BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Mampukah Holding BUMN Tambang Biayai Akuisisi Freeport? Ini Analisanya

31 Agustus 2017
Tags:
Mampukah Holding BUMN Tambang Biayai Akuisisi Freeport? Ini Analisanya
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) dan Menteri ESDM Ignasius Jonan (kanan) berjabat tangan dengan CEO Freeport-McMoran Copper & Gold Inc Richard Adkerson (kiri) usai menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait divestasi saham di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (29/8). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Rasio utang dihitung menggunakan data total aset, total ekuitas dan total utang berbunga yang telah dikonsolidasikan

Bareksa.com – Pembentukan holding badan usaha milik negara (BUMN) tambang sedang dikebut oleh Kementerian BUMN, menyusul komitmen Freeport-McMoRan Inc, perusahaan tambang asal Amerika Serikat untuk melepas 51 persen saham di PT Freeport Indonesia, perusahaan tambang emas dan tembaga, kepada Indonesia.

Dalam holding BUMN tambang tersebut, pemerintah memasukkan empat perusahaan tambang BUMN yaitu PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM), PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA) dan PT Timah (Persero) Tbk (TINS).

Adapun induk holding BUMN tambang tersebut adalah PT Inalum, yang menguasai 65 persen saham Aneka Tambang, 65,02 persen saham PTBA dan 65 persen saham PT Timah, dengan masing-masing didalamnya terdapat 1 saham seri A milik pemerintah.

Promo Terbaru di Bareksa

Pada artikel sebelumnya, Bareksa telah memaparkan analisis keuangan dari PT Inalum (Persero). (Baca juga : Freeport Setuju Divestasi 51 Persen Saham, Ini Analisis Keuangan PT Inalum)

Kementerian BUMN menyatakan siap menyerap saham Freeport Indonesia jika mendapatkan lampu hijau dari pemerintah. Kementerian menyatakan BUMN memiliki dana yang cukup untuk membeli saham Freeport.

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN, Alosyius Kiik Ro, menuturkan pada prinsipnya BUMN telah menyiapkan skema untuk membeli saham Freeport. Bakal ada satu spesial purpose vehicle (SPV) di bawah holding BUMN tambang yang akan membeli saham Freeport.

“Tapi kita belum memiliki valuasi harga saham Freeport,” ujar dia di Jakarta, Selasa, 29 Agustus 2017.

Lalu, bagaimana kondisi keuangan dari ketiga perusahaan tambang lainnya selain Inalum? Adakah ruang bagi PT Inalum (Persero) setelah nantinya menjadi induk usaha dari holding BUMN tambang untuk menambah utang, guna menyerap saham divestasi Freeport Indonesia?

Kinerja Keuangan Aneka Tambang

Total aset perusahaan yang bergerak di bisnis tambang, pengolahan, dan pemasaran sumber daya mineral ini turun tipis 1 persen dari Rp 30,36 triliun per Desember 2015 menjadi Rp 29,98 triliun per Desember 2016. Penurunan ini utamanya akibat penurunan aset lancar terutama komponen kas dan setara kas serta persediaan. Aset lancar turun 6 persen dari Rp 11,25 triliun menjadi Rp 10,63 triliun.

Adapun kas dan setara kas turun 6 persen dari Rp 8,09 triliun menjadi Rp 7,62 triliun. Penurunan ini utamanya karena pengeluaran untuk konstruksi proyek perluasan pabrik feronikel Pomalaa dan proyek pembangunan pabrik feronikel Haltim.

Begitupun dengan persediaan bersih turun 21 persen dari Rp 1,75 triliun menjadi Rp 1,39 triliun. Penurunan ini disebabkan turunnya piutang penjualan feronikel.

Di sisi lain, total liabilitas perusahaan turun 4 persen dari Rp 12,04 triliun menjadi Rp 11,57 triliun, karena penurunan utang usaha pihak ketiga dan utang usaha pihak berelasi.

Neraca Keuangan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk

Illustration

Sumber : Data Perusahaan

Total ekuitas Aneka Tambang naik tipis 0,5 persen dari Rp 18,32 triliun pada 2015 menjadi Rp 18,41 triliun di 2016. Ini disebabkan rugi saldo laba yang belum ditentukan penggunaannya turun 5 persen dari Rp 2,02 triliun menjadi Rp 1,93 triliun.

Kinerja Keuangan PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk

Total aset perusahaan tambang batu bara ini pada 2016 mencapai Rp 18,57 triliun, bertambah Rp 1,68 triliun atau naik 10 persen dibandingkan 2015 yang sebesar Rp 16,89 triliun. Kenaikan itu didorong oleh naiknya kas dan setara kas serta piutang usaha. Kas dan setara kas perusahaan naik 18 persen dari Rp 3,11 triliun menjadi Rp 3,67 triliun. Meningkatnya jumlah kas dan setara kas ini ditopang oleh kenaikan aktivitas operasi sebesar Rp 559,35 miliar.

Begitupun piutang usaha perusahaan pada 2016 melonjak 43 persen dari Rp 1,59 triliun menjadi Rp 2,28 triliun. Kenaikan ini disebabkan meningkatnya piutang pihak ketiga dan pihak berelasi (PLN grup) sebagai akibat dari peningkatan volume penjualan perusahaan di 2016.

Adapun liabilitas PTBA pada akhir 2016 adalah Rp 8,02 triliun. Angka itu bertambah Rp 417,8 miliar atau naik 5,5 persen dibandingkan Rp 7,6 triliun di 2015. Kenaikan ini didorong oleh peningkatan beban akrual, pinjaman bank jangka pendek, dan utang jangka pendek lainnya.

Jumlah ekuitas perusahaan pada 2016 mencapai Rp 10,55 triliun, naik 13,6 persen dibandingkan Rp 9,28 triliun pada 2015. Peningkatan tersebut diperoleh dari kenaikan saldo laba yang dicadangkan perusahaan.

PT Timah (Persero) Tbk

Perusahaan tambang timah ini memiliki total aset pada 2016 senilai Rp 9,54 triliun, atau naik 3 persen dibanding 2015 yang sebesar Rp 9,27 triliun. Peningkatan total aset terutama didorong kenaikan nilai piutang, properti investasi serta aktiva pajak tangguhan perusahaan.

Total Aset PT Timah

Illustration

Sumber : Data Perusahaan

Tidak berbeda jumlah kas dan setara kas perseroan naik 13 persen dari Rp 497,4 miliar pada 2015 menjadi Rp 563,8 miliar di 2016.

Di sisi lain, total liabilitas perusahaan turun 0,35 persen dari Rp 3,9 triliun menjadi Rp 3,89 triliun pada 2016. Dari angka itu, liabilitas jangka pendek naik 2 persen menjadi Rp 3,06 triliun dan liabilitas jangka panjang turun 8 persen menjadi Rp 833,7 miliar. Liabilitas jangka pendek naik karena kenaikan utang pajak dan liabilitas jangka panjang turun karena reklasifikasi liabilitas pajak tangguhan ke liabilitas terkait langsung dengan aset yang dimiliki untuk dijual serta penurunan kewajiban imbalan kerja.

Adapun posisi ekuitas perusahaan pada 2016 naik 5 persen menjadi Rp 5,65 triliun seiring kenaikan laba bersih perusahaan tahun berjalan.

Analisa Ilustrasi Keuangan Holding BUMN Tambang Secara Konsolidasi

Melihat data-data keuangan dari ketiga BUMN tambang tersebut, Bareksa mencoba menghitung dengan menggunakan ilustrasi kondisi keuangan dari keempat BUMN tambang yang telah dikonsolidasikan. Adapun basis laporan keuangan yang digunakan adalah Tahun 2016.

Di antaranya adalah analisis tentang rasio utang terhadap total aset perusahaan (debt to asset ratio) dan rasio utang terhadap total ekuitas perusahaan (debt to equity ratio) yang dapat menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi utang yang harus dipenuhi dengan total aset ataupun total ekuitas yang dimiliki.

Dalam hal ini Bareksa ingin mengetahui seberapa besar kemungkinan holding BUMN tambang mendapatkan peluang pinjaman dari perbankan atau opsi pembiayaan lainnya guna kebutuhan dana untuk akusisi saham Freeport.

Berdasarkan laporan keuangan Tahun 2016, PT Inalum memaparkan data keuangan dalam nominal ribuan dolar Amerika Serikat, sehingga dikonversi ke dalam rupiah dengan kurs rata-rata Rp 13.305 per dolar AS.

Untuk penghitungan rasio utang terhadap total aset dan rasio utang terhadap total ekuitas perusahaan, nilai utang yang digunakan adalah utang berbunga PT Inalum (Persero) setelah menjadi induk perusahaan holding BUMN tambang.

Hal ini dilakukan karena utang berbunga merupakan utang yang memiliki beban bunga berkelanjutan dan akan menjadi pertimbangan dari pihak pemberi pinjaman atau investor untuk memberikan pinjaman ataupun menginvestasikan uang ke dalam suatu perusahaan.

Ilustrasi Rasio Utang Terhadap Aset dan Rasio Utang Terhadap Ekuitas

Illustration

Sumber : Data Perusahaan, diolah Bareksa

Rasio Utang Relatif Kecil

Berdasarkan tabel perhitungan tersebut dihasilkan bahwa rasio utang terhadap total aset adalah 0,11 kali atau 11,3 persen. Hal ini menunjukkan bahwa bobot utang berbunga yang dimiliki dari holding BUMN tambang terhadap total aset konsolidasinya hanya sebesar 0,11 kali atau 11,3 persen.

Begitupun rasio hutang terhadap total ekuitas, dengan asumsi total ekuitas yang dijumlahkan, maka dihasilkan DER 0,16 kali atau 16,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa bobot utang berbunga yang dimiliki holding BUMN tambang terhadap total ekuitas konsolidasinya hanya 0,16 kali atau 16,4 persen.

Dari data tersebut, maka PT Inalum yang ditunjuk menjadi induk perusahaan holding BUMN tambang, memiliki rasio utang yang relatif kecil, sehingga memiliki ruang untuk menambah utang, baik melalui pinjaman bank ataupun penerbitan obligasi.

Selain itu, penggalangan dana juga dapat ditambahkan melalui rights issue yang dapat dilakukan oleh ANTM, PTBA dan TINS. Namun rights issue ini akan membutuhkan dukungan pemerintah melalui penanaman modal negara (PMN) guna mempertahankan porsi kepemilikan saham agar tidak terdilusi.

Bareksa melihat, pembentukan holding BUMN tambang tersebut cukup memberikan ruang untuk mendukung proses divestasi saham PT Freeport Indonesia, meskipun harus disiapkan skema-skema lainnya, guna mengantisipasi kekurangan dana dalam proses divestasi tersebut.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.311,21

Down- 0,04%
Up3,59%
Up0,02%
Up5,46%
Up18,25%
-

Capital Fixed Income Fund

1.767,05

Up0,56%
Up3,40%
Up0,02%
Up6,86%
Up17,17%
Up43,56%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.748,46

Down- 0,79%
Up3,43%
Up0,01%
Up3,97%
Up18,39%
Up46,82%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.033,61

Down- 0,45%
Up1,56%
Up0,01%
Up2,14%
Down- 2,42%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

Produk baru

1.033,61

Up0,53%
-
Up0,03%
---
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua