BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Lebih Percaya Pasar atau Pakar? Ini Panduannya.

30 Juli 2015
Tags:
Lebih Percaya Pasar atau Pakar? Ini Panduannya.
Karyawan mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (18/6). IHSG ditutup melemah 0,25 point atau 0,01 persen menjadi 4.945,49 pada perdagangan bursa saham awal ramadan. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Harga yang terbentuk di pasar jauh lebih akurat ketimbang ramalan para pakar, ekonom atau analis.

Bareksa.com - Tak menentunya kondisi perekonomian Indonesia, termasuk pasar saham telah mengkhawatirkan sejumlah kalangan, termasuk para ekonom, pakar, analis dan juga lembaga-lembaga keuangan global dan lokal.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari awal 2015 sampai dengan kemarin (Rabu, 29 Juli 2015) sudah turun 9,9 persen dari level 5.242,77 menjadi 4.721,12. Adapun pertumbuhan ekonomi kuartal I hanya bisa mencapai 4,7 persen, meleset dari target pemerintah 5,1 persen.

Rasa optimistis pun cenderung telah berubah menjadi realistis, bahkan juga pesimistis. Tak mengagetkan bila akhirnya para ekonom, analis dan lembaga keuangan ramai-ramai merevisi target prediksi IHSG dan pertumbuhan ekonomi.

Para analis di dua sekuritas, misalnya, merevisi target IHSG dari 5.950 jadi 5.600 pada akhir 2015. Analis di sekuritas lainnya memangkas prediksi IHSG akhir tahun ini dari 6.350 menjadi 5.450.

Arus dana keluar investor asing dari BEI dari periode 1 Maret – 27 Juli 2015 sudah mencapai US$ 1,5 miliar (sekitar Rp 20 triliun). Bukan rahasia lagi investor asing masih jadi penentu arah pergerakan IHSG, sehingga bukan mustahil keluarnya mereka akan membuat pasar saham Indonesia semakin tertekan.

Untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015, Bank Dunia merevisi dari 5,1 persen menjadi 4,7 persen. Dana Moneter Internasional (IMF) mengubah prediksi dari semula 5,2 persen menjadi 4,7 persen, dan Bank Pembangunan Asia menurunkan target proyeksi pertumbuhan Indonesia tahun ini dari 5,5 persen menjadi 4,8-5,2 persen.

Pertanyaannya: manakah ramalan yang paling benar?

Sejauh ini memang belum bisa terjawab karena 2015 baru berjalan enam bulan. Namun, praktisi keuangan Roy Sembel sekaligus Dekan IPMI International Business School, dalam bukunya “Jurus Proaktif Menunggang dan Memacu Pemulihan Ekonomi” dan dalam sebuah artikel yang pernah dimuat di Tabloid Kontan menyatakan,”Terbukti ramalan para pakar banyak salahnya.”

Roy Sembel menyebutkan, Profesor Eugene Fama dari Universitas Chicago punya teori menarik, bernama Teori Pasar Efisien. Fama menyebutkan bahwa pasar khususnya pasar keuangan punya kecenderungan mengarah kepada pasar yang efisien.

Pasar disebut efisien bila harga telah mencerminkan seluruh informasi yang tersedia, yaitu semua informasi tentang perdagangan historis, semua informasi bagi publik dan semua informasi bagi orang dalam. Bila harga telah mencerminkan informasi yang tersedia, maka tidak mungkin seorang investor, pakar, ekonom atau analis meramalkan pergerakan harga di masa depan. Pasar, sebut Roy, bergerak karena ada informasi baru yang belum tercermin di dalam harga. Kedatangan informasi baru itu tidak dapat diramalkan atau bersifat acak/random, sehingga pergerakan harga di masa depan juga bersifat acak.

Roy juga mengutip buku dari Profesor Burton Malkiel dari Universitas Princenton yang berjudul “A Random Walk Down Wall Street”. Menurut Malkiel, kata Roy, sepakar-pakarnya seorang ahli tak mungkin memiliki seluruh informasi yang lebih lengkap dan akurat dibanding informasi yang dimiliki oleh pasar. Artinya, harga yang terbentuk di pasar jauh lebih akurat ketimbang ramalan para pakar, ekonom atau analis.

Peter Lynch, seorang manajer investasi dari Fidelity Magellan, reksa dana dengan aset terbesar pada 1990-an. Saat itu, Lynch lebih terkenal dari Warren Buffett dan Fidelity Magellan berhasil memberi return spektakuler 19 kali lipat dalam 10 tahun untuk ribuan investornya.

Lynch dalam bukunya "One up on Wall Street" menyebutkan jangan pernah mengikuti mentah-mentah saran para profesional, jangan langsung percaya saran pakar ekonomi atau juga analis saham. Mengapa? Lynch menyebut tiga alasan. Pertama, mereka mungkin salah. Kedua, kalaupun mereka benar Anda tidak akan pernah tahu kapan mereka berubah pikiran dan menjual saham yang direkomendasikan. Ketiga, Anda punya sumber informasi lebih baik di sekeliling Anda.

Sekarang terserah Anda, mau percaya kepada pasar atau pakar?

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.311,31

Down- 0,02%
Up3,54%
Up0,02%
Up5,67%
Up18,13%
-

Capital Fixed Income Fund

1.766,74

Up0,56%
Up3,41%
Up0,02%
Up7,34%
Up17,26%
Up43,41%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.750,18

Down- 0,68%
Up3,54%
Up0,01%
Up4,21%
Up18,57%
Up46,98%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.034,18

Down- 0,40%
Up1,62%
Up0,01%
Up2,52%
Down- 2,29%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

Produk baru

1.033,46

Up0,53%
-
Up0,03%
---
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua