Berita / SBN / Artikel

Prospek Pasar Obligasi Negara, Kalau Biden atau Trump Menang Pemilu AS

Hanum Kusuma Dewi • 06 Nov 2020

an image
Pilpres AS memberi sentimen positif terhadap pasar obligasi negara Indonesia

Pasar SBN dipengaruhi nilai tukar, suku bunga acuan, pertumbuhan ekonomi dan inflasi

Bareksa.com - Pemilihan umum presiden Amerika Serikat (pilpres AS) menjadi sorotan bagi pelaku pasar saham dan obligasi global. Sentimen ini bisa menjadi salah satu penggerak bagi investasi di Tanah Air, baik investasi saham, reksadana ataupun obligasi negara. 

Pemungutan suara pada 3 November 2020 menjadi pertarungan ketat antara petahana Donald Trump dari Partai Republik melawan Joe Biden dari Partai Demokrat. Hasil sementara pada 5 November 2020 menunjukkan Biden unggul dengan selisih tipis, yang mendorong pasar saham dan obligasi negara Indonesia. 

Pada perdagangan Kamis, 5 November 2020, hampir semua SBN mengalami penurunan imbal hasil (yield). Yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan yield obligasi negara turun 2 basis poin ke level 6,609 persen. 

Grafik Pergerakan Yield SBN Tenor 10 Tahun

Sumber: Bursa Efek Indonesia, diolah Bareksa.com 

Richard Nadapdap, Head of Fixed Income PT Maybank Asset Management, menjelaskan bahwa penyelenggaraan pilpres AS dengan Biden yang unggul sementara menjadi sentimen positif bagi pasar obligasi negara. Secara tidak langsung, terpilihnya Biden akan mendorong stimulus besar ke pasar AS. 

Stimulus ini, lanjutnya, membutuhkan pembiayaan sehingga memicu defisit anggaran pemerintah AS, yang dibiayai dengan penerbitan obligasi negara. Dengan pasokan obligasi yang sudah cukup besar, yield obligasi negara AS pun akan naik sehingga berdampak pada nilai tukar dolar AS. Bila nilai tukar dolar AS melemah terhada mata uang global lainnya, rupiah akan terapresiasi sehingga positif bagi Indonesia. 

Selain itu, dari dalam negeri saat ini antara tingkat inflasi dan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI 7DRRR) masih ada selisih sekitar 1,5 persen. Artinya ini menjadi ruang bagi bank sentral untuk memangkas suku bunga. 

"Bank Indonesia belum menurunkan suku bunga karena sebelumnya volatilitas rupiah cukup tinggi. Ke depan, kalau rupiah menguat terhadap dolar, ada possibility BI menurunkan suku bunga," jelas Richard dalam Webinar Talkshow oleh Maybank Asset Management bertajuk The Impact of US Election on Indonesian Capital Market and Political Landscape, 5 November 2020. 

Pilpres AS ini sudah memberi sentimen positif terhadap pasar obligasi negara Indonesia. Richard memandang bahkan sentimen positif sudah terlihat pada 5 November 2020, ketika yield obligasi negara turun di kisaran 6,5 persen. 

"Hal ini jadi sentimen yang mendorong market kita. Plus juga ditambah dengan penguatan rupiah di level Rp14.400-14.500 per dolar AS. Tapi penurunan yield ada batasnya, kita lihat nanti inaugurasi di Januari," tambahnya. 

Di sisi lain, bila Trump menang, hasilnya bisa bertolak belakang bagi pasar Indonesia. Richard memandang pada awal penghitungan suara yang baru masuk lebih banyak dari pemilih pendukung Trump, yang datang ke pemungutan suara, merefleksikan kondisi pasar bila Trump kembali jadi Presiden AS. Pada 4 November 2020, pasar saham sempat turun dan banyak pelaku pasar yang mengambil posisi jual. 

Richard menjelaskan bahwa sejumlah hal yang sangat berpengaruh pada pasar obligasi negara adalah nilai tukar rupiah, suku bunga acuan (benchmark rate), pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Bila faktor dalam negeri tersebut positif ditambah dengan faktor eksternal global yang baik, bisa mendorong pasar obligasi negara Indonesia. 

"Kalau ada sentimen positif lainnya, yield obligasi negara tenor 10 tahun bisa turun lagi di bawah 6 persen. Kalau direfleksikan ke total return, antara 8-10 persen. It's possible," ujar Richard. 

Grafik Kepemilikan Asing di SBN

Sumber: Bursa Efek Indonesia, diolah Bareksa.com 

Di samping itu, aliran dana asing yang masuk pasar obligasi juga bisa menjadi pendorong, setelah keluar sekitar Rp120 triliun sejak awal tahun. Data Bank Indonesia menunjukkan kepemilikan asing di surat berharga negara Indonesia sekarang di sekitar 26 persen. 

"Padahal porsi tertinggi asing bisa sempat di 39 persen di SBN Indonesia, yang menjadikan ini room for growth," kata Richard. 

Richard memandang investor asing bisa kembali masuk mulai November hingga Desember tahun ini. Sebelumnya, sejak Omnibus Law UU Cipta Kerja disahkan pada Oktober, jumlah beli bersih asing cukup signifikan di pasar obligasi negara. 

"Ke depan akan lebih banyak sentimen positif daripada negatif, jadi akan banyak dana asing yang masuk ke pasar SBN Indonesia. Sekarang yield obligasi 10 tahun sudah di kisaran 6,5 persen. Kita lihat seberapa besar penguatan rupiah dan pengaruhnya ke obligasi 10 tahun, kalau bisa tembus ke level 6,1 persen," ujarnya. 

Bagi investor pasar modal, terutama obligasi atau reksadana pendapatan tetap yang berbasis obligasi, ada baiknya untuk terus berinvestasi. Meski ada volatilitas di pasar obligasi, penurunan bisa menjadi peluang membeli di harga murah dengan harapan ikut naik bila ekonomi dan pasar kembali tumbuh di masa depan. 

***

Ingin berinvestasi sekaligus bantu negara?

Pemerintah membuka masa penawaran Green Sukuk Ritel, Sukuk Tabungan seri ST007 pada 4-25 November 2020. Belum memiliki akun Bareksa tetapi ingin berinvestasi di SBN? Segera daftar melalui aplikasi Bareksa sekarang, gratis hanya dengan menyiapkan KTP dan NPWP (opsional).

Bagi yang sudah punya akun Bareksa untuk reksadana, lengkapi data berupa rekening bank untuk mulai membeli SBN di Bareksa. Bagi yang sudah pernah membeli SBR, ORI atau Sukuk di Bareksa sebelumnya, Anda bisa menggunakan akun di Bareksa untuk memesan ORI018.

PT Bareksa Portal Investasi atau bareksa.com adalah mitra distribusi resmi Kementerian Keuangan untuk penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ritel secara online. Selain proses registrasi dan transaksi sangat cepat dan mudah, Anda juga dapat memantau investasi Anda dari mana saja dan kapan saja.