BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Dulu Office Boy, Kini Jualan Online dengan Omzet Rp40 Juta Sebulan

25 April 2016
Tags:
Dulu Office Boy, Kini Jualan Online dengan Omzet Rp40 Juta Sebulan
Fahruddin, mantan Office Boy yang sukses berjualan mainan di Tokopedia.com. (Tokopedia)

Diungkap studi Deloitte, e-commerce dapat menggenjot penjualan UMKM 80 persen lebih tinggi ketimbang secara konvensional

Bareksa.com - Studi Deloitte pada tahun 2015 mengungkap bahwa pemanfaatan teknologi Internet oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dapat meningkatkan penjualan 80 persen lebih tinggi ketimbang dengan cara konvensional. Tak cuma itu, e-commerce juga disimpulkan dapat menggenjot inovasi, membuka lapangan pekerjaan 1,5 kali lebih luas, dan membuka akses UMKM ke pasar lokal maupun internasional.

Riset itu sejalan dengan testimoni sejumlah pedagang online yang diwawancarai Bareksa. Berikut kisah sukses mereka.

Fahruddin, Reseller Mainan

Promo Terbaru di Bareksa

Kisah hidup Fahruddin sungguh sebuah inspirasi. Berjualan online mengubah secara drastis hidup pria yang semula bekerja sebagai Office Boy ini.

Fahruddin mengisahkan dia bekerja sebagai petugas cleaning service selama kurun waktu 2008-13. Ia mulai menjalan bisnis sampingan, berjualan online, sejak pertengahan 2013.

Karena terikat jam kerja, Fahruddin semula tidak terpikir bagaimana caranya mencari penghasilan tambahan untuk gajinya yang pas-pasan. Hingga akhirnya pada suatu hari dia bertemu dengan staf digital marketing di perusahaan tempat dia bekerja. "Lalu saya melihat ada platform yang menawarkan bisa buka toko online gratis, saya mulai mencoba masuk," katanya kepada Bareksa.

Dia mencoba menjadi reseller mainan. Eh, penjualannya berkembang. Setelah berjalan enam bulan, Fahruddin memutuskan mundur dari pekerjaannya sebagai Office Boy untuk menjadi wirausaha, membesarkan usahanya sendiri. Dia akui, itu keputusan setengah nekat. Pasalnya, omzetnya saat itu tidak lebih besar dari gaji yang dia terima.

Dan dia mengambil keputusan yang tepat.

Saat ini omzet penjualan mainan Fahruddin sudah mencapai Rp40 juta setiap bulannya, dengan harga mainan berkisar di bawah Rp50 ribu. Setiap hari, dia mengirim lebih dari 30 paket ke seluruh Indonesia. Pasar terbesarnya di Sumatera dan Jawa. Pasar Indonesia Timur cukup besar, sekitar 35 persen.

Berjualan online menurutnya tidak selalu menguntungkan, ada juga suka dukanya. Ia menuturkan jika penjual konvensional bisa mengambil keuntungan hingga 100 persen pada satu item. Sedangkan di online, persaingan harga sangat ketat.

Namun, ia yakin perilaku konsumen Indonesia sedang berubah. Modal berjualan online menurutnya lebih sedikit, dengan hanya bermodalkan foto saja ia sudah bisa mulai berjualan. Berbeda dengan berjualan konvensional yang harus mempunyai stok barang yang lumayan banyak.

Ada satu kekurangan berjualan secara online yang saat ini sangat disayangkannya, itu adalah akses menuju permodalan. Ia berkali-kali mengajukan kredit kepada perbankan, namun selalu ditolak karena menurut mereka ini adalah bisnis baru.

"Saya ajukan ke bank, mereka cek fisik seperti apa. Mereka kaget karena aset hanya sedikit tapi omzet penjualannya jauh diatas asetnya," ujarnya.

Selain itu, ia mengaku tidak mengerti mengenai marketing sehingga pengajuan kredit pun tidak terlalu lancar. Ia berharap pemerintah bisa memberikan bantuan permodalan dan juga pelatihan administrasi bagi UKM sepertinya. "Selain itu kita butuh infrastruktur yang lebih baik agar biaya logistik bisa lebih murah," katanya.

Yopin Welly, Penjual Telepon Seluler

Menjadi merchant antara lain di Tokopedia, Yopin mengatakan omzetnya naik semenjak berjualan online. Kenaikannya bisa mencapai 5-10 persen, dibandingkan berjualan secara konvensional di pusat perbelanjaan. "Penjualannya lumayan meningkat, padahal kami buat juga baru-baru ini saja," ujarnya.

Toko miliknya, Jaya Abadi Cellular, sudah berdiri sejak tahun 2000. Namun, ia baru mulai berjualan online sejak September 2015. Omzet yang didapat cukup variatif.

Angka ini menurutnya cukup menggembirakan karena untuk berjualan online tidak memerlukan biaya penyewaan toko yang selama ini selalu menguras kas perusahaan. Tahun lalu, untuk mendapatkan lokasi yang cukup bagus di ITC Kuningan, Yopin harus merogoh kocek Rp250 juta setiap tahun.

Sejak berjualan online ia bisa pindah ke lokasi yang harga sewanya tidak terlalu mahal. "Kalau offline kan kita memikirkan biaya toko. Kalau di Tokopedia, biaya yang keluar paling hanya iklan dan fee sebagai Gold Member," katanya.

Namun, di dunia online, Yopin mengingatkan persaingan harga sangat tajam, karena pembeli bisa membandingkan harga dengan mudahnya.

Yopin mengatakan pembelinya semakin beragam semenjak going online. Jika dulu, pembeli cuma berasal dari Jakarta, saat ini dia sudah pernah mengirim barang jualannya ke pembeli di hampir seluruh kota di Indonesia. "Paling banyak memang masih Pulau Jawa, tapi juga cukup banyak ke Papua, Timika, Sulawesi, dan daerah-daerah lain yang ongkos kirimnya lebih mahal," ujarnya.

Riko Saputra, Penjual Batik

Kisah Riko lebih mencengangkan lagi. Saat ini, omzet dia berjualan online dalam satu bulan bisa mencapai Rp250-300 juta. Salah satu marketplace tempat dia berjualan adalah di Bukalapak.

Sembilan lalu, dia menutup lima tokonya di sekitar kota Blitar dan fokus buka lapak di Internet. "Saya ada satu toko utama di Blitar dan ada lima lainnya yang lebih kecil. Akhirnya, saya mempertahankan toko pusat, menutup lima lainnya, dan beralih ke online," katanya. Sebelum ditutup, kelima toko itu selalu harus disubsidi.

Illustration

Dalam pengalamannya, dengan berdagang online batik Riko bisa menjangkau pembeli yang lebih luas di berbagai daerah, walaupun memang jika dilihat dari segi keuntungan per item lebih kecil karena persaingan harga yang ketat.

Menurut Riko, faktor permodalan di bisnis online menjadi nomor ke sekian, karena jauh lebih kecil. Toko offline harus menyediakan banyak stok, sementara toko online hanya perlu memajang foto dan deskripsi produk. Selain itu, dalam jual-beli offline selalu ada kemungkinan kehilangan pelanggan jika jumlah pegawai di toko tidak sebanding dengan pelanggan yang datang. Ini selalu jadi masalah, apalagi di masa-masa menjelang Hari Raya, di mana ia harus selalu menambah karyawannya.

"Kalau misalkan saya hanya punya lima karyawan dan pelanggan yang datang 10 orang, maka lima pelanggan berpotensi kabur dan beralih ke toko lain karena tidak terlayani. Berbeda dengan toko online. Walaupun ada 100 orang masuk dalam satu waktu, semua akan tetap merasa terlayani dengan baik," kata Riko.

Ia mengutarakan, dulu omzet toko utamanya di Blitar mencapai Rp200 jutaan setiap bulan, sedangkan lima toko lain Rp30 jutaan. "Omzet jualan online saya sekarang bisa dua kali lipat dibandingkan penjualan dari lima toko yang sudah saya tutup itu." (AD | kd)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.311,21

Down- 0,04%
Up3,59%
Up0,02%
Up5,46%
Up18,25%
-

Capital Fixed Income Fund

1.767,05

Up0,56%
Up3,40%
Up0,02%
Up6,86%
Up17,17%
Up43,56%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.748,46

Down- 0,79%
Up3,43%
Up0,01%
Up3,97%
Up18,39%
Up46,82%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.033,61

Down- 0,45%
Up1,56%
Up0,01%
Up2,14%
Down- 2,42%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

Produk baru

1.033,61

Up0,53%
-
Up0,03%
---
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua