Membesarkan Pasar Modal Indonesia Lewat IPO Bernilai Jumbo

Abdul Malik • 04 Nov 2021

an image
Ilustrasi IPO saham unicorn dengan nilai jumbo di Bursa Efek Indonesia. (Shutterstock)

Setelah Bukalapak akan ada banyak korporasi besar yang menjajal peruntungannya di pasar modal

Bareksa.com - PT Bukalapak Tbk (BUKA) seperti memecahkan stagnasi di pasar modal Indonesia yang tak kunjung kedatangan aksi penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) bernilai jumbo. Bukalapak menjadi emiten unicorn pertama yang menjejakkan kakinya di pasar saham Indonesia dan berhasil menggalang dana Rp21,9 triliun.

Kedatangan Bukalapak di kancah pasar modal Indonesia jadi kian seksi karena seiring tren perkembangan digital. Momentum kebangkitan ekonomi seperti ini juga pernah terjadi pada 2008, saat harga batu bara membumbung dan mendorong perusahaan tambang batu bara, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) melantai di Bursa Efek Indonesia dengan raihan dana Rp12,25 triliun. 

Setelah Bukalapak tampaknya akan ada banyak korporasi besar yang menjajal peruntungannya di pasar modal. Tidak hanya terdorong potensi pertumbuhan karena perkembangan digital, namun juga seiring momentum pemulihan ekonomi di sektor lain yang mulai bangkit setelah dihantam pandemi Covid-19.

Direktur Utama PT BRI Danareksa Sekuritas Friderica Widyasari Dewi atau yang akrab disapa Kiki menjelaskan, faktor yang menyebabkan tingginya minat IPO tahun ini adalah optimisme akan pertumbuhan ekonomi Indonesia, setelah terkontraksi cukup dalam tahun lalu.

"Faktor yang menjadi game changer pemulihan ekonomi Indonesia adalah vaksinasi Covid-19, stimulus penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN), serta implementasi UU Cipta Kerja.," ujar Kiki beberapa waktu lalu.

Faktor pendukung lainnya adalah jumlah investor ritel yang terus meningkat. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, jumlah investor di pasar modal yang tercermin dalam Single Investor Identification (SID) mencapai 6,43 juta orang pada September 2021. Investor reksadana mendominasi jumlah investor dengan jumlah 5,78 juta orang. Disusul investor saham 2,9 juta orang dan investor Surat Berharga Negara (SBN) 571.794 orang.

Alhasil, kombinasi antara tingginya minat masyarakat berinvestasi di pasar modal dan momentum pemulihan ekonomi jadi pemikat bagi korporasi untuk mencari alternatif pembiayaan di pasar modal. “Apalagi investor haus akan membeli sesuatu di pasar perdana, ini rebutan,” ungkap Kiki.

Kiki menyatakan pihaknya menerima banyak animo dari korporasi untuk mempersiapkan IPO. Salah satunya berasal dari perusahaan teknologi yang merupakan anak usaha dari PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM).

"Selain itu ada juga dari sektor lain, yakni  teknologi, konsumer, jasa dan lainnya. Kami cukup optimistis tahun ini semakin membaik,” kata Kiki.

IPO GoTo

Menyusul Bukalapak, salah satu IPO yang paling dinanti saat ini adalah dari perusahaan hasil merger Gojek dan Tokopedia yakni GoTo. Sejauh ini belum ada pernyataan resmi mengenai nilai wajar saham apabila GoTo jadi melakukan IPO. Namun sejumlah analis memperkirakan valuasi Gojek dan Tokopedia setelah merger mencapai US$40 miliar atau sekitar Rp570 triliun.

Apabila 10 persen dari valuasi tersebut dilepas ke publik melalui IPO, maka nilainya berpotensi mencapai Rp57 triliun. Dengan nilai ini bakal mengalahkan nilai IPO saham Adaro ataupun Bukalapak.

Dengan valuasi ini, GoTo akan berada dalam deretan emiten dengan kapitalisasi pasar (market cap) terbesar, bahkan berpotensi menggeser emiten-emiten big caps lain yang sudah lama melantai di Bursa. Pada Rabu, (3/11), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) berada di puncak kapitalisasi pasar Bursa dengan nilai Rp891 triliun. Lalu diikuti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan nilai kapitalisasi pasar Rp632 triliun. 

Di luar perusahaan unicorn, ada produsen minuman yoghurt, PT Cisarua Mountain Dairy (Cimory) yang juga dikabarkan tengah mempertimbangkan IPO saham pada tahun ini. Aksi IPO tersebut bakal menjadi salah satu yang terbesar lantaran perseroan membidik dana US$300 juta.  

Detail penawaran saham Cimory masih bisa berubah seiring dengan diskusi yang terus berlanjut. Perseroan dikabarkan menjajaki sejumlah rencana strategis untuk mendukung pertumbuhan di masa mendatang.

Kemudian, juga ada PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) yang sempat dikabarkan menjajaki IPO anak usahanya di segmen nutrisi dan kesehatan, yakni PT Sanghiang Perkasa dengan target dana hingga US$500 juta. Mengkonfirmasi hal ini, Presiden Direktur Kalbe Farma Vidjongtius menjelaskan, IPO anak usaha tidak hanya dilakukan untuk divisi nutrisi dan kesehatan, tetapi juga untuk distribusi dan logistik.

Ekspansi bisnis ini juga tidak hanya dalam bentuk IPO saham. "Kesempatan ekspansi bisnis melalui pasar modal bisa dalam bentuk IPO atau aksi korporasi misalnya aliansi strategis dan kolaborasi, inisiatif ini bisa dilakukan untuk nutrisi maupun distribusi," papar dia.

Kemudian, ada PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) yang sedang memasuki masa penawaran umum IPO dengan potensi penggalangan dana Rp24,9 triliun. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan Indonesia Investment Authority (INA) dan beberapa investor institusi bakal masuk sebagai investor dengan nilai sekitar US$500-800 juta.

Dukungan Regulator

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen menyatakan OJK bersama BEI tengah menyiapkan regulasi yang sesuai dengan karakteristik unicorn atau decacorn. Regulasi itu antara lain penyusunan pengaturan dual class share dengan multiple voting shares (MVS) yang memungkinkan para pendiri unicorn atau decacorn menjaga kepentingannya sesuai dengan visi dan misi yang direncanakan.

Hoesen mengungkapkan, OJK juga melakukan sosialisasi kepada calon emiten korporasi agar memanfaatkan pasar modal sebagai alternatif pembiayaan. Masuknya unicorn dan decacorn ke bursa saham domestik diharapkan dapat mendongkrak kapitalisasi pasar saham emiten di BEI dan menarik lebih banyak investor, termasuk investor asing. 

"Masuknya perusahaan-perusahaan startup tersebut diprediksi bakal lebih menggairahkan perdagangan saham di bursa dalam negeri," ujar dia.

Sementara itu, jumlah perusahaan yang mencatatkan saham (listing) tahun ini bisa mencapai 68 perusahaan dengan nilai penggalangan dana Rp63,54 triliun. Jumlah ini meningkat dibandingkan listing saham tahun lalu yang mencapai 51 perusahaan dengan penggalangan dana Rp6,1 triliun.

Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna menjelaskan, hingga 1 November 2021, jumlah perusahaan yang mencatatkan sahamnya di bursa mencapai 40 perusahaan dengan dana yang berhasil dihimpun Rp32,27 triliun.

"PT Formosa Ingredient Factory Tbk (BOBA) menjadi perusahaan ke-40 yang mencatatkan sahamnya di bursa," kata dia.

Sementara itu, BEI masih memiliki 28 perusahaan yang berada di dalam pipeline saham dengan potensi penghimpunan dana mencapai Rp31,27 triliun (berdasarkan nilai nominal). Dengan banyaknya pencatatan saham tersebut, BEI mengungguli bursa dari negara lain di ASEAN.

Pencapaian ini juga sekaligus menunjukkan animo perusahaan dan pasar yang baik dalam kondisi yang dinamis seperti sekarang ini. Hal ini juga didukung oleh kebijakan pemerintah dan regulator pasar modal dalam menciptakan iklim investasi yang baik serta optimisme pasar atas pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.

Adapun sebanyak 28 perusahaan yang akan mencatatkan saham pada semester II 2021 didominasi oleh perusahaan beraset besar. Nyoman menyebutkan, sebanyak tiga dari 28 perusahaan yang akan listing memiliki aset di bawah Rp 50 miliar, sembilan perusahaan memiliki aset di antara Rp 50 hingga Rp 250 miliar dan 16 perusahaan lainnya memiliki aset di atas Rp 250 miliar.

Dari segi sektor, sebanyak dua perusahaan berasal dari sektor basic materials, dua perusahaan dari sektor industrials, satu perusahaan dari sektor transportasi dan logistik, lima perusahaan dari sektor consumer non-cyclicals, delapan perusahaan dari sektor consumer cyclicals, dua perusahaan dari sektor teknologi, tiga perusahaan dari sektor energi, satu perusahaan dari sektor keuangan, satu perusahaan dari sektor properties and real estate serta tiga perusahaan dari sektor infrastruktur.

Menurut Nyoman, 28 perusahaan tersebut menggunakan laporan keuangan tahun 2021. Saat ini, 28 perusahaan masih dalam proses evaluasi serta kesiapan dari lembaga dan profesi penunjangnya. Nyoman berharap semua perusahaan tersebut bisa tercatat tahun ini. 

"Adanya momentum dan antusiasme para pelaku usaha yang terus berlangsung untuk melakukan penggalangan di pasar modal, diharapkan dapat mendukung pencapaian tahun ini melebihi pencapaian pada tahun lalu," kata dia.

(K09/AM)