UMKM yang Berjualan di e-Commerce Bakal Kena Pajak, Ini Rinciannya
Untuk usaha dengan omzet melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun akan dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak

Untuk usaha dengan omzet melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun akan dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak
Bareksa.com - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengumumkan aturan perlakuan perpajakan untuk usaha melalui niaga daring atau e-commerce. Hal tersebut tertera dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210 tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menekankan dalam aturan tersebut pemerintah tidak menetapkan jenis atau tarif pajak baru.
"Pengaturan yang dimuat dalam PMK-210 ini semata-mata terkait tata cara dan prosedur pemajakan, yang dimaksudkan untuk memberikan kemudahan administrasi dan mendorong kepatuhan perpajakan para pelaku e-commerce demi menciptakan perlakuan yang setara dengan pelaku usaha konvensional," kata Hestu melalui keterangan tertulis seperti dikutip Senin, (14/1).
Promo Terbaru di Bareksa
Dengan adanya aturan tersebut, pedagang dan penyedia jasa yang berjualan melalui platform marketplace harus memberitahukan nomor pokok wajib pajak (NPWP) kepada pihak penyedia platform marketplace.
Apabila belum memiliki NPWP, maka dapat memilih untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, atau memberitahukan nomor induk kependudukan (NIK) kepada penyedia platform marketplace.
Pedagang dan penyedia jasa tersebut pun harus melaksanakan kewajiban terkait pajak penghasilan (PPh) sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti membayar pajak final dengan tarif 0,5 persen dari omzet, apabila omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun atau pajak UMKM.
Sementara, untuk usaha dengan omzet melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun akan dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) dan melaksanakan kewajiban terkait pajak pertambahan nilai (PPN) sesuai ketentuan yang berlaku.
Bagi penyedia platform marketplace diwajibkan untuk memiliki NPWP dan dikukuhkan sebagai PKP. Penyedia platform marketplace wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN serta PPh terkait penyediaan layanan platform marketplace kepada pedagang dan penyedia jasa.
Platform marketplace juga wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN serta PPh terkait penjualan barang dagangan milik penyedia platform marketplace sendiri. Selain itu, platform marketplace wajib melaporkan rekapitulasi transaksi yang dilakukan oleh pedagang pengguna platform tersebut.
Untuk diketahui, yang dimaksud dengan penyedia platform marketplace adalah pihak yang menyediakan sarana yang berfungsi sebagai pasar elektronik. Di dalamnya, pedagang dan penyedia jasa pengguna platform dapat menawarkan barang dan jasa kepada calon pembeli.
Penyedia platform marketplace yang dikenal di Indonesia antara lain Blibli, Bukalapak, Elevenia, Lazada, Shopee, dan Tokopedia. Selain perusahaan-perusahaan ini, pelaku over-the-top di bidang transportasi juga tergolong sebagai pihak penyedia platform marketplace.
Kendati demikian, e-commerce yang berada di luar platform marketplace belum dikenai aturan spesifik soal pajak. Pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan perdagangan barang dan jasa melalui ritel online, classified ads, daily deals, dan media sosial wajib mematuhi ketentuan terkait PPN, PPnBM, dan PPh sesuai ketentuan yang berlaku.
"PMK-210 ini mulai berlaku efektif pada 1 April 2019 dan DJP akan melaksanakan sosialisasi kepada para pelaku e-commerce, termasuk penyedia platform marketplace serta para pedagang yang menggunakan platform tersebut," kata Hestu.
Sementara itu, Asosiasi e-Commerce Indonesia (iDEA) menyesalkan keputusan pemerintah yang menerbitkan peraturan mengenai pajak e-commerce. Pasalnya, hal tersebut dianggap bisa menghambat pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Untuk itu, iDEA bersama pelaku usaha industri mengajak para pemangku kepentingan untuk mencari jalan tengah dalam proses implementasinya sehingga tidak mematikan potensi e-commerce.
"Mari kita bersama-sama mencari cara agar penerimaan pajak bisa tercapai tanpa mengorbankan harapan pertumbuhan ekonomi dari UMKM dalam jangka panjang," ujar Ketua iDEA Ignasius Untung.
Berdasarkan studi yang dilaksanakan oleh iDEA pada 1.765 pelaku UKM di 18 kota di Indoensia, 80 persen dari pelaku UMKM masih masuk kategori mikro, 15 persen masuk kategori kecil dan 5 persen yang sudah bisa dikatakan masuk usaha menengah.
iDEA melihat pemberlakuan PMK 210 tentang e-commerce bisa terlihat sebagai entry barrier (halangan), yang sama sekali tidak mempermudah perjuangan UMKM dalam bertahan dan mengembangkan usaha namun malah membebani mereka.
(AM)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
| Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
|---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Obligasi Nusantara autodebet | 1.201,44 | ||||||
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.181,6 | - | - | ||||
Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A | 1.152,06 | - | - | ||||
Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A | 1.047,01 | - | - | - | - | - |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.