (BKSW). Akan tetapi, kepemilikan sahamnya terus menyusut. Hingga 31 Januari 2015, menurut laporan keterbukaan informasi di BEI, kepemilikan Bosowa turun menjadi 665,7 juta saham atau 7,6 persen dari seluruh saham yang beredar.
Ketika BKSW melakukan rights issue di bulan Mei 2014, Bosowa tidak mengeksekusi right mereka sehingga kepemilikannya terdelusi -- berkurang prosentase kepemilikannya -- menjadi 14,15 persen. Dan berbeda dengan BBKP, pelantikan JK tidak membawa pengaruh besar pada pergerakan saham BKSW.
Pada 7 November 2014, Bosowa akhirnya melepas 87,11 juta saham BKSW dan memperoleh dana sekitar Rp32,3 miliar. Ironisnya, setelah penjualan saham itu, harga saham BKSW malah melesat karena kinerja keuangannya membaik.
Menurut laporan keuangan 2014, BKSW memperoleh laba Rp120,84 miliar atau naik hampir 40 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya Rp3,3 miliar. Peningkatan laba itu dipicu kenaikan pendapatan bunga menjadi Rp1,22 triliun dibandingkan sebelumnya yang hanya Rp506,44 miliar
Hingga 11 Maret 2015, harga saham BKSW naik 19,5 persen dibandingkan posisi ketika Bosowa menjual saham mereka pada 7 November 2014.
Grafik: Pergerakan Harga Saham BKSW April 2014 - Maret 2015
Sumber: Bareksa.com
Juga patut dicatat, dua anak usaha Grup Kalla berencana mencatatkan kembali (relisting) keberadaan mereka di bursa pada tahun ini. Mereka adalah PT Bukaka Teknik Utama Tbk (BUKK) dan PT Mitra Energi Persada.
Bukaka berencana relisting pada tahun ini setelah disuspen selama empat tahun dan kemudian diputuskan otoritas bursa untuk delisting, dicoret dari daftar perusahaan terbuka pada 8 Agustus 2006. Perusahaan konstruksi ini dinilai sudah tidak lagi layak melantai di bursa, karena hingga batas yang ditetapkan, 31 Juli 2006, tidak juga memberikan laporan keuangan audit dengan opini 'non disclaimer'.
Saat dihubungi analis Bareksa, Sekretaris Perusahaan Bukaka Devindra Razatwin mengatakan, "Bukaka belum bisa menyampaikan banyak hal perihal relisting, dikhawatirkan tanggalnya atau bulannya mundur dari perkiraan. Tapi insya Allah pada tahun ini akan direalisasikan."
Adapun Mitra Energi Persada yang juga akan relisting adalah perusahaan di bidang minyak dan gas. Awalnya, Mitra Energi merupakan perusahaan teknologi informasi bernama PT Korpora Persada Investama Tbk (KOPI).
Bursa menghapus KOPI dari bursa sejak 7 Februari 2007. Penyebabnya, perusahaan dinilai gagal menyerahkan rencana bisnis yang diminta oleh otoritas bursa untuk memperbaiki kinerja keuangan yang memburuk. Tak cuma itu, KOPI juga dinilai gagal menyampaikan laporan keuangan dan membayar denda sebagai sanksi atas keterlambatan dalam menyerahkan laporan keuangan pada otoritas bursa. (np, kd)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah | 1.364,9 | 0,74% | 3,82% | 6,16% | 7,86% | 18,41% | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.829,9 | 1,08% | 3,95% | 5,82% | 7,49% | 17,23% | 41,87% |
STAR Stable Amanah Sukuk | 1.069,22 | 0,76% | 3,79% | 6,05% | - | - | - |
Insight Renewable Energy Fund | 2.244,26 | 0,68% | 3,50% | 5,32% | 6,91% | 19,53% | 35,46% |
Reksa Dana Syariah Syailendra Tunai Likuid Syariah | 1.157,74 | 0,30% | 2,45% | 3,83% | 4,99% | 14,18% | - |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.