BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

EKSKLUSIF: Lonjakan Volume Saham MYRX, Benny Tjokro & Lahan Properti 4000 Ha

27 November 2015
Tags:
EKSKLUSIF: Lonjakan Volume Saham MYRX, Benny Tjokro & Lahan Properti 4000 Ha
Sederetan ruko yang dikembangkan oleh PT Hanson International Tbk (MYRX) melalui anak usahanya di daerah Serpong. (Sumber: Perseroan)

"Kami bukan perusahaan bodong. Kami punya aset properti di Jabodetabek," kata Benny Tjokro.

Bareksa.com - Saham PT Hanson International Tbk (MYRX) dalam sepekan terakhir menjadi perhatian investor. Perusahaan yang beralih ke bisnis properti ini juga akan melakukan aksi korporasi bulan depan. Apa hubungan peralihan bisnis ini dengan peningkatan secara amat signifikan volume transaksi perdagangan saham MYRX?

Dalam wawancara eksklusif dengan Bareksa, Benny Tjokrosaputro, Presiden Direktur PT Hanson International Tbk menerangkan ihwal aktivitas perdagangan saham MYRX yang tidak biasa itu, termasuk di pasar negosiasi. (Baca juga: Nilai Transaksi MYRX 3 Tahun Capai Rp31 T. Apa yang Terjadi?)

"Nasabah di bursa saham bukan cuma saya, ada ribuan bahkan ratusan ribu. Mereka ada yang kepepet tak punya duit terpaksa transaksi pasar nego buat cari funding. Ya bukan urusan saya. Perkara yang dipakai mereka saham Hanson, bukan urusan saya. Yang jelas perusahaan saya itu bukan perusahaan bodong--cuma kertas, tak ada isinya. Yang pasti bukan," ia menegaskan.

Promo Terbaru di Bareksa

Benny menjelaskan saat ini Hanson International mengalihkan bisnisnya ke bisnis properti dan memiliki aset lahan (land bank) kurang lebih 4.000 ha. Upaya memperluas land bank Hanson dilakukan Benny dengan kembali menyetor modal melalui mekanisme peningkatan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) senilai Rp1,05 triliun yang prosesnya akan selesai pada Desember tahun ini.

Selain Benny, Bareksa juga mewawancarai Komisaris Independen PT Hanson Internasional Tbk, V.R. Tata untuk mengetahui secara lengkap alasan di balik perubahan strategi bisnis perusahaan. Petikannya:

Hanson dulu perusahaan properti, lalu sempat berpindah ke energi dan sekarang ke properti. Kenapa?

Waktu diakusisi Benny memang ini perusahaan tekstil. Pada saat itu kami menjalankan bisnis tekstil di bawah nama PT Primayudha, salah satu perusahaan tekstil terbesar. Akan tetapi setelah krisis 1998, bisnis katun memburuk. Karena bisnis sudah turun, maka kami spin off Primayudha. Setelah itu, pada 2008 kami lihat bisnis tambang batu bara bagus, maka Hanson masuk menjadi perusahaan batu bara.

Lalu, kenapa Hanson pindah lini bisnis lagi? Kami melihat pemerintah menjadi lebih ketat, ada aturan baru. Kita tidak boleh ekspor bijih lagi, harus ada smelter. Kalau kita investasi smelter itu sangat besar biayanya dan butuh kuantitas juga. Kalau tidak kompetitif dengan perusahaan luar negeri, kita kalah. Itu salah satu faktor. Beberapa kali peraturan soal pertambangan juga berubah. Harga batu bara terus turun.

Ketiga, kami ada oil sludge refining di petroleum. Kami mengakuisisi satu perusahaan, prospeknya bagus. Tapi lama-lama kami lihat bisnis ini turun karena ada berapa faktor. Oil sludge ini kami ambil dari sisa endapan tanker minyak, semacam waste accumulation, seperti sampah. Kami bisa membuat low quality lubricant yang bisa dijual. Minyak ini kami dapat dari kapal tanker yang biasanya berada di Batam atau di Singapura. Tetapi, mereka lebih sering bawa ke China, sehingga jarang yang ke sini. Selain itu, isu lingkungannya juga kuat. Kami tidak mau merusak lingkungan karena ini bahan berbahaya, jadi harus hati-hati menanganinya.

Apa latar belakang perseroan memilih properti?

Bisnis properti sebetulnya sudah dilakukan keluarga Benny dari dulu. Mereka ahli memperoleh land bank, banyak melakukan pembebasan tanah, baik tanah bersama dengan partner atau tanah pribadi. Dia dan keluarganya sudah mengumpulkan tanah di daerah yang bagus dan strategis. Salah satu yang dia punya sekarang di sebelah jalur kereta api. Ini tanah bukan baru dibeli tetapi sudah dari tahun 1998-1999.

Keluarga Benny juga sudah banyak jual lahan, ada sekitar 10.000 hektar ke banyak investor, termasuk Agung Podomoro, BSD, Summarecon, Jaya Real, Alam Sutera. Benny menjual properti, yang kita bisa sebut sebagai grosir tanah terbesar di Jakarta.

Atas masukan dari investor dan melihat kondisi bisnis Hanson sebelumnya sudah menurun, pada akhir 2013 keluarga Benny memutuskan melepas bisnis yang tidak menguntungkan dan memasukkan bisnis properti yang tadinya merupakan milik keluarga. Maka, saat ini Hanson sepenuhnya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang properti dengan fokus bisnis ke segmen affordable housing.

Mengapa mengembangkan rumah murah?

Indonesia butuh affordable housing, bukan high-quality apartment. Di Jabodetabek ada sekitar 28 juta orang. Berapa orang yang tidak punya rumah, datang dari tempat jauh sewa kos dengan harga mahal. Padahal gajinya hanya pas untuk sewa kos, transportasi, uang makan.

Mereka butuh affordable housing, sedangkan kami punya tanah murah. Di Jakarta sudah tidak ada tanah murah. Kalaupun ada, di sini harganya jadi mahal karena harga makanan mahal, sekolah mahal, rumah sakit jauh. Kondisi ini tidak cocok untuk masyarakat. Kalau mau affordable house, harus ada tanah murah dan transport memadai seperti kereta api. Namun, bangun 10 rumah saja tidak cukup, tetapi harus bangun komunitas. Seperti orang Bekasi, ada komunitas karena ada shopping mall, rumah sakit, sekolah.

Presiden sudah meluncurkan Program Sejuta Rumah. Tanah yang kami punya hampir 4.000 hektar tahun ini. Kami punya di Cengkareng, Serpong, Maja, Bekasi. Ini bisa mendukung program pemerintah.

Berarti, sekarang Hanson sudah fokus di properti?

Dulu, bisnis kami ada tabung gas, oil, coal mining. Ada lima tempat, tapi batu bara sudah tidak produktif, minyak harganya turun dan berisiko tinggi sehingga tidak menguntungkan dan kami tidak fokus. Sementara properti memberikan kontribusi utama. Aset kami sekitar Rp4,5 triliun datang dari bisnis properti. Pada Juni setelah RUPS, kami jual anak usaha lain. Kami tidak untung, tidak rugi. Kami spin off bisnis lain. Hanson sekarang 100 persen properti.

Bagaimana prospek properti yang dimiliki oleh Hanson?

Kami ada partner. Kami harus mengembangkan di Maja tanah seluas 3.000 hektar, angka itu termasuk yang masih dalam negosiasi. Dalam tiga tahap lahan 3.000 hektar itu harus kami develop. Maja sangat strategis karena ada kereta api double track dari Serpong ke arah Rangkasbitung. Dari Tanah Abang ada commuter line 15 kali sehari double track. Jaraknya 1 jam 15 menit ke Jakarta. Ongkos hanya Rp4.000.

Kami ada tanah jauh lebih besar di sana. Ketika sudah ada tanah, kami buang perusahaan oil. Jadi, sudah clear kami hanya di properti. Lalu, Ciputra datang kerja sama. Dengan Ciputra kami ada kontrak kerjasama seluas 450 hektar. Di tahap pertama Ciputra pernah book 13.000 unit. Dari angka itu, 8.000 unit sudah diberikan uang panjar. Ciputra sampai tidak sanggup. Kemudian mereka loan trip. Sejumlah 5.800 orang di tahap satu sudah dapat rumah. Tahap dua dengan Ciputra hampir 2.000 rumah. Ruko 600 unit. Demand sangat bagus, dengan Ciputra semua bisa dijual.

Apa diferensiasi dengan Ciputra ini?

Ciputra tidak punya tanah murah, sedangkan kami punya tanah murah. Pada tahap awal kami membangun bisnis properti, kami harus punya kualitas, reliability, harus punya nama bagus. Maka, di tahap awal kami bekerja sama dulu. Ciputra is a good partner, punya brand, marketing, quality, construction. It's a good partner. Kami sediakan tanah. Setelah bangun, kami jual. Nanti sharing profit.

Bagaimana progress kerja sama dengan konsorsium milik Tan Kian di Millenium City?

Tanah sudah ada 775 hektar. Waktu awal saja kami deal dengan grup Tan Kian itu ada 550 hektar. Lokasinya di dekat Serpong daerah BSD. Kami mau develop 850 hektar dalam bentuk real estate untuk kelas middle to high end, ada rumah sakit dan fasilitas lain, seperti BSD.

Berapa harga jual tanah itu, apakah fair value?

Fair value, tidak ambil profit. Profitnya berdasarkan porsi ekuitas. Porsi kerja sama dengan Ciputra bagi 50-50. Dengan Tan Kian, mereka 58 persen, kami sekitar 42 persen.

Kapan target mulai menjual proyek ini?

Strategi semula, tahun ini mau develop, tapi agak slow. Selama enam bulan pasarnya slow down. Jadi, tahun ini kami mau konsolidasi dahulu. Nanti mulai diluncurkan mungkin akhir tahun depan, antara pertengahan sampai akhir tahun depan. Kami mulai tidak seluruhnya, tapi beberapa bagian dulu.

Berapa nilai investasinya?

Di sana seluruh proyek bisa sampai Rp100 triliun, sekitar US$10 miliar. Luasnya 1.000 hektar. Pengembangannya dalam 20 tahun tidak akan habis. Itu strategi. Bergantung pasar juga. We have to be dynamic, we have to keep moving with time.

Dana penambahan modal Rp1 triliun tahun ini untuk apa?

Kami mau akuisisi proyek. Salah satunya di Jati Asih, Bekasi. Luasnya 25 hektar. Mau dibangun affordable housing karena demand di sana bagus.

Apakah akan ada partner juga di sana?

Belum ada, tetapi kami selalu open. Ada advantage juga kalau pakai partner meski profit lebih sedikit. Kami di segmen affordable housing, tidak ada competition. Kalau segmen menengah atas banyak. Tetapi mereka jual mahal dan akhirnya terjadi price war. Itu semacam marketing weapon, tapi akhirnya merugikan mereka sendiri. (np)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.311,79

Up0,68%
Up3,10%
Up0,02%
Up6,29%
Up20,00%
-

Capital Fixed Income Fund

1.757,84

Up0,53%
Up3,44%
Up0,02%
Up7,40%
Up18,25%
Up43,13%

STAR Stable Income Fund

1.908,88

Up0,50%
Up2,87%
Up0,01%
Up6,27%
Up31,65%
Up59,98%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.762,89

Up0,50%
Up2,81%
Up0,01%
Up5,44%
Up20,06%
Up48,78%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.038,34

Up0,52%
Up2,03%
Up0,02%
Up2,02%
Down- 2,73%
-
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua