BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Akuisisi BTN oleh Bank Mandiri: Jalan terus atau bisa batal?

Bareksa21 April 2014
Tags:
Akuisisi BTN oleh Bank Mandiri: Jalan terus atau bisa batal?
Direktur Utama BTN Maryono memberikan keterangan pers tentang kinerja BTN Triwulan IV di Jakarta, Senin (10/2). Laba Bersih BTN tahun 2013 sebesar Rp1,56 trilliun atau tumbuh 14,53 persen dibandingan tahun 2012 sebesar Rp1,36 trilliun (ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo)

Seperti halnya wacana merjer PGAS-Pertagas, rencana akusisi ini telah memicu kontroversi.

IllustrationBareksa.com - Saham Bank Tabungan Negara (BBTN) langsung menguat 10,62 persen hingga menyentuh level Rp 1.525 sebelum ditutup di level Rp1.405 pada perdagangan Rabu, 16 April 2014 lalu. Pemicunya: beredar kabar bahwa pemerintah akan melepas kepemilikannya di BBTN kepada Bank Mandiri (BMRI). Kabar tersebut menghangat setelah beredarnya surat Kementerian Negara BUMN kepada Direktur Utama BBTN, Maryono, yang berisi usulan penambahan agenda pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) BBTN, yaitu perubahan komposisi kepemilikan saham.

Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin, seperti dikutip Kontan.co.id, tidak menyangkal ataupun membenarkan kabar ini ketika dikonfirmasi. Pihaknya mengaku sedang menunggu keputusan dari pemegang saham terlebih dahulu. Yang menarik, kabarnya BMRI ingin menguasai BBTN dengan cara menukar obligasi rekapitulasi pemerintah yang dipegangnya. Namun, cara ini membutuhkan persetujuan DPR RI sehingga dipandang rumit dan hampir mustahil. BMRI sendiri, di neraca per Desember 2013, memiliki obligasi rekap senilai Rp66,16 triliun.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D. Hadad, sendiri menyatakan telah menerima pemberitahuan mengenai rencana akuisisi tersebut dari kedua emiten. Meski demikian, dia mengaku belum mengetahui detailnya dan masih akan mempelajarinya terlebih dahulu.

Promo Terbaru di Bareksa

Seandainya proses akuisisi ini benar terjadi, bagaimana pengaruhnya terhadap BBTN?

Menurut sebuah laporan yang kami pelajari, imbasnya terhadap BBTN akan positif karena perseroan akan mendapat tambahan sumber dana murah, yang diperkirakan dapat mendongkrak marjin laba BBTN hingga 300 bps, apabila faktor lainnya dianggap konstan (ceteris paribus). Saat ini BBTN lebih mengandalkan pinjaman pemerintah ketimbang Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam membiayai kredit perumahannya. Kenaikan marjin laba tersebut diperkirakan dapat mendongkrak valuasi perseroan menjadi 2x nilai buku, dari 1,3x apabila tanpa memperhitungkan faktor akuisisi. Lagipula, tampaknya BBTN memang sangat membutuhkan suntikan likuiditas untuk dapat terus melakukan ekspansi usaha, mengingat posisi Loan to Deposit Ratio (LDR) hingga per 31 Desember 2013 lalu masih bertahan di atas 100 persen.

Lalu bagaimana dampaknya terhadap BMRI?

Selama ini segmen pembiayaan kredit perumahan tampaknya adalah area yang belum terlalu didalami BMRI. Hal ini tampak dari absennya BMRI di program kredit kepemilikan rumah terjangkau yang digelontorkan pemerintah (FLPP) yang saat ini didominasi oleh BBTN. Dengan posisi LDR pada akhir 2013 yang masih berada di kisaran 84,5 persen, BMRI masih memiliki ruang likuiditas yang cukup untuk untuk memasuki segmen ini melalui (apabila proses akuisisi ini menjadi kenyataan) BBTN yang memiliki pengalaman dan image yang sangat kuat di segmen pembiayaan kepemilikan rumah.

Dari sisi pemerintah sendiri, ini sejalan dengan rencana untuk membentuk bank yang secara ukuran mampu bersaing dengan bank-bank di kawasan Asia Tenggara lainnya dalam menyambut pasar bebas ASEAN. Karena meskipun menyandang predikat sebagai bank dengan aset terbesar di Indonesia, berdasarkan daftar yang dirilis The Banker, BMRI merupakan satu-satunya wakil Indonesia di 10 peringkat teratas perbankan ASEAN dari sisi modal inti (tier 1). BMRI menempati peringkat ketujuh. Posisi tiga teratas ditempati oleh DBS, OCBC, dan UOB asal Singapura, diikuti oleh Maybank asal Malaysia di peringkat keempat dan Bangkok Bank asal Thailand di peringkat kelima. Menteri Negara BUMN, Dahlan Iskan, seperti dikutip Kontan, mengatakan apabila pembelian BBTN oleh BMRI dapat diwujudkan, maka dari segi size BMRI akan mengalahkan bank terbesar Malaysia.

Namun, para stakeholder tampaknya masih harus bersabar untuk menanti proses ini dapat benar-benar terwujud. Meskipun OJK sudah mendapat pemberitahuan mengenai rencana akuisisi ini, disertai pula dengan “bocornya” surat Kementrian BUMN, kejelasan rencana akuisisi ini masih diliputi tanda tanya.

Belum lekang dari ingatan kita mengenai mumbulnya wacana merjer antara PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) dengan anak perusahaan Pertamina, Pertagas, yang lalu memicu kontroversi. Akhirnya, rencana tersebut dihentikan Menteri Dahlan Iskan karena terlanjur bocor sehingga dianggap bakal mengganggu semua pihak yang terlibat dalam perundingan.

Seperti halnya kasus PGAS-Pertagas itu, wacana BMRI-BBTN pun mulai memunculkan pro-kontra, baik di kalangan dunia keuangan, properti, politisi, hingga jajaran karyawan BBTN yang mulai melancarkan penolakan atas rencana ini. Kontroversi ini berpotensi mementahkan kembali proses yang sedang bergulir.

Terlepas dari semua kontroversi itu, beberapa faktor jelas-jelas sedang menghadang, antara lain: program FLPP yang jalan di tempat, likuiditas BBTN yang sedang ketat, pasar bebas ASEAN yang sudah didepan mata, dan permodalan bank-bank di Indonesia yang masih kedodoran dibandingkan bank-bank Asia Tenggara lainnya. (kd)

*Anita Ekacahyani adalah analis Bareksa.com

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

autodebet

1.202,74

Up0,42%
Up5,47%
Up9,65%
Up9,79%
Up18,62%
Up7,84%

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.182,32

Up0,49%
Up5,00%
Up8,79%
Up9,05%
--

Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A

1.152,7

Up0,45%
Up4,45%
Up9,60%
Up9,91%
--

Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A

1.045,13

Up0,98%
-----

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua