BeritaArrow iconPasar ModalArrow iconArtikel

Berita Hari Ini : Capex TLKM Tahun Depan Rp35 T, Tren Kegiatan Bisnis Melambat

Bareksa15 Oktober 2018
Tags:
Berita Hari Ini : Capex TLKM Tahun Depan Rp35 T, Tren Kegiatan Bisnis Melambat
Pekerja melakukan penggantian antena pada menara BTS Telkomsel di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta, Jumat (17/11). Telkomsel berencana menambah kapasitas jaringan pita lebar atau "broadband" di beberapa titik destinasi wisata prioritas, salah satunya adalah wilayah Kepulauan Seribu. (ANTARA FOTO/R. Rekotomo)

Bersiap menyambut kinerja emiten, BEI minta dapen tambah investasi, BNBR restrukturisasi utang

Bareksa.com - Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Senin, 15 Oktober 2018 :

PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM)

Perseroan sudah mulai menyiapkan anggaran belanja modal atau capital expenditure (capex) untuk 2019. Perusahaan menyediakan 22-25 persen dari pendapatan akhir 2018 untuk belanja modal tahun depan.

Promo Terbaru di Bareksa

TLKM menargetkan kinerja naik dua digit atau kurang lebih 10 persen dibanding pendapatan 2017, yakni Rp128,26 triliun. Jadi, tahun ini perusahaan halo-halo ini berpotensi memperoleh pendapatan Rp141,09 triliun. Kalau ini tercapai, maka belanja modal TLKM akan mencapai Rp35,27 triliun tahun depan.

Mengutip Kontan, Vice President Corporate Communication TLKM Arif Prabowo mengatakan, 50 persen dari belanja modal tersebut untuk pengembangan infrastruktur seluler. Sisanya untuk pengembangan infrastruktur fixed broadband.

"Pada segmen seluler, fokus pengembangan infrastruktur TLKM adalah pembangunan BTS 4G dan terus meningkatkan jangkauan, kualitas dan kapabilitas jaringan Telkomsel," terang Arif.

Perusahaan ini akan menggunakan dana internal untuk capex. Jika diperlukan, baru mencari pendanaan eksternal.

Kegiatan Bisnis

Laju ekonomi biasanya bergerak lebih cepat pada semester kedua dibandingkan semester pertama. Namun pada tahun ini malah kebalikan, roda perekonomian nasional dalam tren melambat setelah mencapai puncaknya pada kuartal II 2018.

Hasil Survei Kegiatan Duia Usaha (SKDU) oleh Bank Indonesia (BI), yang pada triwulan III 2018 hanya mencatatkan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) 14,23 persen. Nilai itu lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II 2018 yang tercatat 20,89 persen.

SBT menunjukkan pertumbuhan dan ekspansi bisnis, semakin besar nilainya, dunia usaha kian berkembang. Hasil survei mencatat mencatat peningkatan SBT terutama berasal dari sektor jasajasa, naik dari 1,82 persen menjadi 2,08 persen.

Kemudian dari sektor listrik, gas dan air meningkat dari 0,21 persen menjadi 0,33 persen. Sedang sektor lainnya melambat, seperti manufaktur dari 3,96 persen menjadi 3,85 persen. Penurunan paling besar adalah di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan, dari 2,81 persen menjadi 0,54 persen.

Kinerja Keuangan Emiten

Tak lama lagi, pasar saham dalam negeri akan memasuki musim pengumuman kinerja keuangan kuartal III 2018. Sejumlah analis memprediksi, sentimen pengumuman kinerja ini akan membantu mengangkat harga saham di bursa. Para analis memprediksi, emiten-emiten yang sudah mencetak kinerja ciamik di periode keuangan JanuariJuni 2018 lalu bakal meneruskan kinerja positifnya.

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menyebut, saham sektor konstruksi misalnya, bakal melanjutkan kinerja ciamiknya di sisa tahun ini.

Ini terjadi karena sejumlah emiten konstruksi, khususnya emiten pelat merah, mendapat sokongan dari proyek infrastruktur yang berasal dari pemerintah. Dia memprediksi, kinerja PT Wijaya Karya Tbk bakal lebih unggul dibandingkan emiten BUMN konstruksi lainnya.

Alasannya, emiten yang memiliki kode saham WIKA ini sudah melebarkan sayapnya dengan menggarap proyek hingga ke luar negeri. "WIKA punya proyek kerjasama dengan swasta dan juga sudah ke luar negeri, seperti Nigeria," kata Hans seperti dikutip Kontan.

Dana Pensiun

Bursa Efek Indonesia (BEI) meminta pengelola dana pensiun (dapen) untuk memperbesar porsi investasi di pasar saham seiring dengan masih rendahnya porsi investasi institusi tersebut saat ini.

Selain untuk meningkatkan partisipasi dapen di pasar saham, upaya ini juga dilakukan untuk meningkatkan daya serap pasar, baik di pasar perdana maupun pasar sekunder. Berdasarkan data BEI, total nilai investasi dapen pada instrumen saham hanya 12 persen dari total portofolio investasi dapen.

Saat ini, bursa terus melakukan komunikasi dengan asosiasi dapen terkait dengan hal tersebut.

“Kami mendorong dapen untuk menggunakan instrumen pasar modal secara optimal. Tidak hanya untuk saham, tapi juga untuk obligasi, reksa dana, exchange traded fund [ETF], dan lain-lain,” kata Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi seperti dikutip Bisnis Indonesia.

Dia menambahkan, bursa akan bekerja sama dengan Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) untuk mengadakan kegiatan sosialisasi yang melibatkan pendiri dan pengawas pengelola dapen di Tanah Air.

PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR)

Perseroan terus melanjutkan program restrukturisasi utang. Targetnya, restrukturisasi utang Rp9 triliun bisa selesai. Restrukturisasi dilakukan dengan skemanya obligasi wajib konversi ataupun konversi utang jadi saham.

"Diharapkan 45% utang BNBR dapat berkurang," ujar Achmad Amri Aswono Putro, Direktur Keuangan BNBR seperti dikutip Kontan.

Kreditur yang telah sepakat dengan BNBR terkait skema proses restrukturisasi adalah Eurofa Capital Investment, Glencore International AG, dan Mitsubishi Corporation.

Total utang ketiganya sekitar Rp 9 triliun. Di sisi lain, pelemahan rupiah juga makin membebani utang BNBR. Sebab, utang BNBR berdenominasi dollar Amerika Serikat.

"Apabila restrukturisasi rampung, dari selisih kurs saja kami bisa hemat Rp 200 miliar," ujar Amri.

PT Kino Indonesia Tbk (KINO)

Perusahaan yang bergerak dalam bisnis personal care atau produk perawatan tubuh itu enggan memprediksi kinerja muluk-muluk di tahun depan. Kino Indonesia tak berani pasang target ambisius karena mempertimbangkan sejumlah kondisi makro ekonomi dan politik.

"Sebab tak terlepas dari faktor seperti (rencana) kenaikan harga BBM atau bahan bakar minyak dan tahun politik," ujar Harry Sanusi, Presiden Direktur PT Kino Indonesia Tbk seperti dikutip Kontan.

Belum lagi tantangan penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) atas rupiah. Fluktuasi kurs tersebut berjalan seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Secara langsung maupun tidak langsung, Kino Indonesia memperkirakan aneka tantangan tadi akan berdampak pada laju bisnis tahun 2019.

(AM)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.384,28

Up0,26%
Up4,07%
Up7,67%
Up8,36%
Up19,31%
Up38,54%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.094,66

Up0,28%
Up4,21%
Up7,11%
Up7,47%
Up2,78%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.082,94

Up0,60%
Up4,03%
Up7,41%
Up7,80%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.849,98

Up0,54%
Up3,90%
Up6,98%
Up7,39%
Up17,50%
Up40,64%

Insight Renewable Energy Fund

2.280,85

Up0,84%
Up4,06%
Up7,03%
Up7,41%
Up20,32%
Up35,75%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua