BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Belajar Dari Krisis 1998, Pemerintah Terus Kurangi Porsi Utang Luar Negeri

Bareksa30 April 2015
Tags:
Belajar Dari Krisis 1998, Pemerintah Terus Kurangi Porsi Utang Luar Negeri
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan ketika membuka Asian-African-Business Summit yang merupakan rangkaian peringatan ke-60 Konferensi Asia Afrika di Jakarta Convention Centre, Jakarta, Selasa (21/4). Asian-African-Business Summit itu mengangkat tema "Realization of Asia-Africa Partnership for Progress and Prosperity". ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Penerbitan SBN terus ditingkatkan karena lebih memberikan posisi tawar yang lebih baik bagi pemerintah

Bareksa.com – Pernah punya pengalaman tidak mengenakan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) membuat isu persoalan utang dari lembaga keuangan tersebut menjadi bola panas.
Apalagi Presiden Joko Widodo sempat keseleo lidah menyatakan bahwa Indonesia masih memiliki utang kepada IMF, meski Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro telah mengklarifikasi dan meluruskannya.

Isu utang IMF memang sensitif bagi negara ini karena Indonesia perlu waktu hampir 10 tahun untuk melunasi seluruh utang dari lembaga keuangan terbesar di dunia tersebut.

Pinjaman kepada IMF berawal ketika Indonesia diterpa krisis Asia pada 1997. Saat itu, Indonesia membutuhkan dana talangan IMF untuk menahan agar krisis tidak jatuh lebih dalam.

Promo Terbaru di Bareksa

Untuk mendapatkan pinjaman dari IMF, Pemerintah harus mematuhi beberapa persyaratan dari lembaga donor itu, seperti melakukan berbagai perbaikan di bidang ekonomi, misalnya merekapitalisasi perbankan, melikuidasi beberapa bank bermasalah, merekonstruksi perekonomian Indonesia, serta mengimplementasikan program-program reformasi ekonomi.

Saat itu, pemerintah terpaksa mengikuti kemauan IMF untuk menahan gejolak nilai rupiah agar kembali ke posisi Rp14.850 per dolar AS.

Bahkan, negara ini sempat dinyatakan bangkrut oleh Paris Club karena kondisi semakin memburuknya perekonomian dan defisit keuangan yang terus membengkak setelah IMF pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid mengurungkan niatnya berinvestasi di Indonesia.

Imbasnya, pemerintah diperkirakan tidak sanggup membayar utang yang akan jatuh tempo pada 2002. (Baca juga: Pergolakan Rupiah dari Rezim Soeharto hingga SBY)

Akhirnya utang kepada IMF berakhir juga. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah melunasinya pada 2006, lebih cepat dari jatuh temponya pada 2010. Saat itu SBY menilai perekonomian Indonesia terus membaik dan cadangan devisa pun terus meningkat.

*****

Belajar dari pengalaman atas utang IMF, pemerintah terus berusaha mengurangi porsi utang luar negeri dan meningkatkan porsi pembiayaan melalui penerbitan Surat Berharga Nasional (SBN). Porsi pembiayaan melalui SBN terus meningkat sejak 1999. Sementara itu, porsi dari pinjaman, seperti pinjaman luar negeri, dalam negeri maupun multilateral porsinya terus dikurangi pemerintah.

Grafik Perbandingan Rasio Utang Luar Negeri dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah

Illustration

Sumber: DJPRR, diolah Bareksa

Besarnya porsi pendanaan melalui penerbitan SBN ini, tidak lepas dari kelebihan yang ditawarkan oleh penerbitan SBN dibanding pinjaman utang luar negeri. Salah satunya memberi nilai tawar lebih tinggi kepada pemerintah dalam menentukan term and condition-nya.

Rasio utang pemerintah terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) pun terus menurun seiring perbaikan ekonomi Indonesia meski pembiayaan pemerintah terus meningkat. Dengan demikian, bunga utang yang ditawarkan pun bisa terus diperkecil angkanya.

Grafik Perbandingan Rasio Total Utang Pemerintah Terhadap PDB Indonesia

Illustration

Sumber: DJPRR, diolah Bareksa

Kondisi ini juga tercermin dari rendahnya rasio pembayaran bunga yang harus dibayarkan setiap tahun terhadap pendapatan dan belanja pemerintah. Bahkan, nilainya terus di bawah 10 persen sejak 2010, sekaligus menunjukkan kondisi yang lebih sehat. Selain itu, total kewajiban terhadap cadangan devisa juga nilainya terus mengecil. (pi)

Grafik Perbandingan Rasio Pembayaran Bunga Terhadap Pendapatan dan Belanja Pemerintah

Illustration

Sumber: DJPRR, diolah Bareksa

Grafik Rasio Kewajiban terhadap Cadangan Devisa Indonesia

Illustration

Sumber: DJPRR, diolah Bareksa

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.384,29

Up0,31%
Up4,11%
Up7,69%
Up8,53%
Up19,61%
Up38,45%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.094,65

Up0,41%
Up4,25%
Up7,12%
Up7,48%
Up3,39%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.082,41

Up0,58%
Up3,99%
Up7,33%
Up7,77%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.848,99

Up0,52%
Up3,87%
Up6,90%
Up7,37%
Up17,90%
Up40,64%

Insight Renewable Energy Fund

2.278,99

Up0,82%
Up3,98%
Up6,92%
Up7,34%
Up20,33%
Up35,72%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua