BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

BI Pertahankan Suku Bunga Acuan 5,25 Persen, Pertimbangkan Faktor-faktor Ini

19 Juli 2018
Tags:
BI Pertahankan Suku Bunga Acuan 5,25 Persen, Pertimbangkan Faktor-faktor Ini
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) didampingi oleh Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto (kiri) dan Mirza Adityaswara (kanan) memberikan keterangan pers seusai mengadakan Rapat Dewan Gubernur di Jakarta. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

RDG Bank Indonesia memutuskan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate tetap di tengah ketidakpastian global

Bareksa.com – Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan tetap di tengah ketidakpastian dari kondisi global yang sempat menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. BI hari ini memutuskan menahan suku bunga acuan di level 5,25 persen.

Sebelumnya BI telah menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebanyak tiga kali yakni pada 17 Mei 2018 dari 4,25 persen menjadi 4,5 persen, kemudian pada 30 Mei naik menjadi 4,75 persen, serta pada 29 Juni naik menjadi 5,25 persen. Terhitung sejak awal 2018, BI telah menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebanyak 100 basis poin atau 1 persen.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 18-19 Juli 2018 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate tetap sebesar 5,25 persen, suku bunga deposit facility tetap sebesar 4,5 persen, dan suku bunga lending facility tetap sebesar 6 persen," kata Direktur Eksekutif BI, Agusman, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 19 Juli 2018.

Promo Terbaru di Bareksa

Keputusan tersebut konsisten dengan upaya BI mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi sehingga dapat menjaga stabilitas, khususnya stabilitas nilai tukar rupiah.

Pelonggaran kebijakan makroprudensial oleh BI diyakini dapat meningkatkan fleksibilitas manajemen likuiditas dan intermediasi perbankan bagi pertumbuhan ekonomi.

BI juga meningkatkan koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas dan implementasi reformasi struktural untuk menurunkan defisit transaksi berjalan, termasuk peningkatan devisa pariwisata dan pembiayaan infrastruktur oleh swasta.

“Ke depan, BI akan terus mencermati perkembangan dan prospek perekonomian baik domestik maupun global, untuk memperkuat respons bauran kebijakan dalam menjaga daya tarik pasar keuangan domestik,” tulis Direktur Eksekutif Bank Indonesia, Agusman dalam siaran pers tertanggal 19 Juli 2018.

Ketidakpastian Ekonomoi Global

BI memandang ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi, di tengah dinamika pertumbuhan ekonomi dunia yang tidak merata. Ekonomi AS diperkirakan tumbuh tinggi dengan inflasi yang semakin meningkat, sementara pertumbuhan ekonomi Eropa terindikasi tidak sekuat perkiraan sebelumnya dan pertumbuhan ekonomi Tiongkok juga belum meningkat.

Dinamika ekonomi dunia tersebut mendorong perlambatan pertumbuhan volume perdagangan dan harga komoditas. Dengan inflasi yang meningkat, Bank Sentral Amerika Serikat, the Fed diperkirakan akan melanjutkan kenaikan Fed Fund Rate (FFR).

Ketegangan perdagangan antara AS dan China juga meningkatkan risiko di pasar keuangan global serta risiko keberlanjutan pemulihan ekonomi dunia.

Berbagai perkembangan tersebut telah mendorong penguatan mata uang dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang dunia termasuk rupiah.

Ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi juga mengakibatkan berlanjutnya pembalikan modal dari emerging market.

Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2018 diperkirakan tetap baik didukung oleh permintaan domestik yang tetap kuat. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan terjaga didukung stimulus fiskal, perbaikan pendapatan, inflasi yang terjaga, serta kenaikan keyakinan konsumen menengah atas.

Selain itu, investasi diperkirakan tetap kuat, yang tidak hanya didukung oleh proyek infrastruktur, tetapi juga oleh proyek noninfrastruktur, baik di investasi bangunan maupun di investasi nonbangunan.

Kuatnya permintaan domestik mendorong kenaikan pertumbuhan impor, khususnya impor barang modal seperti alat angkut, mesin, peralatan dan suku cadang. Sementara itu, pertumbuhan ekspor terindikasi tidak sekuat perkiraan dipengaruhi tren harga komoditas global yang menurun.

Perkiraan net ekspor yang tidak sekuat perkiraan sebelumnya mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi 2018 yang diperkirakan mendekati batas bawah kisaran proyeksi 5,1-5,5 persen.

Neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2018 mencatat surplus didukung surplus neraca perdagangan nonmigas dan penurunan defisit neraca perdagangan migas.

Surplus neraca perdagangan nonmigas terutama karena turunnya impor nonmigas seperti impor mesin dan pesawat mekanik, mesin dan peralatan listrik, besi dan baja, plastik dan barang dari plastik, serta bahan kimia organik.

Neraca Dagang

Sementara itu, defisit neraca perdagangan migas yang menurun dipengaruhi meningkatnya ekspor yang disertai menurunnya impor migas. Perkembangan ini kemudian mendorong neraca perdagangan Juni 2018 mencatat surplus US$1,7 miliar, setelah pada bulan sebelumnya mencatat defisit US$1,5 miliar.

Secara keseluruhan, surplus neraca perdagangan pada Juni 2018 dapat mengurangi tekanan defisit transaksi berjalan yang diperkirakan meningkat pada triwulan II 2018. Secara keseluruhan untuk tahun 2018, defisit transaksi berjalan diperkirakan tetap berada dalam batas yang aman yaitu tidak melebihi 3 persen dari PDB.

Dengan kondisi tersebut, posisi cadangan devisa pada Juni 2018 tercatat US$119,8 miliar, setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Kurs Rupiah

Nilai tukar (kurs) rupiah melemah terbatas akibat berlanjutnya penguatan dolar AS secara global. Rupiah menguat di awal Juli 2018 sebagai respons positif pelaku pasar atas kebijakan moneter BI yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve pada RDG Juni 2018 yang menaikkan BI7DRR sebesar 50bps. Respons tersebut mendorong aliran masuk modal asing ke pasar keuangan, khususnya Surat Berharga Negara sehingga mendorong penguatan rupiah.

Tekanan terhadap rupiah kembali meningkat seiring kuatnya ketidakpastian pasar keuangan global yang kemudian memicu penguatan dolar AS secara meluas. Rupiah pada 18 Juli 2018 tercatat Rp14.405 per dolar AS, sedikit melemah 0,52 persen (ptp) dibandingkan dengan level akhir Juni 2018.

Dengan perkembangan ini, rupiah melemah 5,81 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2017, lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan mata uang negara berkembang lain seperti Filipina, India, Afrika Selatan, Brasil dan Turki.

Ke depan, BI terus mewaspadai risiko ketidakpastian pasar keuangan global dengan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya, serta menjaga bekerjanya mekanisme pasar dan didukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan.

"Kebijakan tetap ditopang oleh strategi intervensi ganda dan strategi operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas khususnya di pasar uang rupiah dan pasar swap antarbank.

Angka Inflasi

BI menyatakan inflasi tetap terkendali didukung oleh ekspektasi yang terjaga dan pasokan yang stabil. Inflasi IHK pada Juni 2018 tercatat 0,59 persen (mtm), meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya 0,21 persen (mtm). Peningkatan dipengaruhi faktor musiman terkait kenaikan permintaan di Hari Raya Idul Fitri.

Meskipun meningkat, inflasi IHK Juni 2018 secara historis lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi IHK pada periode Idul Fitri dalam empat tahun terakhir yang sebesar 0,81 persen (mtm). Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK secara tahunan tercatat turun dari 3,23 persen (yoy) pada bulan sebelumnya menjadi 3,12 persen (yoy).

Inflasi yang terkendali didukung inflasi inti yang stabil sejalan konsistensi kebijakan BI dalam mengarahkan ekspektasi inflasi, termasuk dalam menjaga pergerakan nilai tukar rupiah agar sesuai dengan fundamentalnya. Selain itu, inflasi volatile food tercatat lebih rendah dibandingkan dengan pola historis inflasi volatile food pada periode Idul Fitri, didukung oleh pasokan yang memadai.

Sementara itu, inflasi administered prices meningkat, terutama akibat kenaikan inflasi angkutan udara dan angkutan antar kota sesuai pola musiman di periode Idul Fitri. Ke depan, inflasi 2018 diperkirakan berada di sekitar angka tengah sasaran inflasi 2018, yaitu 3,5 persen ± 1 persen (yoy). Koordinasi kebijakan antara pemerintah pusat - daerah dan BI dalam pengendalian inflasi akan terus diperkuat.

Stabilitas Sistem Keuangan

Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga pada Mei 2018 disertai intermediasi perbankan yang membaik dan pembiayaan nonbank yang positif. Stabilitas sistem keuangan yang terjaga tercermin pada rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan yang tinggi mencapai 22,1 persen dan rasio likuiditas (AL/DPK) yang masih aman yaitu 20,3 persen pada Mei 2018.

Selain itu, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) tetap rendah yaitu 2,79 persen (gross) atau 1,28 persen (net). Stabilitas sistem keuangan yang terjaga berkontribusi positif pada perbaikan fungsi intermediasi perbankan.

Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) pada Mei 2018 tercatat 6,5 persen (yoy), turun dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang mencapai 8,1 persen (yoy).

Penurunan DPK diyakini tidak akan menghambat pertumbuhan kredit mengingat likuiditas perbankan masih baik dan mampu mendukung pembiayaan pembangunan. Pertumbuhan kredit pada Mei 2018 tercatat 10,3 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya 8,9 persen (yoy).

Pembiayaan Melalui Pasar Modal

Dari nonbank, pembiayaan ekonomi melalui pasar modal, seperti penerbitan saham (IPO dan rights issue), obligasi korporasi, medium term notes (MTN), dan negotiable certificate of deposit (NCD) meningkat 60,2 persen (yoy) pada Mei 2018. Dengan perbaikan ekonomi dan kemajuan konsolidasi korporasi dan perbankan, BI memperkirakan pertumbuhan kredit dan DPK akan lebih baik pada 2018, masing-masing di kisaran 10 - 12 persen (yoy) dan 9 - 11 persen (yoy).

Peningkatan intermediasi perbankan didukung pula oleh relaksasi kebijakan makroprudensial yang dilakukan BI melalui pelonggaran kebijakan loan to value (LTV) serta implementasi kebijakan rasio intermediasi makroprudensial (RIM), penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) dan giro wajib minimum (GWM) rata-rata.

(AM)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.314,44

Up0,08%
Up3,33%
Up0,02%
Up5,55%
Up18,27%
-

Capital Fixed Income Fund

1.769,29

Up0,54%
Up3,38%
Up0,02%
Up6,86%
Up17,32%
Up43,94%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.748,07

Down- 0,93%
Up3,17%
Up0,01%
Up3,84%
Up18,21%
Up46,65%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.036,37

Down- 0,18%
Up1,84%
Up0,01%
Up2,73%
Down- 2,13%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

Produk baru

1.034,65

Up0,48%
-
Up0,03%
---
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua