BeritaArrow iconPasar ModalArrow iconArtikel

Indonesia Hadapi Fase New Normal, Potensi Investasi Reksadana Saham?

Bareksa03 Juni 2020
Tags:
Indonesia Hadapi Fase New Normal, Potensi Investasi Reksadana Saham?
Karyawan bekerja di dekat layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (2/3/2020). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau turun melemah di zona merah. ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Valuasi murah jadi potensi masuk saham, tetapi waspada risiko second wave

Bareksa.com - Tatanan kehidupan normal baru (new normal), dengan sejumlah protokol untuk tetap menjaga kesehatan masyarakat, diharapkan bisa mendorong perekonomian Indonesia pasca pandemi Covid-19. Investasi di pasar keuangan, seperti reksadana, mendapatkan dorongan positif dari kondisi new normal ini.

Pertimbangan pemerintah Indonesia untuk mendorong masyarakat produktif kembali terbukti telah mendorong pergerakan pasar modal Tanah Air. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menjadi acuan pasar modal terpantau naik dalam dua pekan terakhir.

Menurut data Bursa Efek Indonesia, yang dikompilasi Bareksa, IHSG dalam lima hari perdagangan pasca libur Lebaran terpantau naik 6,63 persen ke level 4.847,51 pada penutupan 2 Juni 2020. Pada periode yang sama, dana investor asing sudah masuk (foreign inflow) ke pasar saham senilai Rp17,43 triliun, sehingga kepemilikan asing di pasar saham Indonesia per 2 Juni 2020 senilai Rp99,93 triliun.

Promo Terbaru di Bareksa

Grafik Pergerakan IHSG dan Arus Dana Asing

Illustration

Sumber: Bursa Efek Indonesia, diolah Bareksa.com

Direktur Utama Sucor Asset Management Jemmy Paul Wawointana mengatakan, secara historikal, bursa saham lebih cepat bereaksi daripada ekonomi. Bursa saham Indonesia juga ikut bergerak setelah ekspektasi pemulihan ekonomi global yang berawal dari Amerika Serikat.

"Bursa saham merespon lebih dulu daripada ekonomi. Dalam tiga sampai enam bulan diperkirakan GDP (produk domestik bruto) recover," kata Jemmy dalam sebuah webinar 2 Juni 2020.

Dia menjelaskan bahwa pasar saham Indonesia saat ini ditopang paling besar oleh saham-saham perbankan, dengan bobot sekitar 40 persen dari kapitalisasi. Ada kemungkinan emiten perbankan ini turun karena terkena dampak Covid-19, tetapi Jemmy yakin mereka masih bisa mencatat pertumbuhan laba.

"Laporan keuangan bank itu keluar secara bulanan, tidak harus menunggu kuartalan. Dari beberapa bank yang sudah melaporkan bulan April dan Mei, terlihat ada penurunan tetapi mereka masih mencatat laba, bukan kerugian. Ekspektasi saya penurunan di kisaran 20-40 persen tahun ini, tetapi tahun depan bisa naik lagi," jelasnya.

Dengan penurunan IHSG ini, Jemmy mengatakan rasio laba juga diperkirakan turun. Akan tetapi, rasio harga terhadap laba (PE ratio) yang biasa digunakan untuk mengukur valuasi saham menjadi tidak relevan lagi.

Dia mengatakan saat ini, nilai buku atau PBV (price to book ratio) yang bisa lebih sesuai mengukur valuasi saham. Menurutnya, PBV emiten di bursa saham sudah menyentuh rekor sangat rendah, bahkan lebih rendah dari 15 tahun lalu.

"Saya pikir ini timing untuk masuk ke market. Tidak mungkin PBV lebih rendah daripada saat ini," ucapnya.

Sementara itu, Investment Director PT Schroder Investment Management Irwanti menilai bahwa pasar saham sejauh ini didorong oleh sentimen pembukaan kembali ekonomi dan kemungkinan ketersediaan vaksin Covid-19.

Namun, masih ada risiko geopolitikal akibat ketegangan antara AS dan China yang meningkat. Oleh karena itu, Irwanti mengatakan masih selektif dalam memilih saham untuk dimasukkan ke dalam portofolio.

"Kami masih menerapkan strategi defensif untuk saham. Kami memilih saham berkapitalisasi besar dengan fundamental baik, laba defensif, likuiditas besar dan valuasi atraktif," ujarnya dalam webinar pada 28 Mei 2020.

Waspada Second Wave

Saat ekonomi berjalan kembali dan masyarakat kembali beraktivitas, ada risiko penyebaran Covid-19 kembali meluas sehingga menjadi penahan pertumbuhan. Akan tetapi, dengan pertimbangan biaya dan ekonomi, pemerintah diperkirakan tidak akan kembali menerapkan pembatasan besar (PSBB) jika terjadi gelombang kedua (second wave) Covid-19 karena mendorong terjadinya kekebalan alami masyarakat (herd immunity).

"Menurut sejumlah fund manager di Eropa Barat, mereka sudah memperhitungkan, bilapun ada second wave, tidak akan lockdown tetapi pembatasan yang lebih longgar saja, karena pemerintah lebih ingin terjadi herd immunity. Jadi, ekonomi bisa jalan," kata Jemmy.

Sementara itu, Irwanti menilai bila ada second wave, pasar saham bisa berhenti bergerak naik pada akhir Juni. Sebab, pergerakan manusia paling besar adalah setelah mudik, sehingga bila ada yang terinfeksi terlihat pada pekan pertama Juni.

Dengan inkubasi Covid-19 selama 11-14 hari, apakah terjadi kenaikan kasus baru pada akhir Juni. "Kalau tidak ada peningkatan tajam, hal itu bisa dihindari. Bila ada, market bisa koreksi di Juli dengan grafik W shape, semoga bukan L," kata Irwanti.

Grafik Ilustrasi Pemulihan Ekonomi di AS

Illustration

Sumber: Schroders

Sebagai catatan grafik W-shape adalah skenario pergerakan pasar yang berbentuk menyerupai huruf W, dengan dua penurunan tajam tetapi diikuti dengan dua kali lonjakan tajam. Kemudian, ada grafik V-shape yang menggambarkan pembalikan tajam setelah pasar turun dalam, sedangkan grafik L menunjukkan resesi berkepanjangan dengan pemulihan yang sangat lama.

IHSG menjadi acuan bagi pasar modal Indonesia, termasuk mereka yang memilih investasi saham dan reksadana saham. Maka, investor dengan tujuan jangka panjang bisa menggunakan momen ini untuk membeli reksadana saham atau reksadana indeks saham.

Akan tetapi, perlu diingat ada risiko pergerakan pasar yang cepat. Sehingga, investasi saham atau reksadana saham disarankan untuk investor dengan profil risiko agresif yang bisa menerima risiko tinggi (risk taker) serta untuk investasi jangka panjang (di atas lima tahun).

Sebagai informasi, reksadana adalah kumpulan dana investor yang dikelola oleh manajer investasi untuk dimasukkan ke dalam aset-aset keuangan. Adapun reksadana saham mayoritas portofolionya adalah saham, yang berisiko fluktuatif dalam jangka pendek tetapi berpotensi imbal hasil tinggi dalam jangka panjang.

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.311,79

Up0,68%
Up3,10%
Up0,02%
Up6,29%
Up20,00%
-

Capital Fixed Income Fund

1.757,84

Up0,53%
Up3,44%
Up0,02%
Up7,40%
Up18,25%
Up43,13%

STAR Stable Income Fund

1.908,88

Up0,50%
Up2,87%
Up0,01%
Up6,27%
Up31,65%
Up59,98%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.762,89

Up0,50%
Up2,81%
Up0,01%
Up5,44%
Up20,06%
Up48,78%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.038,34

Up0,52%
Up2,03%
Up0,02%
Up2,02%
Down- 2,73%
-

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua