Sri Mulyani Bantah Harga Rokok Rp50 Ribu, Saham GGRM & HMSP Masih Mengepul
Sebelum APBN 2017 diputuskan, peningkatan harga eceran rokok belum bisa diputuskan.

Sebelum APBN 2017 diputuskan, peningkatan harga eceran rokok belum bisa diputuskan.
Bareksa.com - Rumor yang beredar sejak pekan lalu di media sosial menyebutkan harga rokok akan naik hampir tiga kali lipat dari saat ini sempat menjadi pertanyaan di kalangan pasar modal. Pasalnya, bila memang kebijakan itu diterapkan oleh pemerintah, produsen rokok yang tercatat di bursa bisa merugi. Namun, setelah pemerintah memberikan klarifikasi mengenai penetapan harga eceran yang belum diputuskan itu, saham-saham produsen rokok diperkirakan masih akan tetap berjaya.
Pada perdagangan Senin 22 Agustus 2016, sejumlah saham emiten rokok sempat tertekan dalam meski tekanan mereda setelah sesi kedua sehingga penurunan yang terjadi tidak terlalu besar. Saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) yang memiliki kapitalisasi terbesar di Bursa Efek Indonesia ditutup turun 0,5 persen menjadi Rp4.020, setelah dalam perdagangan Senin sempat menyentuh harga Rp3.930. Pada saat yang sama, saham PT Gudang Garam Indonesia Tbk (GGRM) ditutup melemah 1,29 persen menjadi Rp67.150, setelah sempat menyentuh level terendah intraday di Rp66.600.
Sementara itu, PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) ditutup menguat 0,5 persen menjadi Rp402 setelah sempat turun ke Rp394 dan saham PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA) tidak bergerak di level Rp460.
Promo Terbaru di Bareksa
Pekan lalu, ramai dikabarkan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo akan menaikkan harga rokok eceran menjadi Rp50 ribu per bungkus, guna mengurangi jumlah perokok sekaligus mencegah anak di bawah umur untuk membeli produk tembakau tersebut. Rumor yang didasarkan pada riset dari sebuah universitas negeri terkemuka di Indonesia tersebut baru menjadi usulan dan belum dibahas ataupun diimplementasikan oleh pemerintah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun membantah rumor tersebut karena hingga saat ini pemerintah belum membahas aturan terbaru mengenai harga jual rokok ataupun tarif cukai rokok. Mantan Managing Director World Bank ini mengatakan bahwa sebelum Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2017 diputuskan, maka harga eceran rokok belum bisa diputuskan.
Sri Mulyani mengatakan pihak kementerian saat ini sedang melakukan proses konsultasi dengan berbagai pihak untuk memastikan draft anggaran untuk tahun depan. "Kementerian Keuangan akan mengambil kebijakan mengenai harga jual eceran maupun harga jual rokok, yang dilakukan sesuai undang-undang cukai juga dalam Rancangan APBN 2017," katanya.
Sementara itu, Head of Research Buana Capital, Suria Dharma, mengatakan peningkatan harga rokok eceran secara signifikan hingga Rp50 ribu per bungkus seperti yang dikabarkan hampir tidak mungkin terjadi. Ia mengatakan informasi palsu (hoax) seperti ini tidak akan mempengaruhi saham-saham emiten rokok di Indononesia. "Kita harus lihat yang berbicara siapa, kalau pemerintah yang berbicara mungkin saham emiten rokok akan terpengaruh," katanya kepada Bareksa.com.
Selain itu, kenaikannya dinilai tidak masuk akal. Jika benar kenaikan cukai terjadi setinggi itu maka penerimaan negara dari cukai bukannya semakin naik malahan mengalami penurunan karena justru akan menimbulkan perdagangan ilegal. Sebagai catatan, saat ini besaran cukai mencakup 70 persen dari harga rokok eceran di Indonesia. Maka dari itu, cukai rokok menyumbangkan porsi yang cukup besar bagi pendapatan cukai negara.
Grafik: Tingkat Pertumbuhan Pendapatan Cukai dalam APBN 2010-2017*

*berdasarkan target 2016 dan **rancangan APBN 2017
Sumber: Kementerian Keuangan diolah Bareksa
Pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 pendapatan cukai dipatok sebesar Rp157,16 triliun atau naik 6,12 persen dari target APBN Perubahan 2016, Rp148,09 triliun. Peningkatan 6,12 persen ini termasuk kecil dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan selama enam tahun terakhir di kisaran 14 persen. Maka dari itu, target penerimaan cukai rokok pada tahun 2017 diperkirakan tidak menjadi tumpuan terlalu besar bagi pendapatan negara.
Perkiraan pertumbuhan target cukai rokok dalam RAPBN 2017 tersebut justru dinilai menjadi sentimen positif bagi Sampoerna dan Gudang Garam. Riset Citi research mengatakan bahwa cukai dan harga jual adalah dua faktor utama yang membentuk laba para emiten rokok tersebut. "Dengan adanya pertumbuhan cukai rokok yang moderat, produsen rokok memiliki ruang untuk meningkatkan harga jual lebih lanjut, yang merupakan pendorong laba utama," kata Analis Citi Ferry Wong dalam laporan tersebut.
Adapun sepanjang tahun ini kedua saham produsen rokok terbesar di bursa masih mencatat peningkatan. Sejak awal tahun hingga 22 Agustus, saham HMSP naik 7 persen sedangkan GGRM melompat hingga 22 persen. (hm)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
| Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
|---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Obligasi Nusantara autodebet | 1.202,31 | ||||||
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.182,14 | - | - | ||||
Syailendra Sharia Fixed Income Fund Kelas A | 1.152,54 | - | - | ||||
Eastspring Syariah Mixed Asset Fund Kelas A | 1.044,31 | - | - | - | - | - |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.