BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Tiap Bulan Puasa Saham Sektor Konsumsi & Ritel Naik? Cek Dulu Kondisi Ekonomi

Bareksa08 Juni 2016
Tags:
Tiap Bulan Puasa Saham Sektor Konsumsi & Ritel Naik? Cek Dulu Kondisi Ekonomi
Ilustrasi kegiatan di sebuah toko swalayan di Jakarta. Penjualan toko ritel bergantung pada tingkat belanja dan konsumsi masyarakat yang dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi. ANTARA FOTO/Reno Esnir

Kondisi makro ekonomi bulan Ramadhan kali ini lebih baik dibandingkan tahun lalu

Bareksa.com - Memasuki bulan Ramadhan, saham-saham ritel dan konsumsi kerap menjadi favorit. Hal ini didukung oleh meningkatnya belanja dan konsumsi masyarakat yang juga memperoleh pendapatan tambahan dalam bentuk Tunjangan Hari Raya (THR) atau gaji ke-13.

Dalam 10 tahun terakhir tiap bulan Ramadhan, indeks saham sektor barang konsumsi mengalami kenaikan 8 kali. Kenaikan sektor barang konsumsi ini tentunya didukung kondisi makro ekonomi yang stabil. Hal ini tercermin ketika kondisi makro ekonomi sedang tidak mendukung, indeks saham sektor barang konsumsi melemah, yaitu di tahun 2008 (krisis sub-prime mortgage) dan 2015 (perlambatan ekonomi global). Baca juga: Benarkah Saham Ritel & Konsumsi Selalu Kasih THR di Bulan Puasa? Ini Datanya

Lalu bagaimana dengan kondisi makro ekonomi pada bulan puasa tahun ini?

Promo Terbaru di Bareksa

Diwawancara analis Bareksa, ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta menyebutkan bahwa kondisi makro ekonomi pada bulan Ramadhan tahun ini lebih baik. Beberapa indikator makro ekonomi yang mempengaruhi sektor konsumsi dan ritel khususnya di bulan suci ini yaitu:

1. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks yang didasarkan pada survei Bank Indonesia ini menunjukkan tingkat keyakinan konsumen di mana nilai di atas 100 mencerminkan optimisme konsumen, sedangkan nilai di bawah 100 menunjukkan sikap pesimistis konsumen. Selama 10 tahun terakhir tiap bulan puasa, secara rata-rata IKK menunjukkan adanya kenaikan. Nilai IKK sempat jatuh ke level terendah di tahun 2008 ketika krisis global terjadi. Rendahnya IKK ini seiring dengan penurunan harga saham sektor barang konsumsi yang mencatatkan return negatif.

Sementara itu di tahun 2016, data IKK yang secara rata-rata di atas 100 mengindikasikan daya beli masyarakat yang lebih baik. "Nilai IKK bulan April tahun ini lebih tinggi dari tahun lalu dan daya beli masyarakat lebih bagus di bulan puasa," kata Rangga Cipta.

Dengan membaiknya daya beli, sektor konsumsi dan ritel di bulan puasa tahun ini tentunya akan diuntungkan.

Grafik: Indeks Keyakinan Konsumen

Illustration

Sumber: Bank Indonesia, diolah Bareksa

2. Pertumbuhan ekonomi

Indikator berkembangnya perekonomian suatu negara dapat dilihat dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Ketika pertumbuhan ekonomi membaik, sektor konsumsi dan ritel ikut mendulang keuntungan. Di tahun 2008 ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat, indeks sektor konsumsi di bursa ikut terkoreksi.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini telah membaik dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Pada kuartal I 2016, ekonomi Indonesia bertumbuh 4,92 persen year-on-year atau lebih tinggi dari periode yang sama di tahun sebelumnya yang 4,73 persen year-on-year. Ekspektasi pertumbuhan ekonomi tahun ini juga lebih tinggi dibanding tahun lalu sehingga prospek sektor konsumsi dan ritel mestinya bisa lebih cerah.

Grafik: Pertumbuhan Ekonomi Kuartalan

Illustration

Sumber: Bank Indonesia, diolah Bareksa

3. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS

Tingginya kurs rupiah terhadap dolar AS akan berdampak pada mahalnya barang-barang impor. Mahalnya harga barang yang diimpor perusahaan akan berimbas pada harga jual yang dikenakan terhadap konsumen. Dalam hal ini, peritel seperti PT Mitra Adiperkasa Tbk dan PT Ace Hardaware Tbk (ACES) yang sebagian besar barangnya diimpor dan juga PT Indofood CBP Tbk yang menggunakan bahan baku impor, berisiko menderita kerugian bila tidak menyesuaikan harga jual.

Grafik: Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS

Illustration

Sumber: Bank Indonesia, diolah Bareksa

Pelemahan nilai tukar rupiah pada tahun 2008 dan 2015 menjadi salah satu faktor melorotnya indeks sektor konsumsi. Tetapi tahun ini, nilai tukar rupiah cenderung lebih stabil--di kisaran Rp13.000/$--sehingga diproyeksikan sektor konsumsi dan ritel tahun ini bisa berada di kondisi yang lebih baik. (kd)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.314,44

Up0,08%
Up3,33%
Up0,02%
Up5,55%
Up18,27%
-

Capital Fixed Income Fund

1.769,29

Up0,54%
Up3,38%
Up0,02%
Up6,86%
Up17,32%
Up43,94%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.748,07

Down- 0,93%
Up3,17%
Up0,01%
Up3,84%
Up18,21%
Up46,65%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.036,37

Down- 0,18%
Up1,84%
Up0,01%
Up2,73%
Down- 2,13%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

Produk baru

1.034,65

Up0,48%
-
Up0,03%
---

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua