BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

POLICY FLASH: Pemerintah Evaluasi Kemitraan dengan Jepang

Bareksa08 Juni 2015
Tags:
POLICY FLASH: Pemerintah Evaluasi Kemitraan dengan Jepang
Japanese Prime Minister Shinzo Abe (R) escorts Indonesian President Joko Widodo at the end of a news conference at Abe's official residence in Tokyo March 23, 2015. REUTERS/Franck Robichon

BI rancang aturan relaksasi; Pemerintah cari utang proyek $40 miliar

Bareksa.com - Berikut sejumlah berita terkait kebijakan pemerintah yang dirangkum dari surat kabar nasional:

Evaluasi Kemitraan Jepang

Kementerian Perindustrian tengah mengevaluasi dan menegosiasikan pelaksanaan Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement yang menghendaki penurunan bea impor kendaraan bermotor pada 2016 sebesar 5 persen. Alasan evaluasi itu karena mandeknya pelaksanaan Manufacturing Industry Development Center (MIDEC) sebagai kompensasi dibukanya akses pasar secara luas bagi produk-produk dari Jepang, salah satunya sektor otomotif.

Promo Terbaru di Bareksa

Namun, hingga kini belum ada kerja sama lebih konkret guna mengembangkan kemandirian industri otomotif nasional. Di sisi lain, dampak penurunan bea impor kendaraan bermotor dari Jepang akan menghempaskan industri otomotif di dalam negeri.

Kebijakan Makroprudensial

Bank Indonesia dan pemerintah tengah merancang relaksasi kebijakan makroprudensial dan pelonggaran fiskal untuk menangkis risiko pelambatan ekonomi lebih tajam setelah kuartal I/2015 hanya melaju 4,7 persen. Bank Indonesia akan merelaksasi kebijakan makroprudensial untuk mengembalikan energi pertumbuhan konsumsi rumah tangga setelah melemah pada tiga bulan pertama tahun ini.

Loan to value ratio (LTV) kredit pemilikan rumah akan dinaikkan menjadi 50 - 80 persen dan pembayaran uang muka kredit kendaraan bermotor akan diturunkan dari 20 - 30 persen. BI pun akan merevisi ketentuan giro wajib minimum loan to deposit ratio (GWM LDR) dengan memperluas definisi simpanan, termasuk surat berharga. Dengan demikian, LDR menjadi lebih longgar sehingga kredit meningkat, khususnya kredit UMKM.

Pemerintah Cari Utang Proyek $40 Miliar

Pemerintah masih akan mengandalkan utang sebagai pilihan untuk membiayai pembangunan termasuk pendanaan proyek-proyek infrastruktur pada periode mendatang. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengatakan, berdasarkan rencana yang akan tertuang di dalam buku biru (blue book), pemerintah akan mencari pinjaman untuk pendanaan proyek sebesar $ 34 - 40 miliar selama lima tahun mendatang. Rencananya pinjaman tersebut akan dimanfaatkan untuk beberapa keperluan.

Salah satunya dan yang terbesar untuk pembangunan infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Kementerian Perhubungan. Namun, rincian rencana proyek infrastruktur berbasis utang itu masih dirahasiakan.

Setoran Cukai Lemah

Pemerintah benar-benar menghadapi masalah pelik untuk mencapai target penerimaan negara. Tak hanya dari sektor pajak, setoran Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan hingga awal Juni 2015 gagal mencapai target. Alhasil, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan baru agar realisasi penerimaan negara tahun ini tak meleset jauh dari target.

Berdasarkan data Ditjen Bea Cukai, realisasi penerimaan bea cukai hingga 3 Juni baru Rp 59,05 triliun atau 30,28% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 sebesar Rp 194,90 triliun. Realisasi ini meleset dari target pada periode tersebut sebesar Rp 78,21 triliun, dan lebih rendah dari tahun lalu sebesar Rp 68,8 triliun. Kegagalan mencapai target ini terjadi di semua pos penerimaan Bea Cukai. Rendahnya setoran cukai akibat pelambatan ekonomi dan ketatnya aturan penjualan rokok dan minuman keras.

Royalti Batu Bara

Kajian awal mengenai revisi tarif royalti batu bara untuk perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) ditargetkan selesai pekan ini. Revisi royalti diperkirakan lebih rendah dari usulan sebelumnya atau bahkan tidak naik sama sekali. Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Adhi Wibowo menilai terus menurunnya harga batu bara acuan (HBA) dan lemahnya pasar membuat penerapan persentase royalti yang tinggi tidak mungkin dilakukan.

Berdasarkan usulan awal, kisaran tarif royalti untuk batu bara akan naik dari 3 persen hingga 7 persen menjadi 7 persen hingga 13,5 persen berdasarkan kandungan kalorinya.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.313,56

Up0,41%
Up3,42%
Up0,02%
Up5,82%
Up18,99%
-

Capital Fixed Income Fund

1.764,19

Up0,60%
Up3,41%
Up0,02%
Up7,19%
Up17,64%
Up43,00%

STAR Stable Income Fund

1.915,21

Up0,56%
Up2,89%
Up0,02%
Up6,23%
Up30,98%
Up60,12%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.758,06

Down- 0,06%
Up3,14%
Up0,01%
Up4,70%
Up19,28%
Up48,00%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.039,09

Up0,26%
Up2,10%
Up0,02%
Up3,01%
Down- 1,39%
-

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua