BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Harga Beras Masih Mencekik, Akibat Ulah Mafia? Ini Datanya

11 Juni 2015
Tags:
Harga Beras Masih Mencekik, Akibat Ulah Mafia? Ini Datanya
Seorang pedagang mengisi bakul beras dagangannya di salah satu kios di Indramayu, Jawa barat, Selasa (24/2) - (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)

Harga beras memang berangsur turun, tapi sampai awal Juni masih relatif tinggi sekitar Rp10.500/kg.

Bareksa.com - Mendekati bulan suci Ramadhan harga beras masih cukup tinggi, di atas Rp10.000 per kg (jenis IR II). Bukan mustahil harga beras akan naik lagi. Masih relatif mahalnya harga beras selain karena permintaannya yang tinggi, juga tak lepas dari peran para pemain besar dalam mengendalikan pasokan.

Mengapa harga beras cenderung tinggi? Benarkah ada mafia beras? Atau sekadar praktik kartel?

Sumber Bareksa yang merupakan salah satu petinggi negara ini meyakini para pemain beras besar ini sudah menjurus pada “mafia” perberasan. “Jumlahnya sekitar 10 pemain besar,” ungkapnya. Menurut dia, berantakannya proses administrasi Perum Bulog yang dimanfaatkan oleh para “mafia” beras juga menjadi penyebab seretnya pasokan beras ke pasar.

Promo Terbaru di Bareksa

Kegagalan melawan mafia beras ini lah yang disinyalir membuat Lenny Sugihat dicopot dari jabatannya sebagai Direktur Utama Bulog. (Baca juga: Data Ini Indikasikan Adanya "Mafia" Beras Penyebab Lenny Dicopot Dari Bulog)

Secara kasat mata, mafia beras memang tak terlihat. Tapi indikasi perilakunya bisa tercium. Misalnya, sejak Desember 2014 hingga Januari 2015, Bulog menggelar operasi pasar beras sebanyak 75.000 ton. Beras digelontorkan ke pengelola Pasar Beras Cipinang Jakarta, PT Food Station, dengan harga gudang Rp6.800. Bulog berharap pedagang menjual kepada konsumen Rp7.400/kg. Faktanya, tidak ada pedagang yang menjual beras dengan harga tersebut. Padahal dengan menjual pada harga Rp7.400/kg, pedagang beras sudah untung Rp600/kg.

Alih-alih stabil, harga beras pasca operasi pasar malah cenderung naik. Harga beras medium jenis IR64 terus melesat 15 persen menjadi Rp11.650 per kg pada periode 16-28 Februari 2015 berdasar pada harga PD Pasar Jaya.

Bahkan, saat panen raya pada Maret, harga beras di tangan konsumen tetap tinggi mencapai Rp11.400/kg. Anehnya, harga di tingkat petani turun, tapi justru di tingkat pedagang malah naik -- menunjukkan ada pemain beras yang menahan pasokan. "Harga gabah di level petani turun tajam 8,59%. Tetapi di level pedagang malah masih terjadi kenaikan yang sangat signifikan," ungkap Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin seperti dilansir Detikcom pada 1 April 2015.

Harga beras memang berangsur turun, tapi sampai awal Juni pun masih relatif tinggi sekitar Rp10.500/kg (lihat grafik).

Perkembangan Harga Beras di Jakarta

Illustration

Sumber: Bareksa.com

Salah seorang bekas petinggi Bulog kepada Bareksa menjelaskan memang tidak mudah membuktikan adanya mafia dalam bisnis perberasan. Namun, memang ada banyak pemain yang mencoba mengambil keuntungan besar dalam bisnis beras di Tanah Air. “Mereka ada di setiap sentra beras nasional, mulai Jawa, Sumatera sampai Sulawesi. Jumlahnya mencapai dua ribuan,” ungkapnya. ”Tapi, pemain beras besar hanya puluhan.”

Para pemain beras itu, kata dia, awalnya merupakan mitra Bulog berskala kecil. Namun, setelah menjadi pemain besar, mereka justru menjadi "pesaing” dan batu sandungan bagi Bulog dalam pengadaan beras nasional. “Para pemain besar itu sudah tidak mau didikte lagi oleh Bulog.”

Para pemain kakap ini berusaha dari hulu ke hilir. Mereka memiliki penggilingan padi skala besar yang rata-rata mampu memproduksi 30 ton beras per hari. Juga, mengelola para tengkulak dan pengepul di sentra-sentra beras nasional dan -- ini hebatnya -- punya informasi kuat tentang perkiraaan produksi padi dan beras nasional. Jika produksi padi cenderung turun, laiknya sebuah kartel, mereka bersepakat dengan pemain beras lainnya untuk menahan pasokan beras ke pasar. Akibatnya harga beras pun melambung.

Menurut dia, Bulog cukup kewalahan menghadapi ulah pemain beras besar tersebut. Terlebih lagi Bulog tidak boleh membeli beras petani di atas Harga Patokan Pemerintah (HPP) -- untuk beras pecah 20 persen pada 2015 HPP ditetapkan Rp7.260 per kg.

Bila manajemen Bulog melanggar HPP bisa dituding korupsi atau merugikan negara. Lantaran terkendala HPP, kata bekas pejabat itu, Bulog kesulitan bersaing dengan para pemain besar membeli beras petani. “Selisih Rp25 per kg saja, petani menjual ke pemain beras,” katanya.

Lantaran kalah bersaing, tak mengagetkan bila sampai Juni 2015 ini Bulog baru mampu membeli sekitar 700.000 ton beras petani, atau 25 persen dari target 2,75 juta ton.

Berapa potensi keuntungan pemain beras besar?

Menteri Perdagangan Rahmat Gobel yang ditemui dalam dalam acara diskusi pangan di Jakarta Pusat, 8 Juni 2015, menolak berkomentar saat dikonfirmasi soal mafia beras ini.

Pemerintah sebenarnya sudah mencium aksi mafia beras ini. Presiden Joko Widodo seperti dilansir Jawapos mengatakan, selain kurangnya pasokan seiring mundurnya masa panen, muncul indikasi adanya permainan mafia beras. ”Dari dulu seperti itu,” ujarnya ketika mengadakan inspeksi mendadak di Pasar Rawamangun, Jakarta, 28 Februari lalu.

Menurut Jokowi, selalu ada pihak yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Caranya, melihat stok Bulog, lalu memain-mainkan pasokan dan harga di pasar. Jokowi pun menegaskan pemerintah tetap tidak akan mengimpor beras meski harga di pasar cukup tinggi. Pemerintah tak akan mengimpor beras karena stok Bulog mencapai 1,4 juta ton.

Niat di balik isyarat Jokowi tak mengimpor beras pada dasarnya baik, didasari keinginan melindungi petani yang mulai Maret lalu memasuki panen raya. Pemerintah juga sepertinya berhitung: meski stok beras pemerintah naik seiring masuknya beras impor, tapi para mafia beras, yang sekaligus mafia impor juga akan diuntungkan.

Perhitungannya begini: harga beras di pasar internasional sekitar US$404/ton atau Rp5.353/kg. Dengan asumsi harga gudang di dalam negeri sebesar Rp6.800/kg, berarti para mafia beras bisa meraup marjin kotor Rp1.447/kg— belum dikurangi biaya-biaya lainnya.

Dengan asumsi target pengadaan beras pemerintah sebanyak 4-4,5 juta ton dan pengadaan beras oleh Bulog hanya 2,75 juta ton, maka akan ada kekurangan pasokan beras sekitar 1,25 juta ton. Bila kekurangan pasokan beras itu dipenuhi dari impor, memang akan ada uang senilai Rp1,8 triliun yang bisa diraup para mafia beras.

Perkembangan Harga Beras di Pasar Dunia
Illustration

Sumber: Oryza.com

Permasalahannya, Jokowi lupa bahwa isyarat tak akan mengimpor beras itu lalu berbalik jadi blunder. Isyarat itu malah dimanfaatkan mafia beras untuk menahan pasokan beras ke pasar-pasar, sehingga harga beras melejit dan mereka pun lagi-lagi meraup untung besar.

Karena itu, janganlah heran bila saat ini harga beras masih tergolong tinggi, di atas Rp10.500/kg. Itu lantaran para mafia beras tahu stok beras Bulog saat ini cuma 1,4 juta ton—di bawah standar aman 3,1-3,2 juta ton -- dan ujungnya, pemerintah dan masyarakat harus membayar mahal. (kd)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Capital Fixed Income Fund

1.770,88

Up0,60%
Up3,37%
Up0,02%
Up6,86%
Up17,21%
Up44,78%

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.317,39

Up0,21%
Up3,42%
Up0,02%
Up5,59%
Up18,30%
-

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.749,76

Down- 0,87%
Up2,76%
Up0,01%
Up3,87%
Up18,27%
Up46,70%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.038,68

Up0,01%
Up2,06%
Up0,02%
Up3,07%
Down- 2,20%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

Produk baru

1.035,51

Up0,52%
Up3,55%
Up0,03%
---
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua