Akankah Sektor Properti Bangkit di 2018?
Pengembang properti optimistis setelah melewati tahun 2017 yang lesu
Pengembang properti optimistis setelah melewati tahun 2017 yang lesu
Bareksa.com - Industri properti beberapa tahun belakangan diketahui kurang bergairah. Bahkan, 2017 yang digadang-gadang sebagai tahun kebangkitan industri properti juga tidak terjadi. Meskipun demikian, tahun ini diharapkan menjadi titik balik dari kondisi yang lesu tersebut.
Akibat lesunya sektor properti, stimulus pemerintah melalui paket kebijakan ekonomi, mulai dari penurunan bunga kredit, relaksasi loan to value, potongan pajak penjualan, deregulasi perizinan, hingga amnesti pajak seolah belum terliat. Padahal paket-paket tersebut sengaja dikeluarkan untuk mendorong minat masyarakat berinvestasi di sektor properti.
Kelesuan tersebut terlihat dari kinerja beberapa perusahaan properti, salah satunya PT Wika Realty, yang merupakan anak usaha PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA). (Baca juga Wika Realty Target Raih di Atas Rp1 Triliun Melalui IPO Tahun Depan)
Promo Terbaru di Bareksa
Presiden Direktur Wika Realty, Agung Salladin mengatakan, tahun 2017 bukanlah tahun yang menggembirakan. Pasalnya, buat perusahaan, beberapa target yang dicanangkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tidak tercapai. Belum pulihnya industri properti menjadi salah satu alasannya.
Ia mengungkapkan, tahun lalu perusahaan hanya berhasil membukukan penjualan di Rp1,5 triliun angka tersebut baru mencapai 80 persen dari target yang dicanangkan dalam RKAP. Hal serupa juga terjadi pada posisi prapenjualan (marketing sales) yang hanya bisa diraih sebesar Rp2,5 triliun atau baru sebesar 70 persen dari target RKAP.
"Oleh sebab itu tahun lalu kita mengejar posisi laba, yang secara prosentase hampir mendekati target," kata Agung usai menghadiri groundbreaking Bintaro Mansion Apartemen di Tanggerang, Sabtu, 17 Febuari 2018.
Melihat hasil itu, pihaknyapun tak putus asa. Justru tahun ini, melihat kondisi infrastruktur yang mulai semakin baik, pihaknya justru akan lebih ekspansi.
Tak tanggung-tanggung, target yang dicanangkan dalam RKAP pun dibocorkan Agung cukup mencengangkan.
Wika Realty menargetkan raihan marketing sales hingga mencapai Rp4,4 triliun atau tumbuh sekitar 76 persen. Sementara penjualan mencapai Rp2,9 triliun atau tumbuh lebih dari 87 persen.
Optimisme Wika sungguh beralasan, karena tahun ini pihaknya telah berhasil mengantongi 22 kontrak baru di 13 kota dan sembilan provinsi.
Meski tidak menyebutkan nilai kontrak yang diraih seberapa besar, ini menjadi tanda tanya, apakah tahun ini industri properti benar-benar akan bangkit?
"Tahun ini penuh tantangan, dan kebutuhan tetap ada. Makanya kita akselerasi dengan lokasi-lokasi yang bagus untuk kita dorong, seperti di Jabodetabek," jelasnya.
Senada, Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi PT Intiland Development Tbk Archied Noto Pradono juga mengungkapkan optimismenya tentang pasar properti nasional yang akan berangsur-angsur membaik. Manajemen persahaan dengan kode saham DILD ini yakin pasar properti akan tumbuh, meskipun ada risiko dan kekhawatiran yang disebabkan memanasnya iklim politik seiring penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak.
Menurutnya, pasar properti dalam beberapa tahun terakhir cenderung melemah dan pelaku pasar mengambil sikap menunggu (wait and see). Saat ini pasar mulai menunjukan tanda-tanda untuk membaik seiring dengan meningkatnya pembelian dan investasi properti.
“Sebagai developer properti, kami mempertimbangkan segala aspek untuk meluncurkan proyek atau produk baru. Kami yakin kebutuhan masyarakat terhadap produk-produk properti masih akan terus meningkat, seiring membaiknya kondisi makro dan fundamental perekonomian nasional,” kata Archied belum lama ini.
Intiland menargetkan perolehan pendapatan prapenjualan tahun 2018 sebesar Rp3,3 triliun. Target perolehan ini naik 15 persen dari marketing sales tahun 2017 yang sebesar Rp2,93 triliun.
CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda mengatakan, karakteristik pasar properti di Indonesia mengikuti kaidah supply driven. Artinya, salah satu penentu kebangkitan pasar properti lebih dikarenakan aksi-aksi yang dilakukan para pengembang. Bukan demand driven.
"Karena kalau permintaan sebenarnya pasar properti Indonesia tidak akan kehabisan daya beli, apalagi segmen menengah atas,” jelasnya saat dihubungi.
Kondisi tersebut terjawab karena meskipun daya beli dan permintaan cukup besar, penjualan properti relatif masih tertahan.
Ia menjelaskan para investor selama tahun 2017 belum menemukan produk yang sesuai karena perilakunya yang semakin selektif. Banyaknya investor yang terbuai harga terlalu tinggi pada periode booming 2010-2012 membuat mereka semakin berhati-hati membeli dengan harga yang sudah terlalu tinggi.
Industri properti diperkirakan bisa tumbuh lebih baik di 2018 dibandingkan dengan pertumbuhan di sepanjang 2017. Kondisi tersebut akan didukung oleh sentimen positif seperti membaiknya laju pertumbuhan ekonomi, didapatkanya peringkat layak investasi dari lembaga pemeringkat dunia, hingga tingkat inflasi yang bergerak cukup terkendali. (K20)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,28 | 0,26% | 4,07% | 7,67% | 8,36% | 19,31% | 38,54% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.094,66 | 0,28% | 4,21% | 7,11% | 7,47% | 2,78% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.082,94 | 0,60% | 4,03% | 7,41% | 7,80% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.849,98 | 0,54% | 3,90% | 6,98% | 7,39% | 17,50% | 40,64% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.280,85 | 0,84% | 4,06% | 7,03% | 7,41% | 20,32% | 35,75% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.