BeritaArrow iconPasar ModalArrow iconArtikel

9 Peristiwa Penting Pekan I Oktober : Trump Positif Covid-19 hingga RI Belum Sukses Tangani Pandemi

Abdul Malik05 Oktober 2020
Tags:
9 Peristiwa Penting Pekan I Oktober : Trump Positif Covid-19 hingga RI Belum Sukses Tangani Pandemi
Donald Trump pada sebuah acara tengah melakukan orasi. (Shutterstock)

Berita Presiden Donald Trump dan Istri terkena virus covid 19 menimbulkan kekhawatiran pelaku pasar

Bareksa.com - Bursa Efek Indonesia menyatakan pasar Modal Indonesia selama periode sepekan dari 28 September hingga 2 Oktober 2020 mengalami peningkatan cukup positif. Rata-rata volume transaksi selama sepekan naik 10,85 persen atau mencapai 10,534 miliar saham dari 9,503 miliar saham pada pekan sebelumnya.

Rata-rata frekuensi harian juga meningkat 5,7 persen menjadi 616,832 ribu kali transaksi dibandingkan pekan sebelumnya 583,566 ribu kali transaksi. Namun data rata-rata nilai transaksi harian Bursa selama sepekan menurun 0,56 persen menjadi Rp6,710 triliun dari Rp6,748 triliun pada sepekan sebelumnya.

Meski begitu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan kapitalisasi pasar Bursa selama sepekan kemarin, keduanya ditutup melemah 0,38 persen. IHSG ditutup di level 4.926,73 dari level 4.945,79 pada pekan sebelumnya, sedangkan kapitalisasi pasar Bursa menjadi Rp5.729,84 triliun dari pekan sebelumnya Rp5.751,97 triliun.

Promo Terbaru di Bareksa

Investor asing pada Jumat lalu mencatatkan nilai jual bersih Rp49,11 miliar, dan year to date sepanjang 2020 hingga 2 Oktober mencatatkan jual bersih Rp43,65 triliun.

Untuk pekan pertama Oktober ini, Direktur Anugerah Mega Investama yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trisakti, menyatakan setidaknya ada 9 peristiwa yang kemungkinan akan mempengaruhi pergerakan IHSG. Sembilan peristiwa tersebut ialah :

1. Berita Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan Ibu Negara positif Covid-19 menimbulkan kekhawatiran pelaku pasar.

Situasi politik AS bisa berubah bila kesehatan Trump memburuk dan masuk ICU. Trump yang positif Covid-19 berpeluang menurunkan popularitasnya karena dianggap terlalu lemah dalam mengatasi pandemi covid 19.

Hal ini diyakini berpeluang mempengaruhi peluang Trump terpilih kembali di pemilu awal November. Presiden Trump diprediksi akan mengambil lebih banyak langkah keras terhadap China untuk menaikan popularitas dan mempertahankan dukungan dari para pemilihnya sesudah berita dia positif Covid-19.

Hal ini meningkatkan risiko dan ketidakpastian di pasar keuangan. Pelaku pasar tidak suka ketidakpastian dan akan bergerak ke aset safe haven seperti emas, dolar dan yen.

2. Tinggal 1 bulan menjelang Pemilu AS, pasar keuangan menghadapi banyak ketidakpastian.

Peluang ketidakpastian itu mulai dari calon dari Partai Republik sekaligus petahana Presiden Trump yang terkena Virus Covid 19 sampai potensi terjadinya sengketa Pemilu. Lalu debat pertama Presiden Donald Trump dan calon dari Partai Demokrat Joe Biden dianggap kejam dan diwarnai hujan interupsi dan penghinaan. Perdebatan seputar ekonomi AS, pencalonan Amy Coney Barrett di Mahkamah Agung serta penanganan pandemi kasus positif Covid-19 baru di AS.

Trump juga mengatakan pemungutan suara melalui surat berpeluang terjadi kecurangan. Pengamat mengatakan tidak ada bukti bahwa hal itu terjadi di AS. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang periode pasca Pemilu.

3. Bila nanti Biden memenangkan Pemilu, maka hal yang menjadi kekhawatiran pelaku pasar adalah pajak perusahaan mungkin akan naik dan peraturan yang lebih ketat.

Kenaikan pajak dan peraturan yang ketat akan menekan laba korporasi yang berakibat valuasi saham menjadi lebih mahal. Tetapi Biden dapat meredakan kekhawatiran tentang perang perdagangan dengan China dan banyak negara lain yang selama ini dilakukan oleh Trump.

Perang dagang terbukti mengganggu pertumbuhan ekonomi dunia dan menimbulkan banyak kerugian bagi banyak negara. Selain itu paket stimulus fiskal untuk mendongkrak ekonomi akibat pandemi yang selama ini gagal di sepakati partai Demokrat dan Republik lebih berpeluang di sahkan.

4. Data ekonomi Amerika Serikat menunjukan perlambatan pemulihan.

Salah satunya data ketenagakerjaan. Departemen Tenaga Kerja melaporkan nonfarm payrolls hanya meningkat 661.000 pekerjaan bulan September setelah naik 1,489 juta pada Agustus.

Data ini di bawah ekspektasi Ekonom yang disurvei Reuters yang memperkirakan 850.000 pekerjaan untuk September. Ini menunjukan pemulihan pasar tenaga kerja AS melambat pada September. Penciptaan lapangan kerja masih jauh dari 22 juta pekerjaan yang di PHK sejak pandemi Covid 19. Jumlah pengangguran permanen di AS juga mengalami peningkatan.

5. DPR AS akhirnya menyetujui proposal Partai Demokrat soal paket stimulus fiskal US$2,2 triliun untuk memberikan bantuan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

DPR AS meloloskan proposal ke Senat melalui voting 214-207 pada Kamis malam waktu setempat. Ketua DPR Amerika Serikat, Nancy Pelosi dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin masih jauh dari kesepakatan paket bantuan Covid-19 di beberapa bidang utama, setelah diskusi melalui telepon.

Hal ini membuka peluang paket stimulus fiskal ini akan kembali terganjal atau gagal di Senat AS. Saat ini ekonomi AS sangat membutuhkan stimulus menyusul pemulihan ekonomi yang melambat. Bila paket stimulus ini kembali gagal akan menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan.

6. Terlihat indikasi awal terjadi gelombang kedua kasus positif Covid-19 di Eropa.

Prancis melakukan persiapan untuk melakukan siaga maksimum Covid-19 mulai Senin waktu setempat. Kemungkinan langkah ini akan memaksa penutupan restoran dan bar dan memberlakukan pembatasan lebih lanjut pada kehidupan publik untuk menghindari penyebaran Covid-19 lebih lanjut.

Italia memperpanjang kondisi darurat untuk mencegah penyebaran corona baru hingga Januari. Inggris akan memperpanjang pembatasan lokal di kawasan utara sebagai tanggapan atas lonjakan kasus Covid-19. Di Spanyol khususnya kota Madrid akan menjadi ibu kota Eropa pertama yang kembali melakukan lockdown untuk menahan lonjakan kasus Covid-19.

Wave 2 Covid-19 yang di antisipasi dengan langkah pembatasan sosial berpotensi membawa perlambatan ekonomi yang berpeluang menekan pasar keuangan khususnya pasar saham.

7. Ketegangan Uni Eropa dengan Inggris semakin meningkat ketika Uni Eropa akan memulai tindakan hukum terhadap Inggris karena melanggar ketentuan Perjanjian Penarikan yang mengatur transisi pasca-Brexit.

Para pemimpin Uni Eropa akan menolak untuk menyetujui posisi negosiasi Inggris saat ini tentang bantuan negara itu ketika masa transisi berakhir pada akhir tahun. Inggris dan UE tetap terpecah karena masalah bantuan negara, yang menjadi poin penting dalam negosiasi perdagangan.

UE akan mengambil langkah proses hukum terhadap Inggris karena melanggar ketentuan Perjanjian Penarikan dari blok tersebut. Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan tidak memiliki terobosan untuk diumumkan dalam pembicaraan Uni Eropa dengan Inggris. Tetapi dia tetap optimistis bahwa kesepakatan perdagangan baru masih mungkin dilakukan sebelum akhir tahun.

8. Saat ini diperkirakan Investor akan lebih memperhatikan saham dan obligasi Asia dibandingkan pasar AS.

AS saat ini menghadapi risiko Pemilu dan valuasi yang mahal. Pasar Asia terlihat lebih menarik karena pemulihan ekonomi dan pendapatan yang kuat dan valuasi yang jauh lebih murah. Data ekonomi China yang baik di tambah virus Covid-19 yang terkendali di sebagian negara kawasan Asia seperti di Korea Selatan, Taiwan dan Hong Kong.

9. Sedikit berbeda dengan sebagain kawasan Asia Indonesia dan Filipina masih belum dapat menjinakkan pandemi covid 19.

Chief Economist for East Asia and Pacific Bank Dunia Aaditya Mattoo menyatakan Indonesia dan Filipina belum sukses menangani pandemi sehingga tidak akan menunjukkan tanda-tanda pemulihan ekonomi dalam waktu dekat. Sebelumnya Bank Dunia merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi -1,6 persen dari proyeksi sebelumnya 0,0 persen tahun ini, dan tumbuh 4,4 persen dari sebelumnya 4,8 persen di 2021.

Data yang keluar menunjukan selama tiga bulan berturut-turut sejak Juli, Agustus hingga September 2020 Indonesia mengalami Deflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi deflasi pada September 2020 di level 0,05 persen, sehingga terjadi deflasi selama triwulan III 2020. Pada Juli terjadi deflasi 0,1 persen dan Agustus 0,05 persen.

Tingkat inflasi dari tahun kalender berada di angka 0,89 persen dan secara tahunan (year on year) tingkat inflasi berada di level 1,42 persen. Deflasi merupakan tanda lemahnya daya beli masyarakat akibat pandemi.

"Indeks Harga Sagam Gabungan (IHSG) dalam sepekan ini kami perkirakan cenderung sideways di range yang lebar dengan dengan support di level 4,881 sampai 4,754 dan resistance di level 4,991 sampai 5,075," ungkap Hans dalam keterangannya (4/10/2020).

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.


Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.311,79

Up0,68%
Up3,10%
Up0,02%
Up6,29%
Up20,00%
-

Capital Fixed Income Fund

1.757,84

Up0,53%
Up3,44%
Up0,02%
Up7,40%
Up18,25%
Up43,13%

STAR Stable Income Fund

1.908,88

Up0,50%
Up2,87%
Up0,01%
Up6,27%
Up31,65%
Up59,98%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.762,89

Up0,50%
Up2,81%
Up0,01%
Up5,44%
Up20,06%
Up48,78%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.038,34

Up0,52%
Up2,03%
Up0,02%
Up2,02%
Down- 2,73%
-

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua