BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Bank Semakin Kepincut "Kue" Infrastruktur

Bareksa15 Maret 2017
Tags:
Bank Semakin Kepincut "Kue" Infrastruktur
Pekerja tengah menyelesaikan pembangunan jalur transportasi kereta api ringan atau Light Rail Transit (LRT), di jalan Tol Jakarta-Cikampek, Bekasi, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Risky Andrianto

Sektor infrastruktur masih menarik untuk dibiayai, mengingat fokus program pemerintahan Jokowi-Kalla

Bareksa.com - Tingginya tekanan risiko kredit bermasalah membuat bank harus pintar mencari tempayan kredit. Salah siram, rasio kredit bermasalah atawa non performing loan (NPL) bisa kembali menyembul.

Sebagai gambaran, NPL perbankan secara gross meningkat dari 2,49 persen pada akhir 2015, menjadi 2,93 persen di akhir 2016. NPL bahkan sempat loncat ke level 3,22 persen pada Agustus 2016. Imbas kenaikan NPL, perbankan harus rela memangkas keuntungan dengan lebih banyak menyisihkan pencadangan.

Berdasarkan data OJK, cadangan kerugian penurunan nilai atau CKPN untuk kredit mencapai Rp147 triliun hingga akhir tahun 2016. Nilai tersebut meningkat 34 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Promo Terbaru di Bareksa

Kenaikan NPL tak terlepas dari kondisi perekonomian Indonesia, yang memang tidak terlalu menggembirakan dalam beberapa tahun terakhir, terutama terimbas gejolak perekonomian global dan turunnya harga komoditas. Korporasi-korporasi besar dan segmen komersial pun gerah, fasilitas kredit banyak yang ditunda.

Lalu ke mana perbankan harus mengalirkan kredit?

Segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) bisa menjadi pilihan. Namun, untuk masuk ke segmen usaha yang dinilai paling tangguh menghadapi gejolak perekonomian ini, bank harus punya kapasitas dan daya jangkau mumpuni. Spread marjin keuntungan yang lebih menarik pun harus dihitung ulang, apakah sebanding dengan biaya overhead yang dikeluarkan dan risiko pemahaman bank akan sektor yang dibiayai.

Sementara segmen konsumer pun tidak terlalu menggembirakan. Posisi konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi motor perekonomian Indonesia tidak bisa terlalu diandalkan di kala daya beli masyarakat turun. Indikasinya bisa terlihat dari angka penjualan kendaraan bermotor yang tidak terlalu fantastis.

Angka penjualan mobil memang naik 4,5 persen menjadi 1,06 juta unit pada tahun lalu. Namun bila melihat tren, angka penjualan mobil masih di bawah puncak penjualan pada 2013 yang mencapai 1,23 juta unit.

Satu-satunya yang masih cantik untuk dilirik bank adalah proyek-proyek infrastruktur. Ini sejalan dengan program pemerintahan Jokowi-Kalla yang mendorong pembangunan infrastruktur secara jor-joran. Proyek infrastruktur pemerintah sendiri termasuk 35.000 MW proyek tenaga listrik, 1.000 km jalan tol, 3.258 km kereta api, 15 bandara baru dan 10 perluasan bandara, 20 pelabuhan laut dan perluasan pelabuhan.

Proyek tol laut, pembangkit listrik, jalan, dan infrastruktur lainnya bisa menjadi pilihan strategis bagi bank untuk menyalurkan kredit. Selain terjamin, masih belum adanya bank berskala raksasa di Indonesia membuka peluang bank semakin besar untuk masuk membiayai infrastruktur dalam konsorsium atau secara sindikasi kredit.

Dalam laporan Indonesia Banking Survey 2017 yang dirilis PricewaterhouseCoopers Indonesia, mayoritas bankir yang disurvei yakin bisa menyalurkan kredit atau terlibat dalam proyek infrastruktur lebih banyak lagi.

Ini bisa dilihat seperti apa yang dilakukan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau BCA, yang lebih dikenal dengan bisnis consumer banking dan transaction banking, yang mulai menancapkan kukunya di pembiayaan infrastruktur. (Baca juga: Sembuh Dari 'Alergi' Biayai Infrastruktur, BCA Tetap Andalkan DPK)

Direktur Corporate Business BCA, Rudy Susanto mengatakan, setiap tahun kebutuhan listrik di Tanah Air terus meningkat. “(Proyek) PLN sudah signed akhir tahun lalu, mungkin awal tahun akan sign lagi. Berapanya mungkin sekitar Rp3 triliun. Karena kan PLN lagi banyak pembangunan yang program 35.000 Mega Watt (MW) itu,” ujarnya di Jakarta, Senin, 13 Maret 2017.

Pada saat yang sama, bank-bank BUMN masih memiliki keistimewaan dalam pembiayaan proyek infrastruktur pemerintah, termasuk PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). “Dukungan Bank Mandiri dalam meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di antaranya dengan membiayai pembangunan infrastruktur Indonesia,” ujar Direktur Utama Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo.

Kredit infrastruktur Bank Mandiri sendiri mencapai Rp57,3 triliun, dari total komitmen yang sebesar Rp104,6 triliun sampai akhir tahun 2016. Menurut Kartika, total penyaluran kredit ke sektor infrastruktur tersebut dialokasikan pada pembangunan pelabuhan laut, bandar udara (bandara), pembangkit listrik serta jalan tol.

Begitu pula dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) atau BNI yang mencatat total penyaluran kredit infrastruktur sepanjang tahun lalu mencapai Rp86,3 triliun, atau naik 30,4 persen secara setahunan. "Korporasi kita fokus biayai infrastruktur," tegas Wakil Direktur Utama BNI, Suprajarto. (K15)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Capital Fixed Income Fund

1.773,76

Up0,54%
Up3,36%
Up0,03%
Up6,73%
Up17,30%
Up44,83%

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.325,17

Up0,88%
Up4,09%
Up0,03%
Up5,78%
Up18,69%
-

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.752,53

Down- 0,32%
Up2,73%
Up0,01%
Up3,85%
Up18,24%
Up46,77%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.046,42

Up0,71%
Up2,82%
Up0,02%
Up3,06%
Down- 1,49%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

Produk baru

1.037,25

Up0,52%
Up3,63%
Up0,03%
---

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua