BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Berita Hari Ini : Harga Emas Naik 1 Persen, Syarat Raih Subsidi Bunga KPR

Abdul Malik02 Oktober 2020
Tags:
Berita Hari Ini : Harga Emas Naik 1 Persen, Syarat Raih Subsidi Bunga KPR
Pembangunan perumahan bersubsidi di Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, Selasa (1/8). (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Deflasi 3 bulan beruntun hingga September, PSBB tekan kinerja reksadana, deflasi dongkrak pasar SBN

Bareksa.com - Berikut adalah perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Jumat, 02 Oktober 2020 :

Harga Emas

Harga emas naik 1 persen pada Kamis waktu Amerika Serikat menuju level di atas US$1.900 per ounce, seiring harapan akan adanya kebijakan stimulus tambahan Negeri Abang Sam. Pelemahan dolar AS juga turut mendorong kenaikan harga logam mulia tersebut.

Promo Terbaru di Bareksa

Dilansir Reuters (1/10/2020), harga emas spot naik 1,2 persen jadi US$1.907 per ounce pada pukul 14.00 waktu AS, setelah sempat menyentuh level tertingginya sejak 22 September di US$1.911 per ounce. Senada harga emas berjangka juga menguat 1,1 persen jadi US$1.916 per ounce.

Para investor sedang memantau perkembangan pembicaraan antara Gedung Putih dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS, Nancy Pelosi perihal kesepakatan untuk stimulus tambahan bagi penananganan pandemi Covid-19.

"Jika ada kesepakatan yang maju, maka tambahan stimulus akan mampu merealisasi target inflasi yang dicanangkan Bank Sentral AS, Federal Reserve," ujar Bart Melek, Kepala Bidang Komoditas Strategis TD Securities.

Dia menyatakan level psikologi harga emas US$1.900 telah terlampaui, maka secara teknikal bisa mendorong harganya bisa naik lebih tinggi lagi. Di sisi lain nilai tukar dolar AS turun ke level terendah dalam sepekan dibandingkan mata uang utama dunia lainnya. Kondisi itu membuat harga emas jadi lebih murah bagi investor yang memegang mata uang selain dolar AS.

Di dalam negeri, harga emas Antam pada Kamis turun Rp3.000 per gram dari sebelumnya Rp1.016.000 per gram menjadi Rp1.013.000 per gram. Dilansir Kontan, harga buyback oleh Logam Mulia juga turun Rp3.000 per gram, dari sebelumnya Rp907.000 per gram menjadi Rp904.000 per gram. Dengan demikian, selisih antara harga emas dan harga buyback kemarin adalah Rp109.000 per gram.

SBN

Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) pada perdagangan Kamis (1/10/2020) ditutup bervariasi cenderung menguat, karena aset pendapatan tetap kian moncer di tengah inflasi yang rendah. Dilansir CNBC Indonesia, mayoritas SBN ramai dikoleksi oleh investor kemarin, kecuali SBN tenor 1 dan 10 tahun yang cenderung dilepas investor.

Dilihat dari imbal hasilnya (yield), hampir semua SBN mengalami pelemahan yield, tetapi tidak untuk SBN tenor 1 tahun yang mencatatkan penguatan yield 5,4 basis poin ke level 3,949 persen. Sementara itu, yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan yield obligasi negara menguat 0,6 basis poin ke level 6,936 persen.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penguatan yield menunjukkan harga obligasi yang turun. Demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1 persen. Pelemahan yield terbesar tercatat di SBN dengan tenor 15 tahun yang turun 2,3 basis poin ke level 7,419 persen. Sementara itu, pelemahan yield terkecil terjadi pada SBN berjatuh tempo 20 tahun yang turun 0,2 basis poin ke 7,454 persen.

Aksi beli obligasi pemerintah terjadi setelah Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia berada di angka -0,05 persen secara bulanan (month-to-month/MtM) pada September 2020. Artinya Indonesia masih mengalami deflasi pada September 2020 lalu.

Ini menjadi deflasi yang ketiga dalam tiga bulan beruntun, yang berarti deflasi tidak terputus sepanjang kuartal III 2020.

Reksadana

Pertumbuhan kinerja industri reksadana terhadang pelemahan kinerja pasar modal di sepanjang September. Koreksi tersebut terjadi akibat sentimen negatif dari pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang kembali ketat di Jakarta.

Berdasarkan data Infovesta Utama, reksadana saham catatkan kinerja rata-rata yang paling buruk dengan turun 24,4 persen di sepanjang kuartal III 2020. Sementara, secara bulanan di September melemah 7,03 persen. Padahal di Agustus, rata-rata kinerja reksadana saham sempat tumbuh 1,39 persen secara bulanan. Sedangkan, rata-rata kinerja reksadana campuran juga tercatat masih minus 12,38 persen di kuartal III 2020 dan menurun 4,32 persen secara bulanan.

Sementara, rata-rata kinerja reksadana pendapatan tetap masih tumbuh 5,23 persen sejak awal tahun. Secara bulanan pun tumbuh 0,04 persen. Namun, jika dibandingkan pertumbuhan kinerja reksadana pendapatan tetap di Agustus secara bulanan masih lebih tinggi dengan tumbuh 0,73 persen. Sedangkan, rata-rata kinerja reksadana pasar uang tumbuh stabil ke 3,6 persen sejak awal tahun dan tumbuh 0,36 persen secara bulanan.

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan pelemahan kinerja reksadana berbasis saham terjadi karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga melemah 22,69 persen sejak awal tahun dan melemah 7,03 persen secara bulanan di September. Pelemahan dipicu oleh penerapan PSBB yang merubah ekspektasi pelaku pasar.

"Otomatis investor jadi berhitung ulang berapa harga saham yang wajar dengan kondisi baru tersebut," kata Wawan, Kamis (1/10) dilansir Kontan.

Untungnya, saat ini Wawan melihat pelaku pasar mulai meninggalkan sentimen PSBB dan pasar saham bergerak stabil tidak tembus menurun ke bawah 4.800. "Pasar saham di Oktober masih bisa menguat meski pelaku pasar juga masih memerhatikan kurva pandemi yang terus naik," kata Wawan.

Subsidi Bunga KPR

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.138/2020 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin, yang merevisi PMK sebelumnya yaitu PMK No. 85/2020. Dilansir CNBC Indonesia, Sri Mulyani menambah jumlah jenis debitur yang bisa mengajukan insentif subsidi bunga/margin, yaitu debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan debitur kredit kendaraan bermotor.

Dalam PMK tersebut, Kemenkeu memperbolehkan debitur kredit pemilikan rumah (KPR) hingga tipe 70 dan debitur kredit kendaraan bermotor yang menggunakan kendaraannya untuk usaha produktif bisa mendapatkan subsidi bunga. "Perlu dilakukan penyempurnaan mekanisme pelaksanaan pemberian subsidi bunga/subsidi margin untuk mendukung pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional termasuk menambahkan jenis debitur yang dapat diberikan subsidi bunga/subsidi margin," jelas aturan tersebut ditulis Jumat (2/10/2020).

Seperti ketentuan PMK sebelumnya, terdapat 4 syarat yang harus dipenuhi oleh debitur KPR dan debitur kredit kendaraan bermotor sebelum bisa memperoleh fasilitas subsidi bunga dari pemerintah.

Pertama, harus memiliki baki debet kredit hingga 29 Februari 2020.
Kedua, tidak termasuk dalam daftar hitam nasional untuk plafon kredit di atas Rp50 juta.
Ketiga, memiliki kategori performing loan lancar kolektibilitas 1 atau 2 per 29 Februari 2020.
Keempat, harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.

Debitur KPR dan debitur kredit kendaraan bermotor yang memiliki akad kredit di atas Rp500 juta hingga Rp10 miliar harus memperoleh restrukturisasi kredit dari penyalur kredit sebelum mendapatkan subsidi bunga. Debitur KPR dan debitur kredit kendaraan bermotor juga tidak boleh memiliki plafon kredit kumulatif sebesar Rp10 miliar untuk mendapatkan fasilitas ini.

Bagi debitur kredit KPR atau kredit kendaraan bermotor dengan plafon kredit setara atau di bawah Rp500 juta, pemerintah memberikan subsidi bunga sebesar 6 persen selama 3 bulan pertama dan 3 persen selama 3 bulan berikutnya efektif per tahun atau disesuaikan dengan suku bunga yang setara. Untuk debitur yang plafon kreditnya mencapai Rp500 juta hingga Rp10 miliar diberikan subsidi bunga sebesar 3 persen selama 3 bulan pertama dan 2 persen selama 3 bulan berikutnya efektif per tahun atau disesuaikan dengan suku bunga yang setara..

Deflasi September

Di tengah gencarnya langkah pemerintah menggenjot konsumsi masyarakat saat pandemi Covid-19, melalui beragam kebijakan. Nyatanya laju indeks harga konsumen (IHK) justru masih di bawah ekspektasi. Apa yang perlu dibenahi pemerintah?

Dilansir Bisnis.com, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks harga konsumen (IHK) pada September 2020 kembali mengalami penurunan atau deflasi 0,05 persen. Deflasi tersebut sama dengan Agustus 2020. Sementara inflasi secara tahun berjalan atau year-to-date (ytd) 0,89 persen. Adapun secara tahunan year-to-year (yoy) mencapai 1,42 persen.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan deflasi pada September 2020 merupakan yang ketiga kalinya secara berturut-turut sejak Juli 2020. Tren ini pertama kali terjadi sejak 1999. Dari kelompok pengeluaran, deflasi disumbang oleh kelompok makanan, minuman dan tembakau, serta kelompok transportasi.

"Jadi karena banyak komoditas yang turun harga dibandingkan kenaikan. itu menyebabkan kelompok pengeluaran mamin [makanan dan minuman] tembakau andil 0,09 persen." dalam konferensi pers Kamis (1/10/2020).

Dalam kelompok transportasi, angkutan udara menyumbang andil yang besar. Penurunan tarif angkutan udara terjadi di 42 kota, di mana terbesar di Tanjung Pinang, harga turun 39 persen dan Pangkal Pinang turun 18 persen. BPS mencatat inflasi inti pada September mencapai 0,13 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan Agustus 2020 sebesar 0,29 persen.

Adapun inflasi inti turun secara bulanan dan secara tahunan. "Jadi dengan lihat angka ini. bisa disimpulkan bahwa pada September 2020 terjadi deflasi 0,05 persen dari sisi pasokan cukup tapi permintaan daya beli masyarakat rendah." ujar Suhariyanto.

Dia mengingatkan tren inflasi inti yang turun sejak Maret 2020 harus diwaspadai karena hal ini menunjukkan kondisi daya beli yang rendah. "Ini menunjukkan daya beli kita masih sangat lemah. Itu yang perlu diwaspadai," katanya.

(*)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua