Manulife Aset Manajemen : Pasar Saham dan Obligasi Saat Ini di Level Atraktif
Rasio PE pasar saham di bawah rata-rata 5 tahun, sementara imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun tertinggi

Rasio PE pasar saham di bawah rata-rata 5 tahun, sementara imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun tertinggi
Bareksa.com – PT Manulife Aset Manajemen memandang pasar saham dan obligasi tanah air pada saat ini dalam kondisi yang atraktif. Hal itu terjadi karena beberapa sentimen, baik dalam negeri maupun secara global.
Investment Specialist Manulife Aset Manajemen Indonesia Dimas Ardhinugraha menjelaskan beberapa potensi yang mendorong pasar saham menjadi cukup atraktif. Salah satunya adalah penyesuaian ekspektasi investor terhadap pasar saham Indonesia membuat valuasi pasar saham turun ke level yang atraktif.
“Level PE ratio pasar saham Indonesia saat ini di bawah rata-rata 5 tahun,” tutur Dimas melalui keterangannya, Kamis, 15 November 2018.
Promo Terbaru di Bareksa
Selain itu, lanjut Dimas, kepemilikan investor asing di pasar saham domestik sudah rendah karena banyaknya outflow yang terjadi sejak 2017 yang lalu. Kondisi ini menjadikan risiko outflow lanjutan lebih terbatas.
“Sementara, dari sisi fundamental kinerja keuangan emiten dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga menunjukkan pertumbuhan laba yang positif tahun ini,” imbuh Dimas.
Pasar obligasi juga pada level yang atraktif. Menurut Dimas, imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun saat ini di kisaran 8,5 persen, salah satu negara dengan rating investment grade, yang memiliki imbal hasil tertinggi, menjadikan obligasi Indonesia sangat menarik di mata investor asing.
“Dana asing mulai kembali masuk ke pasar obligasi di kuartal III. Setelah mencatat outflow US$2 miliar di kuartal II, investor asing membukukan pembelian US$1,4 miliar di kuartal III. Mengindikasikan kalau pasar obligasi Indonesia masih tetap menarik di mata investor,” jelasnya.
Pasar Finansial Global
Hingga saat ini pasar finansial global masih terus dipengaruhi oleh sentimen konflik dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok. Secara jangka pendek, berita baru mengenai konflik dagang, atau tarik-ulur negosiasi antara kedua negara masih saja dapat terjadi yang dapat menyebabkan volatilitas di pasar finansial.
“Namun ke depannya, menurut kami reaksi negatif pasar terhadap berita terbaru mengenai konflik dagang akan semakin berkurang, karena pasar sudah semakin memprice-in (semakin mengekspektasikan) dampak dari konflik dagang,” tutur dia.
Di sisi lain, pasar saham Asia menurut Dimas, edang dalam proses menyusun kembali ekspektasinya. Di tahun 2017 dan awal 2018 sentimen investor sangat positif. Namun memasuki pertengahan 2018 sentimen pasar berbalik menjadi sangat pesimis, karena terjadinya konflik dagang dan krisis ekonomi di Argentina dan Turki.
“Pada periode perubahan sentimen seperti ini (dari sangat positif menjadi sangat negatif) biasanya memang rawan sekali terjadi koreksi pasar berlebih,” ungkapnya.
Secara fundamental, saat ini emiten di Asia masih menunjukkan kinerja keuangan yang positif, dan ekspektasi kinerja di tahun 2019 juga tetap positif. Setelah koreksi yang terjadi, valuasi pasar saham Asia menjadi sangat atraktif.
“Saat ini rasio PE (yang menjadi indikator valuasi) berada di titik terendah seperti tahun 2013 dan 2015,” tambah Dimas.
Dimas menyampaikan, secara keseluruhan, kondisi fundamental yang tetap positif dan valuasi yang atraktif, menjadikan pasar saham Asia menjadi menarik untuk dikoleksi.
Rupiah
Dimas juga menyoroti stabilitas rupiah yang merupakan fokus utama pemerintah dan bank sentral. Sebagai contoh Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga 150 bps (1,5 persen) untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Dan sepertinya Bank Indonesia masih akan menaikkan suku bunga lagi.
Selain itu, dari sisi pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk menjaga stabilitas rupiah, terutama dengan cara mengerem impor.
“Menurut kami pemerintah dan Bank Indonesia yang lebih proaktif menjaga rupiah, merupakan hal yang positif dan membantu mendukung sentimen pasar dan menjaga stabilitas,” ujar Dimas.
Namun pergerakan rupiah dalam jangka pendek akan sangat bergantung pada perkembangan sentimen pasar global.
Sebagai contoh, baru-baru ini ada kabar positif bahwa bahwa Presiden Trump optimistis bisa mencapai kesepakatan dagang dengan Tiongkok. Kabar ini bisa mengangkat sentimen pasar global menjadi lebih positif dan membuat rupiah menguat ke level Rp14.900-an per dolar AS dari sebelumnya level Rp15.000-an per dolar AS.
(AM)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
| Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
|---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Obligasi Nusantara autodebet | 1.201,44 | ||||||
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.181,6 | - | - | ||||
Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A | 1.152,06 | - | - | ||||
Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A | 1.047,01 | - | - | - | - | - |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.