BeritaArrow iconReksa DanaArrow iconArtikel

Emiten Gencar Buyback, Bagaimana Peluang IHSG dan Reksadana Saham?

Bareksa13 Maret 2020
Tags:
Emiten Gencar Buyback, Bagaimana Peluang IHSG dan Reksadana Saham?
Ilustrasi investor memantau perkembangan investasinya di reksadana, saham, dan obligasi (shutterstock)

Buyback utamanya dilakukan BUMN mulai WIKA, PTPP, JSMR hingga WSKT

Bareksa.com - Semenjak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan mengenai pembelian kembali (buyback) saham tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sejumlah emiten banyak yang tertarik untuk melakukan buyback. Hal ini terutama terjadi di emiten badan usaha milik negara (BUMN).

Emiten-emiten tersebut berharap pelaksanaan buyback ini bisa mengangkat harga saham perseroan. Dampak selanjutnya adalah buyback ini bisa berpengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan reksadana saham.

Berdasarkan keterbukaan informasi yang diterbitkan pada Kamis (12/3), ada sejumlah emiten yang berencana melakukan emiten. Emiten tersebut adalah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP), PT Adhi Karya (Persero) Tbk dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT). Total anggaran yang disiapkan untuk melakukan buyback tersebut ialah Rp1,45 triliun.

Promo Terbaru di Bareksa

Wijaya Karya berencana melakukan buyback dengan mengalokasikan dana sekitar Rp300 miliar atau paling banyak 20 persen dari modal yang ditempatkan dan disetor penuh perseroan. Buyback ini akan dilakukan secara bertahap, tiga bulan sejak keterbukaan informasi, yaitu untuk periode 13 Maret 2020 sampai 13 Juni 2020.

"Pelaksanaan transaksi pembelian saham akan dilaksanakan berdasarkan pertimbangan dari Bursa Efek Indonesia," tulis manajemen WIKA.

Adapun anggaran untuk buyback berasal dari saldo laba perseroan. Adapun laba perseroan per 30 September 2019 mencapai Rp5,28 triliun. Penggunaan dana tersebut memang menyebabkan penurunan aset dan ekuitas perseroan sebanyak Rp300 miliar, namun hal tersebut tidak berpengaruh terhadap penurunan pendapatan perseroan.

Dengan adanya pembelian kembali saham tersebut diharapkan bisa menjaga stabilitas harga saham di masa yang akan datang. Sebab harga saham perseroan saat ini tidak mencerminkan kondisi fundamental dan prospek perseroan. "Diharapkan dengan pembelian kembali saham, saham perseroan dapat bergerak ke arah positif," kata manajemen WIKA.

PTPP juga berencana melakukan pembelian kembali saham dengan anggaran Rp250 miliar atau tidak melebihi 20 persen dari jumlah modal yang disetor, dengan ketentuan paling sedikit saham yang beredar adalah 7,5 persen. Pembelian kembali saham perseroan akan dilakukan secara bertahap dalam periode 13 Maret 2020 sampai dengan 12 Juni 2020.

"Dana pembelian kembali saham berasal dari kas internal perseroan, tidak termasuk biaya transaksi pembelian kembali saham, komisi pedagang perantara serta biaya lain yang berkaitan dengan pembelian kembali saham," tulis manajemen.

Dengan adanya pelaksanaan buyback, perseroan berkeyakinan tidak akan memberikan dampak negatif terhadap kegiatan usaha dan pertumbuhan perseroan. Pasalnya, perseroan saat ini memiliki modal kerja dan kelebihan dana kas yang cukup untuk membiayai seluruh kegiatan usaha, pengembangan usaha, kegiatan operasional serta pembelian kembali saham.

Kemudian ada Jasa Marga yang mengalokasikan dana hingga Rp500 miliar untuk melakukan buyback selama periode 13 Maret-12 Juni 2020. Aksi ini merupakan respons terhadap harga saham yang telah turun signifikan. Jumlah saham yang akan dibeli kembali tidak melebihi 20 persen dari modal disetor, dan dengan ketentuan paling sedikit saham yang beredar adalah 7,5 persen dari modal disetor.

Dana alokasi untuk aksi buyback ini berasal dari saldo laba perseroan per 30 September 2019 yang sebesar Rp11,05 triliun. Perseroan menunjuk PT Mandiri Sekuritas untuk menangani aksi buyback tersebut.

Emiten BUMN lain yang juga akan melakukan buyback adalah Adhi Karya. Sekretaris Perusahaan Adhi Karya Noegroho Parwanto mengungkapkan, pihaknya berencana melakukan buyback saham dengan alokasi dana Rp100 miliar atau paling banyak 20 persen dari modal yang ditempatkan dan disetor penuh. Buyback ini akan dilakukan secara bertahap, sejak 13 Maret 2020 sampai 13 Juni 2020.

Perseroan akan menggunakan akun saldo laba yang belum ditetapkan penggunaannya sebagai alokasi dana buyback. Adapun saldo laba per 30 September 2019 yang belum ditetapkan penggunaannya mencapai Rp351,22 miliar. Perseroan juga optimistis transaksi pembelian saham ini tidak akan memberikan dampak negatif terhadap kegiatan usaha perseroan. Sebab perseroan memiliki modal kerja dan cash flow yang cukup untuk melaksanakan pembiayaan.

Emiten terakhir yang juga berencana melakukan buyback adalah Waskita Karya. Dana yang disiapkan untuk melakukan buyback adalah Rp300 milar dan tidak akan lebih 20 persen dari jumlah modal yang disetor, dengan ketentuan paling sedikit saham yang beredar adalah 7,5 persen. Periode pembelian kembali saham akan dilakukan pada 12 Maret 2020 sampai dengan 12 Juni 2020.

"Dana untuk pelaksanaan buyback dialokasikan dari kas internal perseroan yang per 30 September 2019 mencapai Rp3,49 triliun," tulis manajemen.

Dengan adanya pelaksanaan buyback ini, perseroan berharap bisa meningkatkan harga saham. Sejak 1 Januari 2020 hingga 11 Maret 2020, harga saham WSKT menurun 49 persen, yaitu dari Rp1.505 per saham menjadi Rp770 per saham. Penurunan ini tidak mencerminkan kinerja positif perseroan.

Setelah pelaksanaan buyback, perseroan berencana untuk menyimpan saham yang telah dibeli kembali sebagai treasury stock untuk jangka waktu tidak lebih dari tiga tahun. Perseroan bisa menjual kembali saham yang telah dibeli kembali, apabila harga saham sama atau lebih tinggi dari harga pembelian.

Performa IHSG dan Reksadana Saham

Dengan meningkatnya harga saham emiten yang tergolong LQ45 tersebut, IHSG diharapkan juga ikut tergerak naik. Sejak akhir 2019 hingga 11 Maret 2020, IHSG terus bergerak turun, yakni dari 6.299 pada 31 Desember 2019 menjadi 5.154 per 11 Maret 2020.

IHSG
Illustration
Sumber : Bareksa

Begitu juga dengan indeks LQ45, indeks saham-saham berkapitalisasi besar ini juga menurun signifikan secara year to date (ytd). Pada 31 Desember 2019, indeks LQ45 tercatat di level 1.014, kemudian terperosok ke 819.

LQ45

Illustration
Sumber : Bareksa

Kinerja ini juga berpengaruh terhadap reksadana saham. Berdasarkan data Bareksa, ada 76 reksa dana yang bisa dibeli di Bareksa. Dari 76 reksadana saham tersebut, tidak ada yang membukukan kinerja positif secara year to date (ytd).

Namun, secara jangka panjang, kinerja reksadana saham tetap membukukan kinerja positif.

NAV 3 Reksadana Saham 3 Tahun

Illustration
Sumber : Bareksa

Reksadana ialah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut, nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.

Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.

Sebagaimana dikutip dari Bursa Efek Indonesia (BEI), reksadana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Selain itu, reksadana juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.

Reksadana memberikan imbal hasil (return) dari pertumbuhan nilai aset-aset yang ada di dalam portofolionya. Imbal hasil ini potensinya lebih tinggi dibandingkan dengan deposito atau tabungan bank.

Jenis reksadana yang dipilih, bisa disesuaikan dengan karakter kita apakah seorang high-risk taker, medium-risk taker, atau low-risk taker. Jika kurang berani untuk mengambil risiko rugi, bisa memilih reksadana pasar uang.

Sementara jika cukup berani tapi masih jaga-jaga untuk tidak terlalu rugi, bisa coba fixed income (reksadana pendapatan tetap) atau balanced (reksadana campuran). Jika cukup berani ambil risiko, bisa berinvestasi di reksadana saham (equity).

Perlu diketahui soal reksadana, selain aman karena diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), reksadana juga berpotensi memberikan imbal hasil optimal, bukan objek pajak, serta sangat berpeluang bisa mengalahkan angka inflasi.

Demi kenyamanan berinvestasi pastikan dulu tujuan keuangan dan profil risiko kamu ya.

(K09/AM)

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.312,97

Up0,14%
Up3,53%
Up0,02%
Up5,80%
Up18,28%
-

Capital Fixed Income Fund

1.766,1

Up0,58%
Up3,41%
Up0,02%
Up7,30%
Up17,22%
Up43,04%

STAR Stable Income Fund

1.917,09

Up0,55%
Up2,93%
Up0,02%
Up6,32%
Up30,69%
Up60,37%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.752,73

Down- 0,48%
Up3,74%
Up0,01%
Up4,37%
Up18,74%
Up47,23%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.035,26

Down- 0,27%
Up1,73%
Up0,01%
Up2,63%
Down- 2,19%
-

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua