BeritaArrow iconPasar ModalArrow iconArtikel

Syailendra Capital: Jangan Ketinggalan Siklus Pemulihan Pasar Saham

Hanum Kusuma Dewi24 November 2020
Tags:
Syailendra Capital: Jangan Ketinggalan Siklus Pemulihan Pasar Saham
Petugas keamanan melintas di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (25/9/2020). IHSG kembali bangkit setelah empat hari berturut-turut berada di zona merah dengan ditutup menguat 103,03 poin atau 2,13 persen ke posisi 4.945,79. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj)

Riset Syailendra mengamati data pasar saham setelah krisis sejak 2009 hingga 2020

Bareksa.com - Seluruh dunia mengalami resesi, atau penurunan ekonomi, pada 2020 akibat tekanan pandemi virus corona Covid-19. Namun, pasar saham diperkirakan segera pulih sehingga ada potensi keuntungan besar bila investor berinvestasi reksadana saham dan indeks di awal pemulihan ekonomi.

Syailendra Capital dalam Market Insight yang telah dibagikan kepada nasabahnya menilai dalam beberapa tahun ke depan, dunia akan memulai siklus ekonomi. Berdasarkan data 2009-2019, ada beberapa hal yang bisa dipelajari, yakni berkaitan dengan imbal hasil (return) pasar saham, kelas aset non-cash flow, dan obligasi negara.

1. Return Pasar Saham

Syailendra menilai sebagian besar return pasar saham terjadi pada awal siklus pemulihan ekonomi pasca krisis. Hal ini tercermin dari peningkatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sejak 2009 hingga September 2020.

"Setengah dari return equity berasal dari tahun 2009 dan 2020. Apabila kita mengeluarkan return dari 2009, return total IHSG menurun dari 368 persen menjadi 144 persen," tulis Syailendra dalam Market Insight tertanggal 18 November 2020.

Grafik Perbandingan Return IHSG (Periode berbeda)

Illustration
Sumber: Syailendra Research

Seperti terlihat dalam grafik, bila investor masuk sejak awal siklus, return IHSG mencapai 368 persen. Return makin menurun bila investor terlambat masuk di pasar saham, dalam setahun, dua tahun, dan tiga tahun. Sebab, pasca krisis global finansial, IHSG mencatatkan return sebesar 92,1 persen pada 2009.

2. Kelas Aset Non-Cash Flow

Aset non-cash flow adalah aset yang tidak memberikan aliran dana, contohnya seperti emas, komoditas dan mata uang. Syailendra menilai kelas aset ini sebaiknya tidak dijadikan portofolio utama, tetapi hanya sebagai diversifikasi saja.

"Aset ini memiliki korelasi yang rendah. Namun, mereka mempunyai long term (buy and hold) return yang rendah. Sehingga, aset kelas ini lebih cocok sebagai tactical investment."

Adapun IHSG dan indeks LQ45, atau indeks saham paling likuid di Bursa Efek Indonesia, mencatat kenaikan paling tinggi di antara kelas aset investasi lain di awal siklus pemulihan ekonomi.

Grafik Pertumbuhan Kinerja (sebelum Pajak) Berbagai Kelas Aset

Illustration
Sumber: Syailendra Research, Bloomberg

3. Obligasi Negara dalam USD

Surat utang negara atau obligasi negara dalam denominasi dolar AS (USD) adalah instrumen yang cocok untuk diversifikasi. Selain itu, aset ini ternyata memberikan return jangka panjang yang baik, yaitu 51,2 persen dalam USD atau 102,3 persen dalam rupiah.

"SUN berbasis USD juga memiliki korelasi negatif dengan kebanyakan asset class, sehingga cocok sebagai instrumen diversifikasi."

Bila dibandingkan dengan saham atau obligasi (fixed income) sejenis, SUN berbasis USD memiliki korelasi negatif. Artinya, bila aset yang lain nilainya turun, SUN dalam dolar ini bisa menopang kinerja portofolio.

SUN berbasis dolar memiliki return jangka panjang positif bila dibandingkan dengan kelas aset non-cash flow seperti emas dan komoditas. Sehingga, SUN berbasis dolar menjadi instrumen yang cocok sebagai core asset untuk memenuhi kebutuhan diversifikasi.

Kesimpulannya, menurut riset tersebut, Syailendra melihat pentingnya untuk mulai mengambil posisi investasi di awal siklus pemulihan di pasar saham. Hal ini bisa menjadi potensi keuntungan investasi dalam jangka panjang (long term).

"Terdapat kesamaan antara siklus ekonomi 2009-2020 dan 2021 ke depan, yaitu tingkat pertumbuhan diperkirakan lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada siklus sebelumnya. Sehingga, kami melihat pola long term return yang terjadi di 2009-2020 berpotensi terulang pada siklus ekonomi selanjutnya," tulis Syailendra.

Sebagai informasi, IHSG menjadi acuan untuk investasi berbasis saham seperti reksadana saham dan reksadana indeks saham. Investasi di pasar saham disarankan untuk investor agresif dengan tujuan investasi jangka panjang.


***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua