Polemik Buyback Saham BUMN Lewat Dana Pensiun, Bisakah?
Menteri BUMN Rini Soemarno menginstruksikan BUMN membeli kembali sahamnya menggunakan Dana Pensiun.

Menteri BUMN Rini Soemarno menginstruksikan BUMN membeli kembali sahamnya menggunakan Dana Pensiun.
Bareksa.com – Rencana pembelian kembali (buyback) saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih terus bergulir. Opsi buyback disampaikan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno agar harga saham perusahaan pelat merah di Bursa Efek Indonesia (BEI) tidak jatuh terlalu dalam.
Rini menyatakan BUMN bisa menggunakan dana pensiun untuk aksi buyback ini. Dengan menggunakan dana pensiun, karyawan bisa memiliki sebagian saham BUMN.
Pembelian kembali saham akan dilakukan dengan instruksi employee stock ownership plan (ESOP). Ia berharap para karyawan BUMN bisa mendapatkan saham dari cicilan gajinya atau diperhitungkan sebagai bagian dari bonus. Buyback dengan cara seperti itu, katanya, akan membuat treasury stock lebih mudah dikelola.
Promo Terbaru di Bareksa
Presiden Direktur Schroders Investment Management Indonesia Michael Tjoajadi, kepada Bareksa.com, Kamis 27 Agustus 2015 mengatakan opsi buyback kali ini cukup masuk akal.“Buyback berarti perusahaan yang beli. Jika perusahaan menganggap itu murah dia akan beli,” katanya.
Menurut Michael, bisa saja perseroan menggunakan dana pensiun untuk buyback. Namun, penggunannya terbatas jika dana pensiun tersebut dalam status define benefit. Namun, jika dana pensiunnya menggunakan sistem define contribution, BUMN tidak bisa menggunakannya. “Saat ini hampir semua BUMN menggunakan define benefit,” ujarnya.” Hanya Garuda dan Bank Mandiri yang menggunakan define contribution kalau (saya) tidak salah.”
Status dana dalam dana pensiun dengan sistem define benefit, menurut Michael, masih dianggap sebagai uang perusahaan. Walhasil jika dibelikan saham masih bisa dikatakan sebagai buyback. Adapun define contribution berarti dana tersebut sudah lekat kepada individu pembayar dan sudah dipisahkan pembukuannya.
Michael mengungkapkan dana pensiun paling besar di Indonesia ada di PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Nilainya dana yang terkumpul sekitar Rp16-18 triliun. Selanjutnya diikuti oleh BRI, PLN, BNI, dan Astra.
Berdasarkan data Bareksa, mayoritas harga saham BUMN hingga saat ini masih dalam kondisi minus sejak awal tahun.
Grafik: Presentase Perubahan Harga Saham BUMN YTD

Sumber: Bareksa
Harga saham BUMN memang sudah terbilang murah. Indikatornya nilai price to book value (PBV) saham perusahaan pelat merah ini berada di bawah satu kali. PBV dihitung dengan membandingkan harga saham terhadap nilai buku per saham. PBV di bawah satu kali menunjukkan harga yang sudah lebih rendah daripada nilai buku perusahan itu sendiri.
Grafik: Price to Book Value (PBV) BUMN

Sumber: Bareksa
Walaupun murah, BUMN tidak bisa serta merta membeli kembali sahamnya melalui cash perusahaan. Alasannya, sejumlah BUMN memiliki ketersediaan Free cash flow (FCF) negatif. FCF atau arus kas bebas merupakan salah satu indikator yang menunjukkan seberapa besar kas yang dimiliki perusahaan setelah dikurangi dengan kebutuhan utama, yakni belanja modal (capital expenditure).
Grafik: Free Cash Flow BUMN

Sumber: Bareksa
FCF terbesar hanya dimiliki PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) sebesar Rp5,1 triliun. Di luar itu, BUMN yang masih memiliki posisi kas cukup besar adalah BUMN di sektor perbankan. Di antaranya PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rp72 triliun, PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Rp67 triliun, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Rp33 triliun, dan BBTN Rp10 triliun.
Sementara itu, sejumlah perusahaan BUMN lain -- terutama di bidang infrastruktur -- seperti PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), PT PP Tbk (PTPP), dan PT Adhi Karya Tbk memiliki FCF negatif.
Tidak Boleh Ada Intervensi Dalam Penggunaan Dana Pensiun
Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia, Bambang Sri Muljadi, kepada Bareksa.com mengungkapkan tidak ada yang bisa melakukan intervensi kepada dana pensiun. “Dana pensiun tidak bisa digunakan untuk buyback. Dana pensiun tidak bisa diintervensi,” ujarnya.
Penggunaan dana pensiun, menurut Bambang, tidak akan masuk ranah buyback, melainkan investasi. Dana pensiun di setiap perusahaan masuk dalam pembukuan yang berbeda dengan kas perusahaan. “Jadi kalau kas Bank BRI terpisah pembukuannya dengan dana pensiun BRI,” katanya.
Ia melanjutkan, dana pensiun memang harus melakukan investasi dan saham salah satunya. Namun, dana pensiun harus menghitung cermat dan melalui analisis.
Keputusan berinvestasi, menurut Bambang, akan tetap berada pada pengurus dana pensiun. Pemerintah tidak bisa melakukan intervensi untuk penggunaan dananya.
“Mengimbau saja boleh, tapi hanya imbauan. Keputusan investasinya tetap berada di pengurus,” katanya.”Kalau investasi yang dilakukan malah tidak bagus, nanti dana pensiun yang akan mendapat masalah.”
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
| Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
|---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Obligasi Nusantara autodebet | 1.201,44 | ||||||
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.181,6 | - | - | ||||
Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A | 1.152,06 | - | - | ||||
Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A | 1.047,01 | - | - | - | - | - |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.