SUN Melemah Tertekan Kasus Covid-19, Apa Dampaknya ke Reksadana?

Abdul Malik • 24 May 2021

an image
Ilustrasi pasar obligasi dan Surat Berharga Negara yang dibayangi sentimen kasus positif Covid-19, dan berimbas ke reksadana pendapatan tetap. (Shutterstock)

Perkembangan Covid-19 di India menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya lockdown di beberapa kota besar

Bareksa.com- Harga Surat Utang Negara (SUN) diperkirakan akan bergerak menurun pekan ini yang ditandai meningkatnya tingkat imbal hasil (yield) pekan ini. Penurunan harga ini tentunya akan berdampak terhadap reksadana pendapatan tetap yang memiliki portofolio SUN di dalamnya.

Associate Director of Fixed Income PT Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto menjelaskan sebelum libur Lebaran, yield SUN untuk tenor 10 tahun masih bergerak di level 6,3-6,4 persen. Namun untuk pekan ini, yield SUN diperkirakan akan meningkat ke level 6,4-6,55 persen.

Menurut Ramdhan, perkembangan Covid-19 di India menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya lockdown di beberapa kota besar. Terlebih lagi di Indonesia, imbauan pemerintah agar masyarakat tidak mudik saat libur Lebaran ternyata masih dilanggar.

Mobilisasi masyarakat juga cukup meningkat, ditambah tempat wisata yang kedatangan banyak pengunjung saat libur Lebaran. "Ini menyebabkan kekhawatiran akan meningkatnya kasus harian Covid-19 di dalam negeri," jelas dia di Jakarta akhir pekan lalu.

Kendati demikian, sentimen ini hanya akan berlaku untuk jangka pendek. Secara jangka panjang, Ramdhan melihat yield SUN untuk tenor 10 tahun bisa bergerak menguat ke level 6 persen

"Kalau pandemi Covid-19 bisa dikendalikan, yield SUN bisa bergerak ke level 6 persen," jelas dia.

Peningkatan kepemilikan asing di SUN, menurut Ramdhan menjadi faktor penting untuk penguatan yield SUN. Dia menjelaskan, kepemilikan asing di SUN saat ini baru mencapai Rp970 triliun. Padahal kepemilikan asing di SUN sebelumnya bisa mencapai Rp1.030-1.040 triliun.

Yield SUN Berpeluang Turun

Di sisi lain, Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan, tahun ini, yield SUN untuk tenor 10 tahun bisa bergerak di level 5,75-6 persen. Senada dengan Ramdhan, penurunan yield ini bisa tercapai jika pemerintah bisa mengendalikan pandemi Covid-19.

"Di samping itu juga defisit transaksi berjalan yang diharapkan bisa kembali ke level 3 persen dari GDP pada 2023," terang dia.

Faktor lainnya penyebab pergerakan SUN tahun ini juga akibat rendahnya tingkat suku bunga acuan atau BI 7 days reverse repo rate (BI 7DRRR). Negara lain juga menerapkan suku bunga rendah ini kecuali Turki dan beberapa negara lain.

Likuiditas dari dalam negeri juga mendukung penguatan yield tahun ini. Handy mengungkapkan, pemerintah sampai saat ini berhasil menerbitkan surat berharga negara sebesar Rp492 triliun atau meningkat 25,2 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Pemerintah juga masih memiliki kelebihan pembiayaan sebesar Rp100 triliun dari penerbitan SUN tahun lalu yang bisa menambah asupan likuiditas di SUN tahun ini.

Pasar SUN Indonesia, menurut Handy lebih juga kuat menahan sentimen asing pada tahun ini. Hal ini terlihat dari menurunnya ketergantungan terhadap investor asing dengan mulai terdiversifikasinya kepemilikan di pasar SUN.

Dari sisi real yield, SUN masih tercatat lebih tinggi dibandingkan real yield rata-rata dalam 10 tahun terakhir. Real yield SUN ini termasuk real yield tertinggi di antara negara emerging lainnya, yakni di level 5 persen.

Dampak ke Reksadana Pendapatan Tetap

Penurunan harga SUN ini tentunya akan berdampak kepada investasi yang memiliki portofolio SUN, seperti misalnya reksadana pendapatan tetap.

Bareksa mencatat, dari 30 produk reksadana yang ada di Bareksa, hampir seluruhnya mencatatkan return yang positif kecuali Majoris Sukuk Negara Indonesia yang tercatat -0,04 persen dalam satu bulan.

Sementara reksadana pendapatan tetap lainnya mencatatkan return beragam, namun masih berada di bawah 1 persen untuk tenor satu bulan.

Salah satu reksadana pendapatan tetap yang mencatat return tertinggi dalam waktu sebulan terakhir (per 21 Mei 2021) adalah Manulife Obligasi Negara Indonesia II Kelas A. Reksadana ini mencatat return 0,69 persen dalam satu bulan dan 12,21 persen dalam satu tahun.

(K09/AM)

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS 

DISCLAIMER​
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.