BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Rupiah Terus Melemah Tembus Rp14.520 per Dolar AS, Ditekan Faktor-faktor Ini

Bareksa20 Juli 2018
Tags:
Rupiah Terus Melemah Tembus Rp14.520 per Dolar AS, Ditekan Faktor-faktor Ini
Petugas menghitung uang pecahan Rupiah dan dolar AS di Valuta Inti Prima (VIP), Jakarta. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Pada Jumat, 20 Juli 2018, kurs tengah Bank Indonesia tembus Rp14.520 per dolar AS

Bareksa.com - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih terus melemah sepanjang tahun ini. Faktor eksternal dan domestik berkontribusi terhadap pelemahan rupiah.

Pada Jumat, 20 Juli 2018, kurs tengah Bank Indonesia tembus Rp14.520 per dolar AS. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate, kurs rupiah telah melemah 7,2 persen sejak awal tahun hingga 20 Juli 2018.

Di Pasar spot pada perdagangan Kamis, kemarin, rupiah melemah 0,42 persen dengan ditutup di level Rp14.465 per dolar AS. Alhasil, sepanjang 2018, rupiah sudah anjlok 6,61 persen terhadap dolar AS.

Promo Terbaru di Bareksa

Pergerakan Kurs Rupiah terhadap Dolar AS

Illustration
Sumber : Reuters

Faktor Ekternal

Faktor eksternal menjadi kontributor terbesar terhadap pelemahan rupiah. Hal ini tidak lepas dari kebijakan moneter Negeri Adidaya yang ketat.

Pada tahun ini, kemungkinan besar Bank Sentral AS (The Fed) akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak empat kali. Lebih banyak dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu tiga kali. Adapun hingga saat ini, The Fed telah menaikkan suku bunganya sebanyak dua kali.

Kebijakan moneter ketat ditempuh untuk menghindarkan perekonomian AS “terlalu panas”. Data - data perekonomian AS yang menunjukkan pemulihan sudah semakin jelas terlihat.

Terakhir, penjualan ritel AS menguat 0,5 peren secara month on month (MoM) pada Juni 2018, sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun Reuters.

Sementara itu, data penjualan ritel periode Mei 2018 direvisi meningkat 1,3 persen, MtM dari sebelumnya dibacakan sebesar 0,8 persen MtM.

Secara tahunan, data penjualan ritel AS Juni 2018 tercatat meningkat 6,6 persen. Pertumbuhan tahunan sebesar itu merupakan yang tertinggi sejak lebih dari 6 tahun yang lalu.

Kemudian, data pertumbuhan penjualan ritel inti (yang mengeluarkan komponen penjualan kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, bahan bangunan, dan jasa makanan) tercatat tidak mengalami perubahan pada Juni 2018. Penjualan ritel inti Mei 2018 direvisi tumbuh 0,8 persen MtM dari sebelumnya 0,5 persen MtM.

Penjualan ritel inti berkorelasi paling dekat dengan komponen pengeluaran konsumen dalam pembentukan produk domestik bruto (PDB) AS.

Data tersebut kembali menegaskan pengeluaran konsumen AS akan terakselerasi lebih cepat pada kuartal kedua 2018 sehingga membuat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan pun membaik.

Jerome Powell, Gubenur The Fed, berjanji untuk menjaga perekonomian AS dari ancaman overheating ketika dia dilantik menggantikan Janet Yellen. Cara paling ampuh untuk menjaga itu adalah dengan menjangkar ekspektasi inflasi melalui kenaikan suku bunga acuan.

Dalam testimoninya di hadapan House Financial Services Committee pada hari Rabu (18/7/2018) waktu AS, Gubernur Federal Reserve, Jerome Powell mengulangi apa yang disampaikannya di hadapan Senate Banking Committee pada hari Selasa (17/7/2018), bahwa bank sentral masih akan menaikkan suku bunga acuan secara bertahap dengan probabilitas sebanyak empat kali pada tahun ini.

Pasca testimoni Powell, probabilitas the Fed menaikkan suku bunga acuan empat kali pada tahun ini naik menjadi 58,2 persen dari posisi sebelumnya yang sebesar 56,2 persen.

Faktor Internal

Sementara dari dalam negeri, ada juga faktor yang membuat rupiah semakin tertekan. Fundamental yang menopang rupiah bisa dibilang rapuh.

Nilai mata uang dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan. Di saat permintaan terhadap suatu mata uang tinggi, maka nilainya naik. Ini yang terjadi terhadap dolar AS.

Sementara ketika sebuah mata uang banyak dilepas, maka nilainya kian turun. Naasnya, inilah yang terjadi pada rupiah. Di sisi perdagangan, rupiah banyak dilepas untuk ditukarkan ke mata uang asing dalam rangka membiayai impor.

Sepanjang Januari - Juni 2018, pertumbuhan impor bahan baku mencapai 21,54 persen year on year (YoY) sementara impor barang modal tumbuh 31,84 persen. Jauh lebih cepat ketimbang Januari - Juni 2017, di mana impor bahan baku tumbuh 2,06 persen dan barang modal tumbuh 11,26 persen.

Illustration
Sumber: Bank Indonesia, diolah Bareksa

Derasnya rupiah yang dilepas untuk membiayai impor membuat rupiah semakin tertekan. Cadangan devisa di dalam negeri pun terkuras. Sejak akhir 2017, cadangan devisa Indonesia berkurang hingga US$10,4 miliar. Bahkan sejak awal tahun ini, cadangan devisi terus menunjukkan penurunan, hal ini merupakan dampak dari intervensi Bank Indonesia ke dalam pasar keuangan untuk menstabilkan rupiah.

Illustration
Sumber: Bank Indonesia, diolah Bareksa

Akibat impor yang tinggi, neraca perdagangan Indonesia defisit. Pada semester pertama 2018, neraca perdagangan mencatat defisit US$1,02 miliar. Sejak awal tahun ini, hanya di bulan Maret dan Juni neraca perdagangan Indonesia berhasil mencatatkan surplus.

Berbagai sentimen negatif yang terus menghantui, tampaknya agak sulit untuk membuat rupiah bangkit. Harapan penguatan rupiah hanya berasal aliran modal hotmoney, yang sebenarnya agak sulit untuk diandalkan.

(AM)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

autodebet

1.203,01

Up0,38%
Up5,34%
Up9,67%
Up9,80%
Up18,64%
Up8,72%

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.182,67

Up0,46%
Up5,00%
Up8,82%
Up9,04%
--

Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A

1.153,01

Up0,41%
Up4,45%
Up9,63%
Up9,89%
--

Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A

1.044,45

Up1,10%
-----

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua