BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Mega & SBY Berhasil Atasi Krisis Ekonomi dalam 1 Tahun, Bagaimana Jokowi?

Bareksa24 Juli 2015
Tags:
Mega & SBY Berhasil Atasi Krisis Ekonomi dalam 1 Tahun, Bagaimana Jokowi?
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan calon presiden Joko Widodo saat kampanye Pemilu Presiden 2014 (Antara Foto/Fahrul Jayadiputra)

Tingkat kepercayaan konsumen pernah anjlok parah di masa pemerintahan Megawati dan SBY.

Bareksa.com - Meredam krisis ekonomi selalu menjadi tantangan bagi pemimpin negeri ini -- termasuk untuk Presiden Jokowi sekarang dan dua pendahulunya, Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri. Lantas, seberapa lama mereka berhasil mengatasi krisis dan bagaimana publik merespons kebijakan ekonomi mereka?

Untuk membandingkannya secara terukur, analis Bareksa menyusuri dua variabel penting yang bisa dijadikan barometer untuk mengukur risk appetite (tingkat risiko yang bisa diterima) masyarakat, yakni: Indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan pergerakan nilai tukar rupiah.

Tingginya nilai IKK mengindikasikan bahwa masyarakat masih optimistis menilai kondisi perekonomian ke depan. Publik masih memilih untuk melakukan aktivitas ekonomi sebagaimana biasanya -- seperti membeli barang ataupun jasa -- ketimbang memarkir uang mereka di bank. IKK mulai dirilis Bank Indonesia sejak triwulan kedua 2002. Nilai IKK berada pada kisaran angka 0 sampai 200. Skor di bawah 100 menunjukkan masyarakat dalam kondisi pesimistis.

Promo Terbaru di Bareksa

Secara historis, IKK pernah tiga kali di bawah angka 80, yakni pada Januari 2003, Oktober 2005, dan Juni 2008. Yang pertama di masa pemerintahan Presiden Megawati, sedangkan yang kedua dan ketiga di era Presiden SBY.

Di masa Presiden Abdurrahman Wahid, Indonesia dikungkung situasi politik-keamanan yang memburuk, ditambah defisit keuangan yang membengkak. Kondisi yang berujung pada pendongkelan Gus Dur ini -- lalu digantikan Presiden Megawati -- sempat membuat Paris Club (forum 19 negara kaya yang membantu proses restrukturisasi utang) pada akhir tahun 2002 memperkirakan Indonesia bakal bangkrut. Imbasnya, pada Januari 2003, tingkat kepercayaan masyarakat amblas hingga menyentuh angka 58,2.

Grafik: Indeks Kepercayaan Konsumen Indonesia 2002-2015
Illustration
Sumber: Bank Indonesia, diolah Bareksa

Namun, seiring keberhasilan berbagai langkah restorasi ekonomi yang diambil pemerintahan Megawati, tingkat kepercayaan masyarakat pun kembali naik. Puncaknya, IKK menyentuh angka 120 di akhir Oktober 2004. Artinya, dalam kurun waktu 1,5 tahun, tim ekonomi Megawati yang digawangi Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti dan Menteri Keuangan Boediono berhasil membuat ekonomi kembali stabil.

Rupiah bahkan berhasil menguat menjadi Rp8.246,8 pada 23 Juni 2003, dari sebelumnya Rp11.890 per 23 April 2001. (Baca juga: Pergolakan Rupiah dari Rezim Soeharto hingga SBY)

Grafik: Pergerakan Nilai Tukar Rupiah 1998-2014

Illustration
Sumber: Bareksa
*Catatan: Nilai tukar berdasarkan harga penutupan transaksi harian. Sumber: Bareksa.com, diolah dari IQ Plus

Tingginya kepercayaan konsumen itu ternyata tidak bertahan lama. Setahun kemudian, pada akhir Oktober 2005 di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, skor IKK kembali merosot ke angka 76,9. Penyebabnya: dua kali kenaikan harga BBM bersubsidi, pada 1 Maret dan 1 Oktober 2005. Kebijakan pahit ini diambil untuk mengatasi membengkaknya beban subsidi BBM akibat lonjakan harga minyak dunia.

Rupiah pun kena hantam, hingga sempat roboh ke level Rp10.875 per dolar AS pada perdagangan 29 Agustus 2005.

SBY berhasil meredam was-was masyarakat dalam jangka waktu satu tahun. IKK kembali naik ke atas 100 poin pada Oktober 2006. Rupiah pun berangsur-angsur menguat dan kembali ke level di bawah Rp10.000 per dolar AS.

Cobaan terhadap SBY tidak berhenti sampai di situ.

Kemudian datanglah krisis global 2008, yang dipicu skandal kredit perumahan di Amerika. Rupiah pada 20 November 2008 tersungkur ke level Rp12.600 per USD. Bahkan, nilai tukar rupiah sempat ambrol hingga Rp13.150 pada perdagangan intraday 21 November 2008, meski berhasil ditutup menguat pada level Rp12.200.

Rupiah yang terperosok ikut membuat kepercayaan konsumen anjlok ke angka 79,1. Masyarakat khawatir krisis di negara adidaya tersebut akan ikut menyeret perekonomian Indonesia. Perusahaan-perusahaan besar serentak menahan ekspansi bisnis dan memilih memendam uang mereka di bank.

Boediono, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, langsung melonggarkan suku bunga acuan (BI Rate) agar konsumsi dan investasi domestik kembali bergairah.

Berbagai kebijakan yang ditempuh Tim Ekonomi Kabinet SBY yang dikomandoi Menko Perekonomian Sri Mulyani dan Bank Indonesia di bawah pimpinan Boediono, terbukti berhasil meredam krisis. Di tengah resesi 2008, ekonomi Indonesia masih bertumbuh 6,1 persen. Singapura, negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, hanya bertumbuh 1,1 persen.

Dalam tempo enam bulan, IKK melonjak ke level 115 di pertengahan tahun 2009 dan inflasi turun hingga 2,71 persen. Tak kurang pentingnya, rupiah berangsur-angsur kembali menguat ke level Rp8.511 per dolar AS pada 1 Agustus 2011.

Grafik: Pergerakan Tingkat Inflasi 2003-2015

Illustration
Sumber: Bareksa

Sekarang ini, di era pemerintahan Joko Widodo, ekonomi Indonesia kembali diterpa krisis. Melemahnya permintaan global terus mendorong defisit neraca perdagangan dan menekan nilai tukar rupiah. Apalagi, Bank Sentral Amerika Serikat juga berencana kembali menaikkan tingkat bunga acuan, yang telah mendorong penguatan dolar AS terhadap mata uang lain termasuk rupiah.

IKK sempat ambrol ke angka 107,4 pada bulan April 2015, mendekati level pesimistis. Akan tetapi, perlahan-lahan IKK mulai kembali merambat naik hingga 111,3 per Juni 2015. Ini menunjukkan adanya peningkatan harapan masyarakat bahwa Presiden Jokowi bakal mampu memperbaiki kondisi ekonomi pada semester ke-2 tahun ini. Publik melihat angka penyerapan anggaran, misalnya, mulai beringsut naik.

Hanya saja, risiko global masih terus menghantui karena The Fed belum kunjung menaikkan suku bunga serta ekonomi China yang juga terseok-seok.

Apakah Jokowi akan berhasil mengembalikan kepercayaan masyarakat dalam waktu 1-1,5 tahun seperti Mega dan SBY? Atau membutuhkan waktu lebih lama? Jawabannya masih perlu ditunggu, antara lain dari seberapa berhasil pemerintahan Jokowi membuat serapan anggaran pemerintah menjadi stimulus fiskal untuk melecut ekonomi Indonesia yang sedang lesu darah ini. (np, kd)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.314,83

Up0,43%
Up3,55%
Up0,02%
Up5,95%
Up19,11%
-

Capital Fixed Income Fund

1.764,51

Up0,56%
Up3,41%
Up0,02%
Up7,20%
Up17,66%
Up42,85%

STAR Stable Income Fund

1.915,47

Up0,53%
Up2,89%
Up0,02%
Up6,23%
Up30,99%
Up60,26%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.758,34

Down- 0,10%
Up3,14%
Up0,01%
Up4,70%
Up19,30%
Up47,85%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.038,12

Up0,08%
Up2,01%
Up0,02%
Up2,91%
Down- 1,48%
-

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua