Marjin Keuntungan PGAS Terancam Tertekan; Pemerintah Ingin Harga Gas Turun
Marjin laba usaha diluar depresiasi (EBITDA) PGAS 35% tahun 2014, Gail Ltd (BUMN India) 13%, Shenzhen Gas Corp 12%.

Marjin laba usaha diluar depresiasi (EBITDA) PGAS 35% tahun 2014, Gail Ltd (BUMN India) 13%, Shenzhen Gas Corp 12%.
Bareksa.com - Keinginan pemerintah untuk menurunkan harga gas industri dikhawatirkan akan semakin menekan kinerja keuangan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN).
Sejauh ini memang belum jelas bagaimana mekanisme penurunan harga jual gas yang direncanakan pemerintah. Apakah dari upstream -- dari produsen gas seperti Pertamina dan Conocophilips – atau dari distributor gas seperti PGAS. Yang pasti, prediksi bakal melemahnya kinerja PGN telah membuat harga sahamnya yang berkode PGAS ambrol 26,5 persen secara year-to-date.
Macquarie Capital Securities Indonesia dalam risetnya yang telah disampaikan kepada nasabah memprediksi kemungkinan paling besar pemangkasan harga gas terjadi di level PGAS, mengingat perusahaan pelat merah itu menikmati margin yang relatif tinggi.
Sepanjang 2014, marjin laba usaha di luar biaya depresiasi (EBITDA margin) PGAS mencapai 35 persen berdasarkan data Bareksa. Dibandingkan dengan perusahaan distribusi gas di negara lain seperti India dan China, margin PGAS jauh lebih tinggi. Gail Ltd yang juga merupakan BUMN milik India, pada 2014 hanya menghasilkan EBITDA margin 13 persen. Sementara itu Shenzhen Gas Corp asal China juga EBITDA marginnya hanya 12 persen.
Promo Terbaru di Bareksa
***
Menteri Perindustrian Saleh Husin pada Selasa 14 April 2015 kepada pers mengatakan bahwa Kementerian Perindustrian mengusulkan penurunan harga gas untuk industri sekitar 10-20 persen atau menjadi $9,5 sampai $8,4 per MMBTU.
Harga jual gas memang ditentukan oleh PGAS, tapi memerlukan persetujuan Pemerintah berdasarkan pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 tahun 2009 Bab 1 pasal 3.
Terakhir pemerintah menyetujui kenaikan harga jual gas PGAS untuk industri pada September 2012. Pada saat itu harga gas naik hingga 50 persen dalam dua tahap, yakni 35 persen pada 1 September 2012 dan 15 persen pada 1 April 2013. Harga jual industri pun naik menjadi $10,2 per MMBTU dari sebelumnya $6,8 per MMBTU.

Sumber: PGAS, diolah Bareksa.com
Harga jual rata-rata PGAS memang terus meningkat tiap tahunnya. Per 2014 harga jual gas rata-rata naik 0,9 persen menjadi $8,95 per MMBTU. Namun, kenaikan harga jual tersebut bukan disebabkan oleh naiknya harga jual gas melainkan lebih disebabkan naiknya kontribusi pendapatan dari sektor industri. Harga jual untuk industri maksimal mencapai $10,2 per MMBTU.
Tabel Kontribusi Pendapatan PGAS

Sumber: PGAS, diolah Bareksa.com
Perubahan signifikan hanya terjadi pada 2012 dan 2013. Artinya harga jual ke industri yang paling memengaruhi harga jual rata-rata PGAS.
***
Walaupun harga jual gas meningkat tiap tahunnya, tetapi EBITDA margin PGAS sebenarnya terus merosot.Pada 2014, EBITDA margin turun menjadi 35 persen dari tahun sebelumnya 37 persen.

Sumber: Bareksa.com
Bagus Putra Perdana, pengamat yang telah berkecimpung di pasar modal selama 10 tahun kepada Bareksa.com mengatakan turunnya EBITDA margin PGAS akibat naiknya biaya pembangunan pipa baru seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah tahun lalu. "Harga pipa itu dalam dolar Amerika Serikat. Jadi EBITDA turun karena mereka terus menambah pipa untuk ekspansi."
Menurut Bagus, wajar jika EBITDA margin PGAS lebih tinggi dibanding perusahaan distribusi gas di kawasan regional lainnya seperti India maupun China. Di Indonesia PGAS harus membangun jalur pipa gas dari awal. Berbeda dengan India dan China yang sudah membangun pipa gas puluhan tahun lalu sehingga saat ini tidak memerlukan dana untuk membangun pipa gas lagi.
Harga gas internasional per akhir 2014 hanya $2,89 per MMBTU, tetapi PGAS menjual pada harga rata-rata $8,95 per MMBTU. Tingginya selisih dengan harga internasional itu akibat infrastruktur pipa gas yang belum memadai. Harga jual dari Pertamina dan Conocophilips sebagai supplier PGAS pun berada di sekitar $4-5 per MMBTU, lebih tinggi dari harga internasional karena biaya eksplorasi minyak dan gas yang mahal di Indonesia -- lagi-lagi kendala utamanya ada di infrastruktur.
"Kalau marginnya tidak tinggi, tidak akan ada yang mau membangun pipa gas di Indonesia. Walaupun cadangan gas besar, percuma tidak bisa disalurkan," ujar Bagus.
Selain harga pipa yang mahal, harga tanah juga terus merangkak naik. Jaringan pipa gas tertanam di darat sehingga PGN harus membayar harga tanah di sepanjang jaringan pipa gas. EBITDA turun, karena biaya depresiasi PGAS naik akibat harga aset pipa yang baru lebih mahal dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Sebagai contoh ketika membangun mega proyek pipa transmisi gas Sumatera-Jawa (SSWJ I) dengan panjang pipa 450 km dan SSWJ II sepanjang 661 km pada 2007. Biaya investasi SSWJ I naik dari semula dianggarkan $471 juta menjadi US$492 juta dan SSWJ II yang semula $519 juta menjadi $619 juta. Kenaikan terjadi akibat lonjakan harga pipa baja menjadi $1.400 per ton dari sebelumnya $700-900 per ton.
Jika jaringan pipa transmisi sudah berada di hampir seluruh wilayah Indonesia maka dengan sendirinya margin PGAS akan menurun, dan PGAS sudah bisa mengandalkan volume untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan. Saat ini pipa transmisi baru ada di Sumatera dan Jawa, belum tersebar secara menyeluruh di daerah blok-blok minyak sehingga menyebabkan hasil gas bumi di Indonesia 39 persen masih diekspor. "Sebaiknya pemerintah tidak asal melakukan intervensi dengan alasan kepentingan masyarakat, tapi perlu lihat apa masalah di lapangan sesungguhnya yang menyebabkan harga jual gas PGAS lebih mahal," ujar Bagus.
Gambar Peta Pipa Transmisi PGAS dan Infrastruktur LNG

Sumber: PGAS
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
| Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
|---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Obligasi Nusantara autodebet | 1.202,74 | ||||||
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.182,32 | - | - | ||||
Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A | 1.152,7 | - | - | ||||
Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A | 1.045,13 | - | - | - | - | - |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.