BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Berita Hari Ini : Sri Mulyani Tegaskan Porsi Asing di SBN Turun, Investor Global Lirik Fintech RI

Abdul Malik27 Oktober 2020
Tags:
Berita Hari Ini : Sri Mulyani Tegaskan Porsi Asing di SBN Turun, Investor Global Lirik Fintech RI
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berbincang dengan wartawan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Rabu (6/6)

Minat di reksadana terproteksi, kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan turun, volatilitas pasar masih tinggi, dana asing siap masuk RI, Pilpres AS bisa dongkrak emas

Bareksa.com - Berikut adalah perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Selasa, 27 Oktober 2020 :

Utang Pemerintah

Porsi asing dalam utang pemerintah tercatat menurun hingga berada di bawah 30 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan pinjaman pemerintah hingga penarikan Surat Berharga Negara kini mayoritas berasal dari dalam negeri. "Porsi asing dalam utang kita saat ini 30 persen, bahkan sekarang sudah turun," ujar Sri Mulyani dalam Kompetisi Debat APBN, Senin (26/10) dilansir Katadata.co.id.

Promo Terbaru di Bareksa

Berdasarkan data Direktorat Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko Kementerian Keuangan, porsi kepemilikan asing pada Surat Utang Negara anjlok dari 38,57 persen pada akhir 2019 menjadi 26,17 persen per 20 Oktober 2020. SUN yang digenggam juga turun dari Rp1.061,88 triliun menjadi Rp949,82 triliun.

Sementara itu, kepemilikan perbankan pada SUN hingga 20 Oktober 2020 mencapai Rp1.354,57 triliun, naik 132,8 persen dari posisi akhir tahun lalu Rp581,37 triliun. Porsi kepemilikannya pun melesat dari 21,12 persen menjadi 38,16 persen. Adapun kepemilikan lembaga nonbank pada SUN menurun dari 69,34 persen pada akhir 2019 menjadi 55,47 persen. Namun secara nominal masih meningkat dari Rp1.908,88 triliun menjadi Rp1967,96 triliun.

Sri Mulyani menyebut kondisi pandemi membuat pemerintah di seluruh negara dihadapkan dengan pilihan yang tidak mudah. Belanja negara harus ditingkatkan di tengah penerimaan negara yang sangat anjlok karena para pembayar pajak mengalami penurunan pendapatan. Mau tidak mau utang harus ditambah guna menambal defisit pada APBN. "Karena kami juga tidak ingin memberikan warisan utang ke generasi ke depan," kata dia.

Reksadana Terproteksi

Minat investor pada reksadana terproteksi tetap tinggi meski yield dalam tren menurun seiring penurunan suku bunga acuan. Secara rata-rata tawaran imbal hasil pasti dari reksadana terproteksi dinilai masih tinggi dan menjadi daya tarik utama.

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan saat ini yield Surat Utang Negara (SUN) seri acuan memang dalam tren menurun. Namun, reksadana terproteksi yang mayoritas memiliki aset berupa surat utang korporasi akan tetap menawarkan yield yang lebih tinggi dari SUN.

Wawan mencatat rata-rata yield dari obligasi korporasi dengan rating AAA (tripel) mendekati 7 persen. Sementara, yield obligasi korporasi dengan rating BBB (tripel) berada di 13 persen. Sedangkan, obligasi korporasi dengan rating A (single) bisa memberikan yield sekitar 10 persen. "Di tengah kondisi pasar keuangan yang belum stabil tawaran dari reksadana terproteksi tentu saja menarik," kata Wawan dilansir Kontan (26/10).

Volatilitas Pasar

Berinvestasi di Indonesia rupanya saat ini memiliki risiko yang cukup tinggi. Hal ini tercermin dari indeks Geoquant, sebuah indeks yang mengukur risiko investasi di suatu negara dengan mempertimbangkan faktor pemerintahan, kondisi sosial dan keamanan

Mengutip Bloomberg, level indeks Geoquant saat ini berada di level 56,27 atau level tertinggi sejak Agustus 2017 silam. Sebelumnya, rata-rata level indeks Indonesia ada di 56,05. Sementara, untuk rata-rata level indeks Geoquant di empat negara Asia yang di-cover berada di level 52,07.

Ari Pitojo, Chief Investment Officer Eastspring Indonesia menuturkan, kenaikan risiko tersebut didasari oleh ketidakpastian dari laju penyebaran virus corona di Indonesia maupun negara lainnya. Selain itu, penanganan pandemi di Indonesia tetap akan menjadi sorotan utama para investor.

“Di sisi lain pemilu di Amerika Serikat (AS) juga dilihat berpotensi memengaruhi sentimen dan pergerakan pasar terutama pasar global. Alhasil, kami ekspektasikan volatilitas masih akan tinggi terutama dalam jangka pendek ini,” tutur Ari dilansir Kontan.co.id (26/10).

Sementara dari dalam negeri, Ari menyebut kenaikan risiko juga dipicu oleh beberapa faktor. Mulai dari ketidakpastian laju pemulihan ekonomi, realisasi stimulus pemerintah, kinerja laba perusahaan, hingga keberhasilan pemutusan Omnibus Law masih akan mempengaruhi pergerakan pasar.

Dana Asing

Setelah sempat angkat kaki, investor asing mulai melirik kembali pasar obligasi Indonesia. Salah satu indikatornya adalah terus bertambahnya kepemilikan asing pada Surat Berharga Negara (SBN) pada bulan ini. Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, per 23 Oktober, dana asing di SBN sudah mencapai Rp953,74 triliun. Jumlah ini tercatat sudah tumbuh Rp20,59 triliun dibanding akhir September silam.

Director and Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Asset Management, Ezra Nazula, mengatakan kenaikan inflow asing ini tidak terlepas dari meredanya kekhawatiran investor asing. Hal ini dapat dilihat dari credit default swap (CDS) atau persepsi investor terhadap risiko investasi di Indonesia yang berada dalam tren rendah.

“CDS Indonesia untuk seri lima tahun sudah berada di level 94, lebih rendah dibanding rata-rata tahun ini di 135. Selain itu CDS juga sedang mengarah ke level di awal tahun ini atau semasa pre-Covid-19. Ini menunjukkan meningkatnya kepercayaan investor atas kondisi keuangan Indonesia saat ini,” kata Ezra dilansir Kontan.co.id (26/10).

Fintech

Indonesia merupakan salah satu pemain kunci berkembangnya perusahaan teknologi finansial (fintech) di Asia Tenggara atau Southeast Asia (SEA). VP of Investments dari perusahaan modal ventura besutan Telkom Group MDI Ventures, Aldi Adrian Hartanto, mengungkap pandemi Covid-19 memang berpengaruh terhadap iklim bisnis para perusahaan fintech.

Namun, dari riset MDI Ventures bersama Finch Capital dan Dealroom.co bertajuk 'The Future of Fintech in SEA', Covid-19 justru mempercepat digital adopsi layanan keuangan di Asean dengan potensi 22 juta pengguna yang bergabung setiap tahun. SEA pun dinilai termasuk wilayah dengan pertumbuhan tercepat di dunia, Indonesia bahkan membukukan transaksi e-money yang meroket di angka 173 persen dari Januari 2019 ke Januari 2020.

"Jadi, pandemi ini jadi ajang validasi untuk melihat pemain fintech mana yang memang fundamentalnya baik," ungkap Aldi dilansir Bisnis, Senin (26/10/2020).

Dalam spotlight terhadap Indonesia, meroketnya transaksi digital ini berkat masifnya fintech payment OVO, serta GoPay besutan Gojek. Keduanya mencatatkan volume transaksi yang fantastis akibat kompetisi mereka di ranah ride-hailing dan hubungan dengan para mitra strategis yang mereka gandeng.

Pengguna internet di Indonesia pada 2019 merupakan yang terbesar (152 juta), disusul Filipina (68 juta), Vietnam (61 juta), Malaysia (26 juta), Singapura (5 juta). Pertumbuhan transaksi volume barang kotor (GMV) lewat internet di Indonesia pada tahun lalu mencapai 49 persen, di atas Vietnam (38 persen), Filipina (32 persen), Malaysia (21 persen), Singapura (17 persen).

Nilai GMV ini, buat Indonesia pun menjadi yang terbesar, US$40 miliar dengan proyeksi mencapai US$130 miliar pada 2025. Posisi kedua ditempati Singapura dengan nilai US$12 miliar, dan Vietnam dengan nilai yang sama dan diproyeksi mencapai US$43 miliar pada 2025, disusul Malaysia US$11 miliar dan Filipina US$5 miliar.

BPJS Ketenagakerjaan

BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek mengakui pandemi Covid-19 telah memberikan dampak pada bidang ketenagakerjaan. Direktur Perencanaan Strategis dan TI BPJamsostek Sumarjono mengatakan terjadi peningkatan jumlah pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK).

Hal ini memberikan dampak kepada kinerja BPJamsostek per kuartal III 2020 yang memiliki kepesertaan 50,4 juta pekerja, dibandingkan September 2019 yang sebanyak 53,1 juta pekerja. Sektor paling terdampak ialah jasa konstruksi. Ini disebabkan adanya perubahan alokasi pemerintah untuk jasa konstruksi lebih dibobotkan pada penanggulangan Covid-19. Selain itu, penurunan jumlah peserta juga terdampak dari PHK.

“Begitu pula dengan penerimaan iuran yang mencapai 67,25 persen atau setara Rp55,58 triliun dari target periode September 2020. Kalau secara year on year (yoy) ini masih ada peningkatan 5,33 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya,” ujar Sumarjono dilansir Kontan (26/10).

Menurutnya, total dana yang dikelola sampai dengan September 2020 mencapai Rp450 triliun. Masih tumbuh 4,6 persen dibandingkan September 2019 mencapai Rp430 triliun. Kebanyakan dana tersebut merupakan dana investasi pada program Jaminan Hari Tua (JHT).

“Kita tau sekarang ada beberapa instrumen yang sedang lesu, misalnya saham. Tetapi kami bersyukur dana investasi kami lebih banyak menanamkan investasi pada obligasi pemerintah, itu juga karena ada regulasi yang mengatur. Lebih dari 60 persen portofolio investasi ada di SBN,” jelasnya.

Harga Emas

Harga emas batangan produksi PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. turun tipis pada perdagangan Senin (26/10/2020). Meski demikian dilansir CNBC Indonesia, ada kemungkinan akan terjadi pergerakan besar dalam 2 pekan ke depan, mengikuti pergerakan harga emas dunia yang akan merespons data pertumbuhan ekonomi serta pemilihan presiden Amerika Serikat (AS).

Melansir data dari logammulia.com, situs resmi milik PT Antam, emas satuan 1 gram dibanderol Rp1.007.000 per batang, turun Rp1.000 atau 0,1 persen dibandingkan harga hari Sabtu pekan lalu. Sementara satuan 100 gram yang biasa menjadi acuan dihargai Rp94.912.000 per batang atau Rp949.210 per gram, turun 0,11 persen.

Kemarin, harga emas dunia melanjutkan penurunan 2 hari beruntun sebelumnya. Penyebabnya, stimulus fiskal di AS yang kemungkinan tidak akan cair hingga pemilihan presiden (Pilpres) selesai pada 3 November mendatang. Selain itu, produk domestic bruto (PDB) AS kuartal III 2020 yang diprediksi tumbuh hingga 31,9 persen dari sebelumnya yang berkontraksi (tumbuh negatif) 31,4 persen.

Data PDB AS akan dirilis pada Kamis nanti, sehingga kemungkinan akan ada pegerakan besar emas setelah rilis data tersebut dan pekan depan setelah ada pemenang pilpres AS yang mempertemukan petahana dari Partai Republik, Donald Trump, dengan lawannya dari Partai Demokrat Joseph 'Joe' Biden.

(*)


Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Empty Illustration

Produk Belum Tersedia

Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua