BeritaArrow iconReksa DanaArrow iconArtikel

Berita Hari Ini: The Fed Pangkas Suku Bunga, AUM Reksadana Februari Turun Rp18 T

Bareksa04 Maret 2020
Tags:
Berita Hari Ini: The Fed Pangkas Suku Bunga, AUM Reksadana Februari Turun Rp18 T
Pertemuan FOMC The Fed (www.federalreserve.gov)

Asing minati SUN, target kinerja reksadana dipangkas, reksadana saham akan bangkit, reksadana pasar uang paling moncer

Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Rabu, 04 Maret 2020 :

The Fed

Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve memangkas suku bunga 50 basis poin jadi di level 1-1,25 persen pada Selasa (3/3), di tengah kekhawatiran bahwa wabah virus corona dapat merusak ekonomi Amerika Serikat (AS). Ini merupakan pemotongan bunga level darurat pertama yang tidak terjadwal sejak tahun 2008, dan juga merupakan penurunan bunga satu kali terbesar sejak 2008.

Promo Terbaru di Bareksa

Dilansir Kontan, berikut pernyataan ringkas The Federal Open Market Committee mengenai penurunan kebijakan suku bunga tersebut yang dikutip dari situs The Federal Reserve :

"Fundamental ekonomi AS tetap kuat. Namun, wabah virus corona menimbulkan risiko yang berevolusi terhadap kegiatan ekonomi. Mengingat risiko-risiko ini dan dalam mendukung pencapaian pekerjaan maksimum dan sasaran stabilitas harga, Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada Selasa ini (3/3) memutuskan untuk menurunkan kisaran target untuk tingkat bunga 1/2 poin persentase (50 basis poin), menjadi 1 persen hingga 1,25 persen"

"Komite sedang memonitor perkembangan dan implikasinya terhadap prospek ekonomi dan akan menggunakan alat-alatnya dan bertindak sesuai kebutuhan untuk mendukung ekonomi"

Surat Utang Negara

Jumlah penawaran yang masuk dalam lelang surat utang negara (SUN) pada Selasa (3/3/2020) mencerminkan minat investor masih tinggi terhadap pasar obligasi negara. Penawaran yang masuk dalam lelang hari ini mencapai Rp74 triliun.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, jumlah penawaran Rp74 triliun dalam lelang SUN hari ini terbilang baik. Sebab saat ini sejumlah sentimen negatif membayangi pasar obligasi Indonesia.

Kasus wabah virus corona yang pertama terjadi di Indonesia dinilai sedikit menurunkan minat investor untuk menanamkan modalnya pada pasar obligasi negara. Di samping itu, penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG) juga turut mempengaruhi pasar surat utang dalam negeri.

Nico menyebut, Investor cenderung mencari alternatif investasi yang lebih aman seperti US Treasury dan mata uang dolar AS. Hal ini pun membuat tingkat kepemilikan asing terhadap obligasi Indonesia mengalami penurunan.

"Minat investor, lebih ditopang oleh imbal hasil (yield) yang tinggi. Di tengah kondisi global yang kurang kondusif, tingkat kupon yang ditawarkan terbilang menarik," ujarnya dilansir Bisnis.com.

Beberapa kebijakan yang ditempuh pemerintah dan bank sentral juga dinilai menjadi pendorong investor memburu SUN. Nico menilai, langkah-langkah yang diambil regulator seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Bursa Efek Indonesia setelah terkonfirmasi kasus corona di Indonesia sedikit menenangkan kondisi pasar modal dan obligasi di Indonesia.

Pada lelang tujuh seri SUN hari ini pemerintah mengumpulkan total penawaran sebesar Rp74,81 triliun. Dari Jumlah tersebut, negara menyerap Rp17,5 triliun dari target maksimal Rp22,5 triliun yang dipatok.

Obligasi negara tenor lima tahun, seri FR0081, menjadi yang paling dicari investor dengan jumlah penawaran yang masuk sebesar Rp19,319 triliun. Seri akan jatuh tempo pada 15 Juni 2025 ini sekaligus menjadi seri yang paling banyak dimenangkan sebanyak Rp4,55 triliun oleh pemerintah dengan imbal hasil rata-rata 6,01 persen.

Target Reksadana

Kondisi pasar yang terus bergejolak sejak awal tahun turut menyeret industri reksadana, khususnya reksadana saham dan campuran. Target kinerja kedua instrumen investasi ini pun berpotensi dipangkas. Sepanjang Februari lalu, indeks harga saham gabungan berakrobat yang mana pada awal tahun masih berada di level 6.200-an, sedangkan di akhir Februari indeks sempat mencatatkan titik terendah di level 5.288 sebelum akhirnya tutup di level 5.400.

Berdasarkan data Infovesta, kinerja reksadana saham sepanjang Februari 2020 yang tergambar dalam Infovesta 90 Equity Fund Index membukukan imbal hasil negatif 13,83 persen. Hal serupa juga dialami oleh reksadana campuran yang turun 6,43 persen.

Sementara itu, Infovesta 90 Fixed Income Fund Index membukukan imbal hasil 1,74 persen, dan Infovesta 90 Money Market Fund Index mencatatkan return 0,88 persen. Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan pihaknya akan melakukan revisi target kinerja reksa dana saham dan campuran.

"Namun, saat ini masih menunggu musim laporan kinerja perusahaan usai untuk melihat sejauh apa dampak dari wabah corona," ujarnya dilansir Bisnis.com

Sebelumnya akhir 2019 lalu Infovesta menargetkan return reksadana saham akan mencapai 10 persen pada tahun ini. Sementara reksa dana pendapatan tetap diprediksi 7-8 persen dan reksa dana pasar uang 4-4,5 persen. Di sisi lain, Wawan menuturkan meski hampir semua produk reksadana saham mencatatkan return negatif sepanjang Februari ini, tapi kinerja reksadana menunjukkan perlawanan yang baik.

Hasil itu menunjukkan paling tidak fund manager sudah melakukan perubahan strategi, sehingga secara kinerja lebih baik dari indeks. Dia menyebut kinerja reksadana tak terlepas dari tantangan yang tengah dialami pasar, termasuk kekhawatiran akan wabah corona dan dampak ekonominya ke Indonesia. Dia optimistis kondisi ini segera membaik apalagi bulan Februari pasar sudah terkoreksi cukup dalam.

Reksadana Saham

Sepanjang Februari 2019 kinerja reksadana saham ikut terseret IHSG yang berdarah-darah. Perkembangan wabah virus corona atau Covid-19 dinilai jadi penentu kinerja ke depannya.

Dilansir Bisnis.com, Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich mengatakan saat ini kondisi industri memang masih dipengaruhi dampak negatif dari wabah corona. Namun, dia meyakini ada sinyal ke arah positif dalam jangka waktu dekat, karena ada potensi IHSG akan berbalik menguat.

Jika kasus baru corona berkurang, kata Farash, diharapkan pasar akan lebih stabil dan meningkatkan jumlah pembelian atau subscription di reksadana. Adapun saat ini dia menilai investor individu cukup aktif membeli reksadana saat terjadi koreksi pasar.

Seiring dengan optimisme tersebut, Farash mengaku pihaknya tak memiliki rencana untuk memangkas target kinerja reksadana mereka, termasuk reksadana saham.

Berdasarkan data Infovesta, kinerja reksadana saham sepanjang Februari 2020 yang tergambar dalam Infovesta 90 Equity Fund Index membukukan imbal hasil negatif 13,82 persen. Hal yang sama juga dialami oleh reksa dana campuran yang tercermin dalam Infovesta 90 Balanced Fund Index, yakni negatif 6,43 persen.

Sementara itu reksadana pendapatan tetap yang digambarkan dalam 90 Fixed Income Fund Index menunjukkan kinerja positif naik 1,74 persen, sedangkan reksa dana pasar uang dalam 90 Money Market Fund Index naik 0,88 persen.

Reksadana Pasar uang

Penyebaran wabah corona telah menekan pasar investasi. Sepanjang Februari 2020, Indeks Harga Saham Gabungan melorot 8,2 persen. Anjloknya kinerja IHSG turut menyeret kinerja reksadana.

Berdasarkan data Infovesta Utama, reksadana saham mencatatkan kinerja terburuk. Tercermin dari Infovesta 90 Equity Fund Index yang selama bulan Februari anjlok 7,23 persen. Rata-rata kinerja reksadana campuran pun bernasib sama. Merujuk Infovesta 90 Balanced Fund Index, reksadana campuran tercatat minus 3,71 persen.

Di luar dugaan, reksadana pasar uang justru menjadi reksadana yang pertumbuhannya paling ciamik selama Februari. Infovesta 90 Money Market Fund Index menunjukkan pertumbuhan rata-rata 0,41 persen secara bulanan, tertinggi dibanding reksadana lainnya.

Reksadana pendapatan tetap yang biasanya mencatatkan kinerja paling positif di tengah kekhawatiran justru hanya tumbuh tipis. Di mana, Infovesta 90 Fixed Income Fund Index hanya naik 0,13 persen.

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menjelaskan, sejatinya kinerja reksadana pasar uang yang ciamik disebabkan adanya penurunan kinerja pada jenus reksadana yang lain.

"Reksadana saham anjlok karena virus corona sementara reksadana pendapatan tetap juga kurang mumpuni kinerjanya setelah banyaknya aksi jual oleh asing pada Surat Utang Negara (SUN)," ujarnya dilansir Kontan.

Namun Wawan menyebut, ke depan pertumbuhan reksadana pasar uang bisa sedikit terganggu dan akan sedikit lebih rendah. Hal ini dikarenakan The Federal Reserve yang menurunkan suku bunga acuan yang berpotensi membuat suku bunga Indonesia ikut turun. Padahal Bank Indonesia (BI) baru saja menurunkan suku bunga pada akhir Februari kemarin. Dia memproyeksikan pertumbuhan reksadana pasar uang hingga akhir tahun nanti akan berkisar di antara 4 persen - 4,5 persen

AUM Reksadana

Total dana kelolaan (assets under management/AUM) industri reksadana menyusut 2,5 persen menjadi Rp524,04 triliun pada akhir Februari 2020, dibandingkan total akhir Januari lalu Rp537,27 triliun. Pelemahan tersebut setara dengan penurunan total AUM hingga Rp18,13 triliun.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penurunan AUM industri reksadana telah terlihat sejak November 2019 menjadi Rp544,41 triliun, dibandingkan Oktober 2019 yang masih bertengger di Rp553,26 triliun. AUM Oktober 2019 tercatat sebagai dana kelolaan industri reksadana terbesar sepanjang tahun 2019 dan kemudian turun hingga menyentuh angka Rp542,17 triliun akhir 2019.

Head of Investment Research Infovesta Wawan Hendrayana mengatakan, kombinasi antara pelemahan IHSG dan penarikan dana investor asing dari pasar obligasi selama Februari berimbas negatif terhadap kinerja reksa dana saham dan fixed income. Akhirnya, membuat total AUM mengalami penurunan.

“Meski demikian, kami memperkirakan peluang recovery reksa dana mulai Maret ini, apalagi setelah ada isyarat bank sentral Amerika Serikat, The Fed, ingin menurunkan suku bunga. Hal ini tentunya akan berdampak kepada fixed income,” jelas dia dilansir Investor Daily (3/3/2020).

(*)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua