Ancaman Perang Dagang AS - Cina, Ini Prospek Saham-saham CPO
Jika Cina jadi menerapkan bea masuk kedelai asal AS, maka akan jadi peluang bagi produk CPO

Jika Cina jadi menerapkan bea masuk kedelai asal AS, maka akan jadi peluang bagi produk CPO
Bareksa.com - Ketegangan antara dua negara dengan ekonomi terbesar dunia yakni Amerika Serikat dan Cina, semakin memanas. Kondisi itu menyusul genderang perang ditabuh AS pertama kali lewat kebijakan pengenaan tarif impor yang masuk ke AS sebesar 25 persen untuk baja dan 10 persen untuk produk aluminium yang ditandatangani Presiden Donald Trump pada Kamis 8 Maret lalu.
Kemudian Presiden ke-45 AS tersebut meluncurkan “serangan tambahan” dengan meminta Departemen Perdagangan AS untuk mengenakan tarif impor US$50-60 miliar untuk sejumlah produk Cina yang masuk ke Amerika.
Hal tersebut dilakukan setelah investigasi selama tujuh bulan terkait penyalahgunaan kekayaan intelektual yang menjadi titik awal memanasnya hubungan dagang antara Negeri Paman Sam dan Tirai Bambu.
Promo Terbaru di Bareksa
Selain pengenaan tarif impor, AS juga berencana untuk membatasi investasi dan mengambil tindakan untuk Cina di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization). Kemudian Departemen Keuangan AS juga sedang menyusun rencana tambahan terkait perang dagang ini.
Setelah langkah yang diambil AS tersebut, Cina pun tak tinggal diam. Kini giliran Cina yang berbalik mengancam Amerika yaitu akan memberlakukan tarif impor dengan nilai total US$3 miliar untuk produk-propduk AS. Hal itu diperkirakan bisa mengancam ekspor kedelai dari negeri Paman Sam.
Sekedar informasi, selama ini saingan minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) adalah minyak kedelai dan Cina merupakan importir terbesar produk tersebut.
Jika akhirnya Cina jadi “membalas” langkah yang diambil AS dengan menerapkan tarif impor untuk minyak kedelai yang berasal dari AS, maka jalan bagi CPO untuk menguasai pasar Negeri Panda akan semakin terbuka.
Sebab pada akhirnya produsen CPO tak perlu lagi mencemaskan pasokan kedelai AS sebagai bahan baku, karena mereka bisa beralih ke produk CPO.
Tambahan informasi, dalam tiga tahun terakhir lahan perkebunan kedelai di AS terus menunjukkan peningkatan hingga mencapai 8 juta hektare. Hal itu menjadi salah satu faktor yang mendorong pasokan minyak kedelai berlimpah di pasar.
Sehingga menyebabkan harga minyak kedelai lebih murah dibandingkan CPO. Adapun luas lahan perkebunan sawit Indonesia pada 2016 diperkirakan mencapai 11,67 juta hektare (Ha).
Meskipun ancaman yang dilakukan Cina berpeluang menjadi sentimen positif bagi harga CPO. Namun di sisi lain bisa saja ketika Cina juga menerapkan tarif impor yang sama kepada semua negara maka ini bisa berbalik menjadi sentimen negatif.
Terutama bagi negara produsen besar CPO seperti Indonesia dan Malaysia. Biaya yang lebih tinggi akibat adanya tarif impor tersebut akan menekan jumlah ekspor CPO.
Di Bursa Efek Indonesia, kinerja beberapa saham perkebunan sawit dan pengolahan CPO di antaranya PT Astra Agro Lestari Tbk (Tbk), PT PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP), PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS).
Sepanjang 2018, kinerja saham-saham tersebut bervariasi. AALI dan SIMP membukukan kenaikan 3,58 persen dan 18,8 persen. Adapun LSIP, SGRO dan SSMS masing-masing turun 1,13 persen, 2,72 persen, dan 4,7 persen.
Pergerakan Saham-saham CPO YTD 2018

Sumber : Bareksa
Sebelumnya industri CPO juga mendapatkan sentimen positif. Pemerintah dan pelaku usaha industri biodiesel Indonesia telah berhasil memenangkan gugatan tingkat banding di Mahkamah Uni Eropa (UE) dalam kasus pengenaan Bea Masuk Anti dumping (BMAD). Kemenangan ini merupakan kemenangan ganda Indonesia atas UE. Uni Eropa menghapus pengenaan BMAD 8,8 - 23,3 persen atas produk biodiesel dari Indonesia. Penghapusan BMAD ini berlaku per 16 Maret 2018.
Kemenangan itu setelah sebelumnya pemerintah berhasil memenangkan sengketa di Dispute Settlement Body World Trade Organization (DSB WTO). Hasil putusan Mahkamah UE dan putusan DSB WTO memberikan sinyal positif bagi negara-negara mitra dagang Indonesia terhadap perdagangan yang adil (fair trade) dalam sektor sawit.
Perang Dagang Tidak Menguntungkan
Sementara itu, Perdana Menteri Cina, Li Keqiang yang dikutip dari Reuters mengatakan perang dagang tidak akan menghasilkan pemenang dan menguntungkan siapa pun. Dia justru berharap kedua negara (AS dan Cina) bisa tetap tenang dan menghindari perang dagang.
AS dan Cina, kata dia, harus lebih rasional mengenai masalah perdagangan, mengingat satu sama lain saling membutuhkan produk dari negara yang bersangkutan. Terlebih kedua negara merupakan negara dengan ekonomi terbesar dunia sehingga ketegangan yang terjadi secara keseluruhan akan mempengaruhi pasar global.
Selain itu, dia juga tidak berharap untuk melihat surplus perdagangan Cina yang relatif besar terhadap AS, di mana hal tersebut menjadi salah satu alasan Presiden Trump mengenakan tarif impor terhadap produk Cina. (AM)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
| Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
|---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Obligasi Nusantara autodebet | 1.203,01 | ||||||
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.182,67 | - | - | ||||
Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A | 1.153,01 | - | - | ||||
Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A | 1.044,45 | - | - | - | - | - |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.