BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Kenapa IHSG Terjegal di Kuartal II 2016, Simak Data Ekonomi Berikut

09 Mei 2016
Tags:
Kenapa IHSG Terjegal di Kuartal II 2016, Simak Data Ekonomi Berikut
Seorang pria berjalan di depan layar elektronik berisi informasi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (21/3). ANTARA FOTO/Fauziyyah Sitanova

Salah satu kendala utama adalah pendapatan negara yang jauh dari target dan memaksa pemerintah untuk memangkas anggaran.

Bareksa.com - Hampir sebulan terakhir Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertahan di level 4.800-4.900. Terjegalnya pertumbuhan IHSG seolah menunjukkan ada kejenuhan atas tren positif sepanjang September 2015 sampai awal Maret 2016, di mana indeks telah menguat 14 persen lebih. Capaian ini mengalahkan periode yang sama di tahun sebelumnya, yang hanya naik separuhnya, 7 persen.

Tiga bulan terakhir di tahun 2015, pemerintah berupaya membangun kepercayaan pasar dengan merilis sejumlah paket kebijakan. Impaknya positif. Data-data ekonomi menunjukkan perbaikan. Salah satu di antaranya adalah laju inflasi yang lebih terkendali di level 3 persen, dari sebelumnya 7 persen. Optimisme ini ikut memberi dampak ke bursa saham, di mana IHSG lalu menguat 14 persen.

Namun, laju itu terjegal setelah mayoritas perusahaan merilis laporan kinerja kuartal I 2016. Kinerja beberapa perusahaan yang terkait konsumsi seperti sektor barang konsumsi, manufaktur dan juga properti, merosot jika dibandingkan dengan kuartal I tahun lalu.

Promo Terbaru di Bareksa

Apa yang terjadi?

Grafik: Pergerakan IHSG

Illustration
Sumber: Laporan keuangan, diolah Bareksa

Laba perusahaan otomotif PT Astra International Tbk (ASII), misalnya, anjlok 22,1 persen di awal tahun. PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang memproduksi berbagai barang kebutuhan sehari-hari merosot 1,3 persen. Adapun PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) yang menjual produk ponsel ambrol 13,7 persen.

Grafik: Penurunan Laba Perusahaan Terkait Konsumer & Properti

Illustration

Sumber: Laporan keuangan

Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) pada 4 Mei 2016 kemarin juga melaporkan bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh 4,92 persen di kuartal I 2016, di bawah perkiraan angka konsensus 5,07 persen. Melambatnya kinerja korporasi dan perekonomian menggambarkan bahwa upaya pemerintah mendorong pertumbuhan ternyata masih menemui kendala, sehingga belum menyentuh sektor riil.

Pendapatan negara yang jauh dari target merupakan salah satu kendala tersebut. Sampai bulan Maret 2015, Kementerian Keuangan mencatat realisasi pendapatan negara baru mencapai Rp247,6 triliun, atau 13,6 persen dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 yang dipatok pada angka Rp1.822,5 triliun.

Grafik: Realisasi Pendapatan & Belanja Negara

Illustration
Sumber: Kementerian Keuangan

Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu di angka Rp284 triliun, maka realisasi pendapatan negara kuartal I tahun ini lebih rendah 12,8 persen. Ini memaksa pemerintah untuk berhemat dengan memangkas belanja.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil pada April lalu mengatakan pemerintah akan memangkas anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBNP) 2016 sebesar Rp50 triliun. Sofyan mengatakan anggaran sekitar 61 kementerian dan lembaga akan dipangkas. Namun, pemangkasan dilakukan lebih pada anggaran operasional, yang penggunaannya bukan untuk pembangunan.

Pemerintah sebenarnya telah memberi sinyal memangkas anggaran sejak jauh-jauh hari. Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro pada Maret lalu telah menyuarakan rencana memangkas anggaran, terutama jika program pengampunan pajak (tax amnesty) tidak diloloskan DPR. "Kalau tidak ada tax amnesty, kita harus mengajukan APBN Perubahan dengan memotong anggaran," kata Bambang di Jakarta, 29 Febuari 2016.

Walaupun tidak mengurangi belanja pembangunan, penghematan yang didorong rendahnya pendapatan negara, memberi impak negatif pada kepercayaan konsumen. Ini terlihat dari turunnya indeks kepercayaan konsumen (IKK) pada Febuari-Maret. Berdasarkan data BI, IKK di bulan Maret turun ke angka 109,8, dari level di bulan Febuari yang 110 dan Januari 112,6.

Grafik: Indeks Kepercayaan Konsumen

Illustration
Sumber: Bank Indonesia

IKK merupakan salah satu indikator ekonomi yang mengukur tingkat optimisme konsumen terhadap performa perekonomian suatu negara dan pengaruhnya dalam menentukan pengeluaran atas keuangan pribadi. Karena itu, menurunnya kepercayaan konsumen juga berpengaruh pada merosotnya konsumsi masyarakat. (kd)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

autodebet

1.201,44

Up0,38%
Up5,46%
Up9,53%
Up9,74%
Up18,73%
Up8,35%

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.181,6

Up0,46%
Up4,99%
Up8,73%
Up9,06%
--

Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A

1.152,06

Up0,42%
Up4,48%
Up9,54%
Up9,93%
--

Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A

1.047,01

Up1,51%
-----
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua