BeritaArrow iconPasar ModalArrow iconArtikel

Obligasi Diprediksi Menguat Terbatas Minggu Ini; Minim Senti

Bareksa22 September 2014
Tags:
Obligasi Diprediksi Menguat Terbatas Minggu Ini; Minim Senti
Ilustrasi transaksi obligasi negara. - (Kompas/Lasti Kurnia)

Pasar diperkirakan volatile dan kalaupun menguat mungkin bisa namun tidak terlalu jauh: Analis IBPA Roby Rushandie.

Bareksa.com - Pasar obligasi sepanjang pekan ini diperkirakan akan menguat terbatas, dipicu oleh minimnya sentimen positif dari pasar global serta tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang sempat menembus Rp 12.000 per dollar.

"Pasar diperkirakan volatile dan kalaupun menguat mungkin bisa namun tidak terlalu jauh," ujar analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Roby Rushandie.

Roby mengatakan sepanjang pekan ini akan diwarnai oleh minimnya rilis data ekonomi global yang bisa mempengaruhi sentimen pasar. Di awal pekan, pelaku pasar akan mencermati data estimasi indeks pembelian manajer (PMI) Tiongkok. Selain itu, pelaku pasar juga akan mencermati pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Promo Terbaru di Bareksa

Dalam pekan sebelumnya, pasar obligasi diwarnai tekanan, dimana sempat bergerak positif menjelang akhir pekan walaupun tidak signifikan.Rata-rata harga obligasi pemerintah atau IBPA IGBI Clean Price Index turun menjadi 111.695 pada Jumat (19/9) minggu lalu dibandingkan Jumat (12/9) minggu sebelumnya yang sekitar 112.166. Sebaliknya, rata-rata yield obligasi pemerintah atau IBPA IGBI Effective Yield Index naik dari 8,2% menjadi 8,3% pada periode yang sama.

Sementara Indeks Obligasi HSBC melemah 0,4% secara week-on-week.

Rata-rata pergerakan yield untuk seluruh tenor naik mencapai 2,28 basis poin, dengan kenaikan tertinggi dialami oleh kelompok tenor pendek satu hingga empat tahun yang dalam sepekan rata-rata tertekan naik 2,63 bsis poin. Volume transaksi obligasi juga turun dari Rp 8,94 triliun pada hari Senin (15/9) lalu menjadi Rp 6,67 triliun pada hari Kamis (18/9) kemarin.

Roby memperkirakan tekanan pasar obligasi dipicu oleh penantian pasar terhadap hasil pertemuan komite ekonomi federal (FOMC Meeting) yang digelar 17 hingga 18 September 2014 lalu.

Saat itu, pasar berspekulasi bahwa kebijakan Quantitative Easing (QE) bank sentral Amerika Serikat, The Fed, akan berakhir bulan Oktober serta suku bunga acuan The Fed akan mengalami kenaikan lebih cepat dari yang diperkirakan semula. Pasalnya, bebeberapa indikator perekonomian AS mulai membaik seperti penjualan ritel bulan Agustus yang naik 0,6% secara month-on-month dari 0,3% secara month-on-month pada bulan sebelumnya. Kenaikan indikator penjualan ritel tersebut bisa berindikasi terhadap pertumbuhan sektor tenaga kerja dan inflasi.

"Sehingga pasar bergerak bearish sebagai akibat antisipasi dari tapering off tersebut, " ujar Roby.

Namun, berdasarkan hasil rapat FOMC tersebut dinyatakan bahwa program pembelian aset (QE) berkurang dari US$ 25 miliar menjadi US$ 15 miliar dan QE akan berakhir jika kondisi pasar tenaga kerja dan inflasi AS bergerak sesuai dengan objektif The Fed. Di sisi lain, dalam rapat tersebut juga menunjukkan belum adanya indikasi yang jelas mengenai timing kenaikan suku bunga The Fed.

"Sehingga, pasar menafsirkan bahwa kenaikan suku bunga The Fed akan sesuai prediksi yakni pada semester-II 2015. Oleh karena itu, pasar tampak menguat terbatas di akhir pekan," ujar Roby.

Sementara dari dalam negeri, tidak ada sentimen yang membuat pasar positif termasuk pengumuman postur kabinet oleh Presiden dan wakil Presiden terpilih, Joko Widodo dan Jusuf Kalla beberapa hari lalu. Pengumuman tersebut tidak sanggup menciptakan euforia pasar, karena pasar tetap bearish sehari setelah pengumuman tersebut. "Hal ini mungkin karena pasar lebih menanti siapa-siapa saja yang akan menduduki kursi di kabinet," ujar dia.

Obligasi korporasi bergerak mixed

Hingga penutupan Jumat (19/9) lalu, yield obligasi korporasi tercatat berpola mixed. Yield-yield dengan rating A hingga AAA menunjukkan adanya peningkatan, dengan rata-rata sebesar 8,0 basis poin. Sebaliknya, rata-rata yield untuk rating BBB menunjukkan penurunan sebesar 57,9 basis poin.

Roby memperkirakan turunnya yield pada rating BBB disebabkan oleh tingginya yield yang ditawarkan dibandingkan pada rating AAA, AA atau A meskipun tingkat risiko juga lebih tinggi. Menurut dia, depresiasi rupiah yang hingga Jumat (19/9) lalu berada di posisi Rp11.970 per dolar AS dibandingkan posisi penutupan pada pekan sebelumnya masih berada di Rp11.822 dollar AS, atau melemah 1,25% week-on-week menjadi risiko yang membayangi pasar obligasi korporasi.

Berdasarkan pricing IBPA, yield obligasi korporasi bertenor 10 tahun untuk rating AAA saat Jumat (19/9) lalu berada di level 10,69%, rating AA di level 11,16%, rating A di level 11,90% dan rating BBB berada di level 14,53%. Sementara jika berdasarkan tenornya, rata-rata yield pada tenor pendek satu hingga empat tahun turun 2,9 basis poin, tenor menengah lima hingga tujuh tahun turun 4,7 basis poin dan tenor panjang delapan hingga 30 tahun turun 19,5 basis poin. (QS)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

autodebet

1.203,57

Up0,36%
Up5,38%
Up9,72%
Up9,86%
Up18,65%
Up8,78%

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.182,86

Up0,46%
Up5,00%
Up8,84%
Up9,04%
--

Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A

1.153,16

Up0,41%
Up4,45%
Up9,64%
Up9,88%
--

Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A

1.044,96

Up1,04%
-----

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua