BI Kembali Pertahankan Suku Bunga Acuan 4 Persen, Tempuh Lima Langkah Ini

Abdul Malik • 13 Oct 2020

an image
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI dihadapan wartawan di gedung BI, Jakarta, Kamis (18/7/2019). Hasil RDG tersebut BI memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp)

Keputusan ini mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, di tengah inflasi yang diperkirakan tetap rendah

Bareksa.com - Bank Indonesia mengumumkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 12-13 Oktober 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) 4 persen, suku bunga Deposit Facility 3,25 persen, dan suku bunga Lending Facility 4,75 persen.

"Keputusan ini mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, di tengah inflasi yang diperkirakan tetap rendah. BI menekankan pada jalur kuantitas melalui penyediaan likuiditas, termasuk dukungan kepada pemerintah dalam mempercepat realisasi APBN tahun 2020, guna mendorong pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19," demikian disampaikan dalam keterangannya (13/10/2020).

Di samping keputusan tersebut, BI menempuh 5 langkah sebagai berikut :

1. Melanjutkan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar.
2. Memperkuat strategi operasi moneter guna memperkuat stance kebijakan moneter akomodatif.
3. Mempercepat langkah-langkah pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing melalui pengembangan infrastruktur sarana penyelenggara transaksi berbasis sistem elektronik (electronic trading platform/ETP) dan lembaga sentral kliring, novasi, dan transaksi (central counterparty/CCP).
4. Memperkuat implementasi kebijakan untuk mendorong usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) melalui korporatisasi, peningkatan kapasitas, akses pembiayaan, dan digitalisasi sejalan dengan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI).
5. Memperkuat ekosistem ekonomi dan keuangan digital melalui penggunaan instrumen pembayaran digital, kolaborasi bank, fintech, dan e-commerce untuk mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

"BI akan terus menempuh langkah-langkah kebijakan lanjutan yang diperlukan dalam mempercepat program PEN dengan mencermati dinamika perekonomian dan pasar keuangan global serta penyebaran Covid-19 dan dampaknya terhadap prospek perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu. Koordinasi kebijakan yang erat dengan pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mempercepat pemulihan ekonomi nasional," ungkap BI.

Menurut BI, pertumbuhan ekonomi domestik secara perlahan membaik, terutama didorong stimulus fiskal dan perbaikan ekspor. Perkembangan Agustus-September 2020 menunjukkan belanja pemerintah meningkat didorong stimulus fiskal terkait perlindungan sosial dan dukungan UMKM. Ekspor lebih baik dari prakiraan ditopang berlanjutnya permintaan global, terutama dari Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, untuk beberapa komoditas seperti besi dan baja, pulp dan waste paper, serta tekstil dan produk tekstil (TPT).

"Secara spasial, perbaikan ekspor juga didorong oleh beberapa daerah luar Jawa, seperti Sumatera, Bali-Nusa Tenggara, dan Sulawesi-Maluku-Papua," BI menjelaskan.

Peran positif stimulus fiskal dan kenaikan ekspor serta investasi bangunan yang tetap baik, kata BI, sejalan berlanjutnya berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN), menyangga pemulihan ekonomi, di tengah konsumsi rumah tangga yang masih terbatas. Perbaikan ekonomi Indonesia tercermin pada kenaikan sejumlah indikator dini seperti penjualan eceran dan online, job vacancy, serta pendapatan masyarakat.

"Ke depan, pemulihan ekonomi domestik diperkirakan berlanjut dipengaruhi oleh membaiknya perekonomian global serta meningkatnya realisasi anggaran pemerintah pusat dan pemerintah Daerah, kemajuan dalam program restrukturisasi kredit, dan berlanjutnya stimulus moneter dan makroprudensial BI. BI melalui bauran kebijakannya akan terus memperkuat sinergi dengan pemerintah dan otoritas terkait agar berbagai kebijakan yang ditempuh semakin efektif mendorong pemulihan ekonomi," BI menjelaskan.

Rupiah

​BI mencatat pada September 2020, rupiah melemah 2,13 persen (ptp) dipengaruhi tingginya ketidakpastian pasar keuangan, baik karena faktor global maupun faktor domestik. Pada awal Oktober 2020, nilai tukar rupiah per 12 Oktober kembali menguat 1,22 persen (ptp) atau 0,34 persen secara rerata dibandingkan dengan level September 2020. Penguatan rupiah pada Oktober 2020 didorong kembali masuknya aliran modal asing ke pasar keuangan domestik yang dipengaruhi meningkatnya likuiditas global dan tetap terjaganya keyakinan investor terhadap prospek perekonomian domestik. Dengan perkembangan ini, Rupiah sampai dengan 12 Oktober 2020 mencatat depresiasi sekitar 5,56 persen dibandingkan dengan level akhir 2019.

"Ke depan, BI memandang penguatan nilai tukar rupiah berpotensi berlanjut seiring levelnya yang secara fundamental masih undervalued. Hal ini didukung defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi yang rendah dan terkendali, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko Indonesia yang menurun, serta likuiditas global yang besar. BI terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar," ujar BI.

Inflasi

BI menyatakan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2020 tercatat deflasi 0,05 persen (mtm) sehingga inflasi IHK sampai September 2020 tercatat 0,89 persen (YtD). Secara tahunan, inflasi IHK tercatat rendah di 1,42 persen (YoY), meskipun lebih tinggi dari inflasi Agustus 2020 yang sebesar 1,32 persen (YoY).

"Inflasi yang rendah dipengaruhi turunnya inflasi inti sejalan permintaan domestik yang belum kuat, serta konsistensi BI mengarahkan ekspektasi inflasi dalam kisaran target dan menjaga stabilitas nilai tukar," ungkap BI.

Inflasi kelompok volatile food tetap rendah dipengaruhi berlanjutnya penurunan harga bahan pangan seiring permintaan domestik yang belum kuat, pasokan yang memadai sejalan panen di beberapa sentra produksi, distribusi yang terjaga, dan harga komoditas pangan global yang rendah. Selain itu, inflasi kelompok administered prices melambat terutama didorong berlanjutnya penurunan tarif angkutan udara.

"BI memperkirakan inflasi 2020 lebih rendah dari batas bawah target inflasi dan kembali ke dalam sasarannya 3 persen ± 1 persen pada 2021. BI konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, guna mengendalikan inflasi tetap dalam kisaran targetnya," BI menambahkan.

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.