BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Selain APBN, Masih Dibutuhkan US$47 Miliar/Tahun Bangun Infrastruktur

22 Maret 2017
Tags:
Selain APBN, Masih Dibutuhkan US$47 Miliar/Tahun Bangun Infrastruktur
Pemandangan jalan layang (fly over) bus Transjakarta koridor XIII Kapten Tendean-Ciledug sepanjang 9,3 kilometer di Tendean, Jakarta. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Pasar modal ditargetkan berkontribusi 37 persen dari pendanaan untuk proyek jangka panjang

Bareksa.com - Pembangunan infrastruktur yang mampu menjawab sejumlah persoalan di Indonesia masih menjadi perhatian dari pemerintah terutama guna memacu pertumbuhan ekonomi di tengah perlambatan ekonomi global. Sayangnya, berbagai macam upaya pemerintah untuk membangun infrastruktur masih menuai persoalan utamanya dari segi pendanaan.

Asian Development Bank (ADB) atau Bank Pembangunan Asia memperkirakan kebutuhan dana infrastruktur Indonesia selama 2015-2019 di masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencapai sebesar US$350 miliar atau setara US$70 miliar untuk setiap tahunnya. Adapun di kondisi sekarang ini terdapat selisih pendanaan.

Pemerintah melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya mampu mendanai sekitar US$23 miliar setiap tahunnya guna pembangunan infrastrukur. Apabila dikaitkan dengan kebutuhan dana tiap tahun dari ADB dan kemampuan pemerintah lewat APBN maka terdapat selisih sekitar US$47 miliar dalam membangun infrastruktur.

Promo Terbaru di Bareksa

"Artinya hitung-hitungan selisihnya bisa dikatakan yakni US$70 miliar dari kebutuhan dana untuk membangun infrastruktur tiap tahun dikurangi US$23 miliar dari kemampuan pemerintah untuk mendanai melalui alokasi APBN maka sekitar US$47 miliar (selisihnya)," kata Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Wismana Adi Suryabrata, Selasa 21 Maret 2017.

Besarnya kebutuhan yang akhirnya pemerintah harus memutar otak untuk mencari alternatif lain guna mendanai pembangunan infrastruktur, baik melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN), industri jasa keuangan, maupun melalui uluran tangan dari pihak asing. Di sisi lain, alternatif melalui pasar modal sudah harus mulai diperhitungkan dan dipergunakan lebih maksimal.

"Kita tentu berharap akan semakin banyak adanya keterlibatan dari private sector," kata Wismana.

Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro juga pernah menghimbau institusi keuangan, termasuk asuransi dan dana pensiun (dapen), agar menempatkan dana investasi mereka untuk infrastruktur melalui reksa dana penyertaan terbatas (RDPT).

Himbauan Bambang tersebut sekaligus mengkritik pilihan investasi Dapen yang memang lebih banyak di instrumen deposito. Padahal, lanjut dia, tren bunga deposito ke depan akan terus turun. (Baca juga: Kelola Rp232 Triliun, Dapen Didorong Untuk Investasi Di Infrastruktur Via RDPT)

Pasar Modal

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga terus mendorong pasar modal untuk membiayai proyek infrastruktur di sektor energi, listrik, pelabuhan, bandara dan lainnya. OJK menargetkan 37 persen pembiayaan proyek infrastruktur berasal dari industri jasa keuangan, termasuk pasar modal.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida mengatakan bahwa dana atau anggaran pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sebesar Rp5.000 triliun dan pasar modal diharapkan bisa berkontribusi cukup besar.

“Dari anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp 5.000 triliun, sumber pendanaan dari APBN dialokasikan sebesar 30 persen, dari APBD sebesar 11 persen, dari BUMN sebesar 22 persen, dan dari pasar keuangan sekitar 37 persen. Di sektor ini ada perbankan, industri jasa keuangan non bank, dan pasar modal," katanya.

Nurhaida menilai pasar modal bisa menjadi alternatif pembiayaan infrastruktur yang cocok karena memiliki instrumen jangka panjang dengan adanya surat utang jangka panjang. Baik pasar modal maupun perbankan bisa menerbitkan obligasi untuk menyalurkan kredit sehingga memiliki kontribusi bagi pembiayaan infrastruktur.

Direktur Penilaian PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Samsul Hidayat menilai selama ini pasar modal sudah cukup berperan terhadap pembiayaan infrastruktur. Hanya saja tidak semua proyek infrastruktur bisa dibiayai oleh pasar modal.

Pembiayaan infrastruktur yang tidak mengharapkan return bersumber dari APBN, seperti pembangunan beberapa jalan di daerah. Adapun pembiayaan infrastruktur yang bisa disubsidi oleh swasta akan mengharapkan return, antara lain pembangunan jalan tol atau pelabuhan. Pihak swasta yang ingin membiayai pelabuhan bisa melalui equity financing dan kekurangan dananya bisa menerbitkan produk-produk di pasar modal.

“BEI sebagai fasilitator harus menawarkan kepada sektor swasta. Nantinya tergantung swasta mau membiayai proyek tersebut atau tidak. Pihak swasta tentu akan mengkalkulasikan return. Dana publik itu bisa melalui penerbitan obligasi atau produk-produk yang bisa dicatatkan di tempat kita bisa diperdagangkan di pasar modal," jelas Samsul Hidayat. (K03/K05)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.314,44

Up0,08%
Up3,33%
Up0,02%
Up5,55%
Up18,27%
-

Capital Fixed Income Fund

1.769,29

Up0,54%
Up3,38%
Up0,02%
Up6,86%
Up17,32%
Up43,94%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.748,07

Down- 0,93%
Up3,17%
Up0,01%
Up3,84%
Up18,21%
Up46,65%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.036,37

Down- 0,18%
Up1,84%
Up0,01%
Up2,73%
Down- 2,13%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

Produk baru

1.034,65

Up0,48%
-
Up0,03%
---
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua